"Lo nanti mau berangkat bareng gue ngga ke GOR-nya?" tawar Kevin saat aku sedang melahap makananku di kantin bersama Kayla dan Sasa. Tanpa aku sadari, tangan Kayla mengepal keras-keras di bawah meja.
"Hmm... Gue kayaknya nanti bareng Kayla sama Sasa," jawabku.
"Oh gitu. Yaudah deh, yang penting lo udah dateng. Itu cukup buat gue," kata Kevin sambil kembali ke meja yang dikerubungi oleh teman-temannya.
Aku mengerutkan wajah, bingung. Belakangan ini Kevin jadi sering mendekatkan diri denganku, tepatnya sejak ia mengantarku ke rumah.
Aku melihat wajah Kayla yang mulai merah padam. Tangannya disembunyikan ke bawah meja.
"Kay? Lo kenapa, Kay?" tanyaku khawatir dengan keadaan Kayla.
"Ngg-ngga papa," jawab Kayla sambil mengubah ekspresinya.
"Kalo ada apa-apa bilang sama gue, ya," ujarku.
"Bilang sama gue juga. Beberapa waktu lalu tuh lo suka aneh, Kay. Sekarang masih agak aneh, sih, walau udah agak sembuh," ucap Sasa sedikit ngaco.
Aku menendang kaki Sasa di bawah meja. Aku menatapnya dengan tatapan lo-tuh-bikin-Kayla-tersinggung-bego.
"Gue ke kelas dulu," pamit Kayla tiba-tiba. Padahal, bakso yang ia makan belum benar-benar habis.
Aku dan Sasa saling bertatapan. "Ya. Nanti gue sama Talia nyusul."
Aku pun menghabiskan baksoku setelah Kayla tidak terlihat batang hidungnya di kantin sekolah. Begitu pula dengan Sasa.
"Tal, menurut lo Kayla itu kenapa?" tanya Sasa tiba-tiba.
Aku tersedak karena makan dengan terburu-buru. "Gue ngga tau juga."
"Apa Kayla suka Kevin, ya?" kata Sasa menduga-duga.
"Mungkin," ujarku. "Tapi lo mesti tau kalo gue ngga deketin Kevin."
"Iya, gue tau. Kevin yang deketin lo," kata Sasa. "Kadang gue iri sama lo, Tal."
"Iri?" tanyaku bingung. "Iri kenapa?"
"Lo itu bisa bikin siapa aja jatuh cinta sama lo karena kebaikan hati lo. Laki-laki ataupun perempuan. Gue merasa beruntung bisa sahabatan sama lo," jawab Sasa.
Pipiku memerah malu karena dipuji. "Ah, ngga juga. Buktinya juga gue sampe sekarang masih jomblo."
"Gue tau kalo lo jomblo bukan karena ngga laku, tapi karena lo emang ngga cinta sama orang yang nembak lo kan?" ucap Sasa. "Gue tau beberapa hari lalu lo ditembak sama Kak Aldi, ketua OSIS. Ya ngga? Tapi ngga lo terima."
Aku tersedak lagi saat Sasa berkata seperti itu. "Lo tau dari mana?" tanyaku.
"Gue itu sahabat lo. Pastilah gue tau," kata Sasa sambil nyengir. "Ngga, ngga. Lo masa ngga inget kalo Kak Aldi itu sepupu gue?"
"Oh, iya, gue inget," jawabku. Pipiku masih memerah karena sejak tadi dipuji-puji oleh Sasa.
"Ah lo mah," ujarku sambil menjitak kening Sasa lalu berdiri. Aku meninggalkan Sasa yang sedang sibuk menggerutu karena jitakanku.
**
Pulang sekolah..."Kita mau naik apa?" tanyaku. Aku, Kayla, dan Sasa berjalan keluar gerbang sekolah.
"Bis," jawab Sasa.
"Emang ada halte di deket GOR?" tanya Kayla.
"Ngga sih," balas Sasa dengan wajah polosnya.
"Kadang gue mikir, Sa," ujarku.
"Mikir apaan?" tanya Sasa dengan raut wajah penasaran.
"Lo itu sebenernya polos atau bego, sih?" jawabku mengejek Sasa. Sasa menoyor kepalaku.
"Gue kadang mikir juga," ucap Sasa.
"Siapa?" ucapku.
"Apanya yang siapa?" tanya Sasa bingung.
"Yang tanya," jawabku sambil tertawa dan menjauh dari Sasa agar tidak terkena akibat amukannya.
"Yaudah yuk, kita naik taksi online aja," ujar Kayla yang sedari tadi lebih memilih diam dan tidak ikut-ikutan dalam percakapan bodohku dan Sasa.
"Nah, kayak Kayla, tuh, pinter," kataku bermaksud mengejek Sasa.
"Orang pinter ada, ya, yang suka nyontek kalo pas ulangan?" sindir Sasa sambil menghentakkan kakinya kesal.
"Iya, iya, gue cuma bercanda. Lo pinter, kok," kataku sambil mencubit pipi Sasa dengan gemas. "Yaudah, Kay, pesen taksi."
Kayla mengangguk dan memesan taksi online dengan menggunakan aplikasi karena hanya dia--di antara kami bertiga--yang punya aplikasi taksi online.
Tak lama kemudian, sekitar 8 menit, taksi yang dipesan sudah datang. Aku, Kayla, dan Sasa pun naik ke dalam taksi dan meminta Pak Supir mengantar menuju GOR tempat pertandingan.
Sampai di sana, aku, Kayla, dan Sasa segera masuk dengan menunjukkan tiket. Kami duduk di tribun yang sesuai dengan tulisan di tiket yang diberikan oleh Peter. Ternyata, kami bertiga duduk di tribun paling dekat.
"Sekolah kita tanding jam berapa?" tanya Kayla sambil meletakkan tasnya.
"Jam empat," jawab Sasa.
"Ck! Ini baru jam tiga kurang," gerutuku. "Hmm... Anak-anak anggota tim basket sekolah kita pada di mana, ya?" tanyaku kemudian.
"Ya lagi siap-siap lah, bego!" jawab Sasa yang setelah selesai bicara langsung menjulurkan lidahnya, mengejek.
"Gue tanya di mana, bego! Bukan lagi apa," balasku sambil menjulurkan lidah.
Kayla yang melihat tingkahku dan Sasa hanya geleng-geleng kepala sambil tertawa kecil. Untung saja, GOR belum terlalu ramai karena pertandingan basket baru akan dimulai pukul 16.00. Karena jika sudah ramai, pasti aku dan Sasa akan menjadi pusat perhatian.
"Tal, jangan bilang lo nanyain anak-anak basket gara-gara lo sebenernya mau nanyain si Kevin," goda Sasa.
Tawa Kayla tiba-tiba pudar seketika. Ia memasang ekspresi datarnya lagi.
"Apaan sih lo! Kalo lo suka Kevin tuh ambil aja, gue ikhlas, banget malah," ujarku dengan memasang ekspresi sesinis-sinisnya.
"Gue cuma bercanda sayang," kata Sasa sambil mencubit pipiku dengan keras, berhasil membuatku mengaduh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boy(friend) [Completed]
Teen FictionAku, si gadis kaku, yang sama sekali tidak mengenal cinta. Hingga pada suatu hari kau datang padaku. Seperti musim hujan yang tiba di daerah yang tandus. Kau memberiku secercah harapan untuk bisa mengenal cinta. Namun, ketika rasa cinta itu muncul...