Why? 2

2K 106 1
                                    

Peter meletakkan mangkuk bakso di mejaku, Kayla, dan Sasa. Tumben, biasanya ia berkumpul bersama teman-teman basketnya (Kevin dkk).

"Tumben lo bareng kita-kita," ujarku.

"Eh, ngga boleh ya?" tanya Peter sambil bersiap mengambil mangkuk baksonya kembali.

"Boleh, kok," jawab Sasa. Peter tersenyum dan duduk.

"Tumben lo bareng kita-kita," ujarku lagi dengan perkataan yang sama dengan sebelumnya.

"Kangen, hehe," jawab Peter sambil tersenyum.

Pipi Sasa langsung berubah menjadi kemerahmudaan alias brushing. Kangen? Berarti kangen gue juga dong? batin Sasa.

Kami berempat lalu menghabiskan makanan masing-masing tanpa adapun percakapan. Tidak ada yang memulai percakapan. Sebenarnya aku sudah gundah dengan suasana seperti ini, namun aku bingung ingin bicara apa.

"Dramanya kapan, sih?" tanya Sasa tiba-tiba.

"Bulan depan. Tanggal dua puluh dua. Lo bertiga ikut ya. Gratis, deh. Gue yang beliin tiketnya," jawab Peter.

Aku dan Sasa melonjak kegirangan. Sementara Kayla hanya diam sambil mengaduk-aduk baksonya. Kayla kenapa, sih? ucapku dalam hati.

"Kay, lo sakit? Gue anter ke UKS, yuk!" tanyaku pada Kayla.

"Ngg... Engga. Gue cuma lagi badmood aja. Gatau kenapa," jawab Kayla.

"Bener?" Aku memastikan. Kayla mengangguk.

"Oh ya. Sorry kayaknya gue ngga bisa ikut nonton drama," ujar Kayla tiba-tiba sambil berdiri dan meninggalkan kami.

Aku menatap punggungnya yang berjalan perlahan menuju luar kantin. Aku, Sasa, dan Peter saling bertatap mata, bingung akan keadaan seperti ini.

"Kita balik aja gimana?" usulku pada Sasa dan Peter.

"Boleh," jawab Sasa.

"Tapi, makanan gue sama sekali belum gue sentuh," protes Peter.

"Ya lo di sini aja, atau gabung sama temen lo. Gue sama Sasa mau cabut dulu," kataku.

"Ya. Oke," sahut Peter.

Aku dan Sasa berjalan menuju kelas. Kami berdua terdiam.

"Si Kay tu kenapa si? Belakangan ini dia jadi aneh gitu," ucap Sasa tiba-tiba.

"Ya gue juga ngga tau. Gue udah tanya tapi dianya ngga mau jawab. Yah, mungkin dia butuh waktu untuk nyeritain ke kita-kita. Bisa jadi masalahnya berat banget kali ya," jawabku sambil terus berjalan.

Sampai di kelas, aku dan Sasa tidak melihat batang hidung Kayla. Di mana Kayla? Eh, bahkan tasnya sudah tidak ada di bangku sebelahku.

"Si Kayla cabut?" gumamku sambil memeriksa laci Kayla. Jika barang Kayla masih ada, kemungkinan ia tidak kabur, namun jika barangnya sudah tidak ada, pasti ia kabur. Dan nyatanya, barang-barangnya sudah tidak ada di laci.

Aku memanggil Sasa yang berada tepat di belakang bangkuku.

"Sa, si Kay cabut," kataku pada Sasa.

"Serius? Berani bener tu anak," kata Sasa terkejut.

"Ntah," ujarku pelan.

Teng! Teng! Teng! Bel masuk berbunyi. Aku mengeluarkan buku-buku untuk pelajaran selanjutnya, yaitu pelajaran Bahasa Inggris.

Guru sudah memasuki kelas dan mulai mengajar. Aku berusaha untuk fokus pelajaran, tetapi pikiranmu tetap tidak bisa fokus pada materi yang disampaikan oleh Pak Ibnu. Ragaku memang di kelas, tetapi pikiranku berada di negeri antah-berantah.

Boy(friend) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang