Hal baru bukanlah sesuatu yang sukar tuk diarungi. Cobalah dan rasakan. Lalu tetapkanlah pilihan untuk melanjutkannya atau menghentikannya.
~~♡☆♡~~
Sejenak, Aku terpaku dihadapan Gerbang besar itu. Mataku terfokus pada tulisan yang terpampang di atasanya.
'HIDAYATULLAH'
Inilah Sekolah baruku. Sebuah Pesantren yang letaknya sangat jauh dari desa dimana aku dan keluargaku menetap saat ini. Membutuhkan waktu 2 sampai 3 jam untuk sampai ke tempat ini. Tentu saja itu adalah Perjalanan yang cukup melelahkan bagiku. Namun, begitu aku menginjakkan kaki di tanahnya, seperti ada angin segar yang berhembus masuk ke tubuhku hingga menembus ke rongga dadaku. Begitu menyejukkan. Hati ini juga terasa sangat damai.
Aku tak mengerti dengan apa yang terjadi padaku. Yang ku tahu, aku merasa sangat nyaman berada di tempat ini. Dan seulus senyuman akhirnya mengembang di bibirku.
Kembali ku teringat pada kejadian beberapa jam lalu dimana aku tak pernah sekalipun melukiskan senyuman itu. Aku merasa lelah. Aku tak mau lagi mengulanginya. Namun Umi dan kak Hafidz terus saja membujukku.
"Ayolah Nisa. Jangan keras kepala seperti ini. Kamu kan adik kakak yang paling manis."
"Iya Sayang. Anak Umi yang paling cantik ini kan rajin, patuh dan selalu menurut apa kata orang tua. Iya kan."
Itulah beberapa rayuan yang mereka keluarkan saat membujukku. Dan masih jelas sekali teringat bagaimana ekspresiku kala itu.
"Nggak mau ahh Umi. Aku lelah. Boleh tidak kalau besok aja aku ke Pesantrennya."
Raut wajahku saat itu sudah sangat tak beraturan. Namun dengan sabarnya kak Hafidz dan Umi terus saja membujukku hingga saat ini aku berada di sini.
"Nisa, ayo masuk." Suara lembut Kakak Hafidz kembali menyadaranku. Itu adalah panggilan ke dua setelah tadi dirinya berbincang-bincang sejenak dengan salah seorang Pembina di pondok pesantren itu. Namanya Ihwan Arifin. Ustadz muda yang menurutku sangat tampan itu tersenyum kepadaku.
"Assalamu Alaikum, Nisa." Sapanya.
"Wa'alaikum Salam, Ustadz." Jawabku disertai senyuman pula.
"Ayo, silahkan masuk. Semoga saja kamu betah yah menjadi bagian dari Pesantren ini."
Aku kembali tersenyum padanya. Langkah kakiku bergerak mengikuti langkahnya. Kak Hafidz mengikuti kami dengan menyeret sebuah koper besar berwarna Biru. Yah, sudah pasti itu adalah Koperku.
Ustadz Ihwan mengajak kami berkeliling Pondok. Aku dan kak Hafidz diperkenalkan kepada seluruh staf pembina pesantren. Semuanya tersenyum ramah padaku, aku pun balas tersenyum manis kepada mereka. Dan sejauh ini, aku merasa lebih baik dari sebelumnya.
Dan tibalah kami disebuah ruangan yang ku ketahui adalah ruangan pendiri Pesantren ini. Seorang Kiai dengan sorban yang menutupi punggungnya duduk di salah satu sofa dalam ruangan itu. Beliau menyambut kami dengan senyum yang meneduhkan. Kami dipersilahkan masuk ke ruangannya.
Setelah berkenal dengan beliau, Aku diajak oleh salah seorang Wanita cantik yang bernama Ayda Khalysta. Ustadzah cantik itu adalah kepala pembina di Asrama putri. Sudah ku duga sejak pertama kali melihatnya, Aura kepemimpinannya begitu kuat. Namun sikap manis dan kelemah lembutannya juga masih sangat mendominasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam Diam
DiversosTim Author : Hasna_Anna Jawara Indonesia Arena-1 Tim Rabu Berawal dari suara Hati ini bergetar untuk pertama kalinya Saat dimana bait-bait adzan itu dikumandangkan Dan saat dimana ayat-ayat suci itu dilantunkan dengan begitu merdunya Disitulah hati...