Could You?

1.7K 86 0
                                    

Aku memandang diriku di cermin kesayanganku. Hmm, gaun selutut berwarna baby blue ini lumayan menarik. Akhirnya, setelah mengobrak-abrik lemariku, aku memutuskan untuk memakai gaun ini. Aku memakai flatshoes berwarna putih dengan manik-manik biru tua. Aku mengikat satu rambutku dengan pita biru.

Aku merias wajahku dengan make up natural. Aku memakai eyeshadow biru digradasi dengan putih. Aku memoles sedikit lipstick berwarna merah muda di atas bibirku. Tak lupa aku memakaikan blush on tipis di pipiku.

"Uh, anak Mama cantik sekali. Mau Mama antar atau jalan?" tanya Mama sekaligus memujiku.

"Jalan aja, deh, Ma. Orang rumah Peter deket banget dari sini," jawabku.

"Jangan lupa pakai eyeliner sama mascara," kata Mama mengingatkan.

"Um, pakai mascara aja, deh, Ma! Tapi nggak usah pakai eyeliner," ujarku.

Mama tersenyum dan mengoles bulu mataku yang panjang dengan mascara. Aku memandang wajahku di cermin. Baiklah, aku siap berangkat!

"Yaudah, Talia langsung ya, Ma!" pamitku.

"Ya," kata Mama. "Jangan lupa bawa kadonya!" Mama memperingatkanku.

Aku menepuk dahi dan meringis. Aku hampir saja lupa membawa kado jika tidak diingatkan oleh Mama. Aku pun menyambar kado yang sudah ku bungkus rapi. Lalu bergegas menuju rumah Peter.

Sampai di rumah Peter, ternyata sudah banyak yang datang. Dekorasi pestanya bagus sekali. Tema dekorasinya adalah lautan. Dinding ditempeli dengan wallpaper berwarna biru laut, bagus sekali. Balon-balon putih juga ikut menghiasi dinding.

Seseorang menepuk bahuku. Aku sedikit terkejut dan menengok ke arahnya. "Eh, Kayla, Kevin," sapaku sambil tersenyum.

"Hai, Tal," balas Kevin.

"Ke belakang, yuk!" ajak Kayla.

"Ngapain ke toilet?" tanyaku bingung.

Kayla memutar bola matanya. "Maksud gue, belakang dalam artian benar-benar belakang, bukan toilet."

Aku tertawa kecil. Aku, Kayla, dan Kevin pun berjalan menuju belakang rumah Peter. Aku baru pertama kali ke belakang rumahnya. Selama ini, jika aku berkunjung ke rumahnya, aku hanya di ruang tamu, ruang keluarga, dapur, atau kamar Peter.

Wah, ternyata bagus sekali! Lilin tampak menghiasi tepian kolam renang. Air kolam renang bergerak lembut. Air kolam renang yang tenang itu ditaburi balon-balon.

Namun, di antara keramaian, aku mencari satu orang. Peter. Aku belum melihatnya sejak tadi. Di mana bule itu?

"Peter mana, sih?" tanyaku pada Kayla dan Kevin.

"Gue juga ngg-" Ucapan Kevin terpotong oleh ucapan seseorang yang baru saja datang.

"Cie, nyariin gue," ejek orang itu dengan suara khas yang aku kenali. Aku menengok dan tersenyum malu.

"Geer lo ah. Ya kan yang ulang tahun lo. Masa dari tadi nggak muncul-muncul," kataku beralasan.

"Um, selamat ulang tahun ya, Ter. Hmm, maaf kadonya cuma bisa kasih itu. Ntar lo bukanya pas udah selesai pesta aja," ujarku sambil menyerahkan kado yang sedari tadi aku genggam.

Peter menerima kado itu. "Iya. Makasih banget ya, Tal. Nggak papa, Tal. Kehadiran lo di sini aja udah bikin gue seneng." Aku hanya bisa tersenyum kecil untuk menanggapi Peter.

"Selamat ulang tahun, Ter!" seru Kayla dan Kevin bersamaan. Peter tersenyum lebar.

"Makasih," kata Peter sambil tersenyum. Peter ber-tos ria dengan Kevin.

"Ini kado dari gue sama Kevin. Eits, tenang aja, isinya dua kok," ucap Kayla sambil menyerahkan kado. Peter menerima kado itu.

"Iya, iya, tau yang udah taken," cibir Peter. Aku, Peter, Kayla, dan Kevin tertawa bersama.

Tawaku tiba-tiba terhenti saat tersadar akan suatu hal. "Ter, lo udah jemput Sasa belum?" tanyaku.

"Oh, iya, belum. Hehe." Peter meringis.

"Mau jemput jam berapa?" tanyaku.

"Sekarang aja, deh! Keburu gue lupa," kata Peter. "Gue cabut dulu, ya! Kalian silakan menikmati makannya," pamit Peter padaku, Kayla, dan Kevin. Tentu saja, aku, Kayla, dan Kevin mengangguk.

"Ati-ati ya, Ter!" seru Kevin saat Peter mulai menghilang dari balik pintu. Peter tersenyum dan mengacungkan jempol.

Aku, Kayla, dan Kevin pun berburu makanan. Kami mengobrol dengan teman-teman yang lain.

Mataku tidak sengaja melihat salah seorang gadis di antara kerumunan orang-orang. Tentu saja, pakaian yang ia kenakan pasti menarik perhatian orang-orang. Ia menggunakan gaun semata kaki berwarna merah menyala. Ia juga menggunakan sepatu dan anting-antingnya dengan warna senada. Ia mengenakan mahkota berwarna emas dengan taburan berlian. Ditambah lagi dengan make up yang mempercantik dirinya. Ia sepertinya menggunakan kontak lensa karena matanya berwarna biru, padahal mata aslinya berwarna cokelat.

Aku menyenggol Kayla dan Kevin. "Vin, kata lo Peter cuma ngundang anak IPA doang," bisikku.

"Iya emang. Kenapa?" tanya Kevin. Aku menggerakkan kepala seolah menunjuk Calista.

"Mungkin Calista sama Peter deket. Soalnya kayaknya dia satu-satunya anak IPS yang diundang," kata Kevin.

Aku menelan ludah. Perih.

Seolah mengerti pikiranku, Kayla berkata, "Tenang aja, Tal. Calista nggak sedeket lo sama Peter."

"Ta-tapi dia pernah pacaran kan, sama Peter?" kataku dengan suara parau.

"Ah, lo jangan percaya sama gosip begituan. Gosip murah itu mah," kata Kevin santai. Aku terdiam sejenak dan mengangguk kecil.

1 jam kemudian...

Aku melihat-lihat sekitar. Peter dari tadi belum pulang?

"Peter belum balik habis jemput Sasa, ya? Kok lama banget, sih?" tanyaku.

"Mungkin macet," jawab Kevin.

"Setau gue rumahnya Sasa lumayan deket kok, dari sini," kataku.

"Udah, tenang aja. Palingan juga bentar lagi balik," ucap Kevin.

Aku berusaha menghilangkan pikiran buruk dari otakku. Tapi entah mengapa, perasanku masih tidak enak.

Aku pun mengambil secup es krim untuk meredakan rasa khawatirku. Namun, saat sedang berjalan menuju meja, tiba-tiba mengkuk tersebut jatuh dan pecah. Sontak aku terkejut. Aku pun meminta pembantu Peter untuk membersihkan pecahannya.

"Kay, kok perasaan gue nggak enak, ya?"

Boy(friend) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang