Chapter 8 - Ternyata, Mereka orang Yang Sama.

430 25 0
                                    

Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Libur Panjang akhirnya datang juga. Seluruh penghuni Pondok Pesantren HIDAYATULLAH tentu saja sangat bergembira menyambutnya. Selama dua minggu ke depan, mereka dapat bebas melakukan aktifas di luar bersama keluarga tercinta. Segala rutinitas harian yang mereka jalani selama berada di Asrama yang cukup membuat kepala terasa penuh juga dapat terbebaskan untuk sementara.

Dan di hari ini, tepat dimana seluruh Santriwati dipulangkan setelah kemarin adalah jadwal pemulangan untuk para Santriwan. Semuanya begitu antusias menyambutnya. Terlebih Nisa dan Husnah.

"Alhamduillah. Akhirnya penantianku selama enam bulan ini tercapai juga. Aku seneng banget, Nisa. Aku udah kangeeeenn banget sama Ayah dan Bunda." Husnah Berseru seraya memasukkan barang-barangnya ke dalam Koper.

Nisa tersenyum kearah sahabatnya itu. Raut wajah Husnah yang betul-betul nampak sangat gembira membuatnya juga ikut bahagia. Dia tau betul bagaimana senangnya hati Husnah sebab dia sendiri pun merasakannya. Meski ia baru dua bulan berada dalam Asrama, tapi rasa rindunya itu sudah sangat membuncah. Apalagi Husnah yang sudah enam bulan tak bertemu keluarganya.

Berbicara tentang Rindu. Sosok pertama yang sangat ia rindukan adalah Kak Hafidz. Bukannya dia tak merindukan Abah dan Uminya. Tapi diantara mereka bertiga hanya kak Hafidz lah yah menurutnya sangat memahami dirinya. Dan selama ini juga dia lebih banyak menghabiskan waktunya bersama Kakak satu-satunya itu.

Ayahnya, Abah Firdaus, selalu sibuk dengan urusannya di Kantor Dinas. Dan ibunya, Umi Kalsum, sibuk dengan beberapa bisnisnya di luar kota juga urusan keagamaan seperti Majelis Ta'lim dan Segala macam Pengajiannya yang membuatnya jarang berada di rumah.

Namun, Faktor kesibukan kedua orang tuanya itu tak lantas membuat Nisa kehilangan sosok Figur Ayah dan Ibunya karna hafidz selalu bisa membuatnya merasakan kehadiran mereka. Jarak usianya yang terpaut cukup jauh yaitu Delapan tahun, membuat Hafidz sangat mudah memasuki peran Abah dan uminya. Dan Nisa sangat Nyaman berada disisi Kakaknya selama ini.

"Nis,"

"Ya, Husnah."

"Kamu pulangnya sendiri yah?"

Nisa mengangkat wajahnya menatap Husnah. "Iya. Memangnya Kenapa?"

"Nggak. Aku fikir kamu dijemput sama Kak Hafidz."

Nisa tersenyum gemas kala melihat rona malu-malu itu di kedua belah pipi Husnah ketika menyebut nama Kakaknya.

"Kak Hafidz sekarang tidak di Bandung, Husnah. Dia ada di Jakarta." Jawabnya.

"Jakarta? Untuk apa kak Hafidz ke Sana?"

"Ada urusan kuliahnya yang harus dia selesaikan. Masalah kepindahannya ke Bandung."

"Ohh.." Husnah mengangguk paham, kembali ia memasukkan barang-barangnya ke dalam koper.

Sesaat keheningan menguasai kamar mereka hingga suara Adzan Dzuhur mulai terdengar.

الله اَكْبَرُ ،الله اَكْبَرُ - الله اَكْبَرُ ،الله اَكْبَرُ...

"Emyl." Lirih batin Nisa ceria. Dia sudah sangat hapal dengan suara itu.

"Kok Emyl sih yang Adzan. Apa Ridwan udah Pulang yah?"

Nisa mengendikkan bahunya mendengar pertanyaan Husnah. Dia tak tahu-menahu soal itu. Tapi, pertanyaan itu membuatnya terdiam sejenak. "Apa kemarin Emyl belum pulang yah? "Batinnya.

Cinta Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang