Aku menghabiskan salad yang aku beli. Sementara Peter, Kayla, dan Sasa hanya diam menungguku. Mereka sudah menghabiskan makanan pesanan mereka.
"Cepetan dikit napa sih, Tal!" protes Kayla.
"Kalo lo ngomel mulu, ya gue nggak bakal bisa cepet lah makannya," ujarku.
Tak lama kemudian, salad-ku sudah habis. Kami berempat pun jalan beriringan ke kelas.
"Eh, aku sampai lupa. Aku ada hadiah buat kalian bertiga," kata Peter.
"Hadiah apaan?" tanyaku, Kayla, dan Sasa serempak.
"Ya, sepupuku dari Australia dateng ke rumah. Dia bawain oleh-oleh, nih buat kalian," jawabnya sambil menyerahkan kotak berisi cokelat, oat, dan gantungan kunci pada aku, Kayla, dan Sasa.
"Wow, makasih, Ter!" ucapku, Kayla, dan Sasa bergantian.
"Btw Ter, lo nggak ngerasa pengen punya pacar?" tanya Sasa tiba-tiba.
Aku tersenyum kecil mendengar pertanyaannya. Ngode to the point banget tu anak, batinku.
Peter yang ditanya seperti itu tampak kaget, namun buru-buru memasang ekspresi datar.
"Emang kenapa? Emang harus punya pacar?" tanya Peter bingung.
"Ya bukan gitu. Tapi kan lo itu populer. Cowok-cowok pop lainnya pada punya pacar. Lo nggak malu masih nge-jomblo kayak gini?" kata Sasa agak canggung.
"Tidak lah, kenapa malu? Jomblo tidak papa, yang penting banyak fans," canda Peter.
"Iya, tau lho, yang banyak fans!" kata Sasa sambil memajukan bibirnya. "Tapi bisa-bisa ada orang yang beranggapan kalo lo itu homo. Masa ngga ada satupun fans lo yang bikin tertarik? Padahal, ngga sedikit fans lo yang cantik," lanjut Sasa.
"Eh, homo? Ya tidak lah, ya kali," ucap Peter diiringi dengan tawanya. "Emang aku terlihat seperti homo?" tanyanya kemudian.
"Ya engga, sih," jawab Sasa. Setelah itu kami berempat terdiam.
Teng! Teng! Teng! Bel berbunyi tepat saat aku, Kayla, Peter, dan Sasa sampai di depan kelasku. Peter pun berjalan ke kelasnya.
**
Pulang sekolah, aku, Peter, Kayla, dan Sasa pulang bersama-sama dengan bus. Kami berempat asyik berbincang-bincang. Sampai-sampai, kami berempat menjadi pusat perhatian."Emang bener aku kelihatan seperti homo?" tanya Peter.
"Ya elah, tadi gue cuma bercanda, kok!" jawab Sasa.
"Oh." Peter hanya ber-oh ria.
"Kalo Sasa lagi jatuh cinta emang kadang suka ngaco," ujar Kayla keceplosan.
Sasa memandang Kayla dengan tatapan awas-lo-ya. Sementara aku hanya tersenyum kecil. Namun, entah mengapa, hatiku merasa tidak enak. Seperti ada sesuatu yang mengganjal.
Akhirnya, bus sampai di halte terdekat dari perumahanku dan Peter. Kami berdua pun turun. Sementara Kayla dan Sasa masih berada di bus, mereka turun di halte selanjutnya.
Sambil berjalan, aku dan Peter hanya mengobrol ringan. Sampai di depan rumahku, aku pun pamit dan bergegas masuk ke rumah.
**
Aku membolak-balik buku Matematikaku. Tiba-tiba, ponselku berbunyi.Peter is calling
Aku pun mengangkat telepon darinya.
"Halo, ada apa, Ter?" tanyaku.
"Apa kamu bisa ke restoran sekarang?" tanya Peter.
"Ngg-nggak. Nggak ada yang nganterin, deh kayaknya. Papa belum pulang kerja, Mama udah tidur," jawabku.
"Yaudah, aku jemput aja," kata Peter.
"Eh, ta-tapi." Telepon sudah terputus.
Aku segera mengganti pakaian rumahku dengan pakaian pergi.
Tak lama kemudian, Peter sudah menjemputku menggunakan mobil. Baru pertama kali aku melihatnya mengendarai mobil.
"Emang mau ke restoran mana, Ter?" tanyaku penasaran.
"Kamu lihat aja nanti," jawabnya sambil tersenyum. Aku memilih untuk diam.
Ternyata, Peter membawaku ke salah satu restoran bintang lima. Peter keluar dari mobil dan membukakan pintu untukku. Aku jadi tidak enak.
"Ter, kenapa kamu nggak bilang, sih, mau ke sini? Lihat, deh, bajuku," protesku. Aku memang hanya menggunakan kaos putih bergambar kupu-kupu dan celana jeans panjang. Pakaianku lebih cocok dipakai ke warung tenda.
"Udah nggak papa. Tetep cantik," kata Peter sambil menarik tanganku menuju dalam restoran.
Kami duduk di salah satu meja. Tak lama kemudian, salah satu pelayan menghampiri kami dan penanyakan pesanan. Aku memutuskan untuk memesan sirloin steak with mushroom sauce dan jus strawberry. Sementara Peter memesan tenderloin steak with barbeque sauce dan chocolate milkshake. Tak lama kemudian, pelayan tersebut pergi.
"Tumben ngajak ke sini. Sebenernya ada apa, sih, Ter?" tanyaku.
"Sebenernya aku mau ngungkapin perasaanku ke kamu," jawab Peter. Aku yang belum nyambung ke arah pembicaraannya pun mengangguk dengan tatapan penasaran. "Aku cinta sama kamu," lanjut Peter.
Deg! Jantungku berdegup lebih kencang dari sebelumnya. Sekarang, aku tau maksudnya mengajakku ke sini.
"Will you be mine?" tanya Peter sambil memegang setangkai mawar merah. Aku diam membisu, tak tau harus berbuat apa.
Ya aku mau
Tapi...
"Apapun jawaban dari kamu, kita tetap sahabat," kata Peter.
Mulutku seakan sulit sekali untuk mengucapkan sesuatu.
"Ka-kamu gini bukan karena Sasa bilangin kamu mirip homo kan?" tanyaku akhirnya.
"Ya tidaklah!" jawab Peter sambil tersenyum kecil.
"Tapi aku nggak bisa," jawabku akhirnya setelah mengumpulkan banyak keberanian.
"Kenapa?" kata Peter kaget.
"Karena.. karena Sasa suka sama kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Boy(friend) [Completed]
Ficção AdolescenteAku, si gadis kaku, yang sama sekali tidak mengenal cinta. Hingga pada suatu hari kau datang padaku. Seperti musim hujan yang tiba di daerah yang tandus. Kau memberiku secercah harapan untuk bisa mengenal cinta. Namun, ketika rasa cinta itu muncul...