Are They?

1.8K 95 0
                                    

Teng! Teng! Teng! Bunyi bel akhirnya berbunyi. Aku mengembuskan nafas lega. Setidaknya aku tidak perlu berdua dengan Peter di perpustakaan dalam kecanggungan seperti tadi.

Aku meletakkan buku astronomi yang baru setengah aku baca itu ke rak.

"Bukunya ngga lo pinjem?" tanya Peter.

"Ngga. Kartu perpus gue ilang," jawabku ketus.

"Mau pake kartu gue?" tawar Peter.

Nih orang mau cari muka atau gimana sih, geramku dalam hati.

"Ngga usah," kataku dengan nada sewot. Aku pun bergegas ke luar perpustakaan sambil membawa tasku. Menuju ke kelas.

Sampai di kelas, ternyata sebagian besar teman-teman sudah ke luar kelas. Ada yang jajan, ke taman untuk sekedar mengobrol--atau pacaran, ada juga yang membaca buku di perpustakaan. Di kelas hanya tersisa Dinda yang sibuk mencatat sesuatu dan Rendy, si anak rajin yang hobinya membaca buku. Aku bahkan bosan melihatnya menenteng buku ke manapun dia pergi.

Aku meletakkan tasku di bangkuku, sebelah Kayla. Aku pun menuju ke kantin sendirian karena perut sudah tidak bisa diajak kompromi. Aku belum sempat sarapan.

Sampai di kantin, aku bergabung dengan Sasa dan Kayla. Tidak ada obrolan di antara kami bertiga jika aku tidak memulainya.

"Kalian udah pesen makanan?" tanyaku.

"Udah," jawab Sasa. Sementara Kayla hanya mengangguk.

"Yaudah, cuma gue yang belum. Gue pesen dulu," kataku sambil berdiri.

Dahiku mengernyit. Aku pikir mereka berdua akan meledekku--ala-ala sahabat--karena aku dihukum tidak boleh ikut pelajaran Pak Ibnu. Tapi ternyata tidak. Ah sudahlah, lupakan.

Hm, aku memutuskan untuk mengantre memesan siomay. Antreannya cukup panjang. Aku mendesah dalam hati. Bisa-bisa jam istirahat habis hanya untuk memesan siomay. Tiba-tiba, ada yang menepuk bahuku. Aku menoleh.

Aku cukup terkejut karena ternyata yang menepuk bahuku adalah Kevin. Tetapi, aku memasang air wajah datar.

"Apa?" tanyaku sambil tersenyum kecil, senyum paksa, mencoba ramah.

"Lo duduk aja. Biar gue yang mesenin. Lo mau pesen siomay, kan?" tawar Kevin.

"Iya. Bener, nih? Ntar gue ngerepotin," jawabku.

"Ngga lah, cuma pesen doang," ujar Kevin sambil tersenyum.

"Oke. Makasih, ya. Gue duduk bareng Kayla sama Sasa disitu," ucapku sambil menunjuk meja tempat Kayla dan Sasa. Ekspresi ramah Kevin berubah saat melihat Kayla. Namun buru-buru mengubahnya lagi saat matanya bertemu dengan mataku.

"Oke," kata Kevin. Aku tersenyum dan berjalan menuju meja.

Sasa dan Kayla menoleh saat aku duduk. "Lo ngga jadi pesen?" tanya Sasa bingung. "Kok cepet?"

"Jadi. Kevin tadi nawarin mesenin. Jelas gue maulah. Daripada gue berdiri lama di sana," jelasku.

Tidak aku sadari bahwa muka Kayla berubah merah padam.

"Gue pergi dulu, ya," pamit Kayla sambil berdiri, hendak pergi. Aku menarik tangannya.

"Pesenan lo?" tanyaku sambil menaikkan alis.

"E-eh. Buat kalian berdua aja," ujar Kayla sambil melepaskan tangannya dari genggamanku dan berlalu meninggalkan kantin.

Aku dan Sasa saling menoleh. Bingung. Cemas.

"Kayla kenapa, ya?" tanya Sasa.

"Ngga tau. Dia ngga cerita sama lo?" tanyaku balik.

"Boro-boro cerita, dari tadi aja dia ngga bilang apa-apa sama gue. Garing," jawab Sasa sambil menyeka peluh yang menetes di keningnya. Suasana pagi ini memang agak panas.

Boy(friend) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang