"Assalamu 'Alaikum."
"Wa'alaikum Salam." Nisa tertengung ketika melihat siapa yang berada dibalik pintu rumahnya.
"Kanaya." Pekiknya setengah tak percaya. Namun tak urung ia memeluk sahabat tersayangnya itu.
"Ya Allah, Aya. ini teh beneran kamu?"
Kanaya sedikit heran mendengar logat bicara Nisa yang sudah berubah. Belum cukup setengah tahun, tapi sepertinya sahabatnya ini sudah sangat beradaptasi dengan lingkungan barunya.
"Ya beneran Aku Atuh. Memang siapa lagi." Kanaya tertawa karna merasa sedikit aneh mengimbangi gaya bicara Nisa. Dia memang bukanlah menetap di Bandung, tapi sedikit banyak logat dan bahasanya ia kuasai sebab keluarga Paman dari Ayahnya tumbuh dan besar di Kota ini.
Nisa ikut tertawa. "Masuk Yuk."
Setelah memberi tahu Abah, Umi dan Kak Hafidz tentang kedatangan Kayana dan Kanaya pun cukup lama berbincang-bincang dengan mereka, Nisa langsung mengajak sahabatnya itu masuk ke dalam Kamarnya. Di dalam sana, segala hal pun terjadi. Mulai dari menceritakan pengalamannya selama berada di Bandung, memperlihatkan koleksi-koleksi buku bacaannya yang baru, sampai Curhat Colongan yang pastinya tak akan mereka lewatkan begitu saja.
Nisa bercerita banyak tentang Husnah, seperti apa sifat sahabat barunya yang baik hati itu, juga segala tingkah lakunya yang tak akan membuat orang bosan berada didekatnya. Kanaya sampai penasaran tingkat Dewi ingin melihat langsung seperti apa sih sosok Sahabat baru Sahabatnya itu.
"Janji yah, Nanti kalau aku datang ke sini lagi kamu ketemuin aku dengan Husnah." Kata Kanaya kembali mengingatkan.
"Siap nyonya. Ehh, tapi kalau mau ke sini kasih kabar dong. Jangan langsung main muncul gitu aja di depan mata. Kan bikin Syock."
Kanaya tertawa seraya mengacungkan jempolnya. Kedua matanya kemudian berhasil menangkap benda asing yang ada dalam kamar Sahabatnya itu, sebuah buku kecil bersampul biru muda tergeletak disamping Nisa. Sepertinya itu Buku Diary, pikirnya.
"Nis?"
"Hmm. Apa?"
"Sejak kapan kamu nulis Diary?"
Mata Nisa terbelak. Secepat kilat ia langsung menyambar Diary-nya sebelum Kanaya berhasil mengambilnya.
"Lho, kok disembunyiin sih? Hmm.. aku tau nih, pasti di dalamnya ada curhatan tentang Cowok kan?" Kanaya berkedip-kedip, mencoba menggoda Nisa. Seketika itu juga pipi Nisa Merona.
"Ihh, apaan sih. Nggak lah."
"Hmm.. jangan bohong deh. Itu, pipi kamu udah merah." Kanaya tertawa membuat wajah Nisa semakin memerah saja.
"Cerita atuh, Nis. Masa kamu biarin sih ada rahasia diantara kita."
Nisa tetap mengelak. Bukannya tak percaya pada Kanaya, tapi dia malu jika harus menceritakan soal Emyl. Tapi dengan kelihaian Kanaya dalam membujuk sahabatnya itu, pada Akhirnya Nisa menceritakannya, meski masih dengan keraguan dan juga malu-malu.
"Hmm.. ciee.. sepertinya ada yang CinLok nih." Kanaya lagi-lagi menggoda Nisa. Membuat Pipi Nisa semakin merona saja.
"Ihh apaan sih, Aya. Siapa juga yang CinLok. Aku kan cuman Kagum. K-A-G-U-M. KAGUM. Itu aja. Nggak lebih kok." Meski berkata demikian, tapi sebagian sisi hati Nisa menolak penuturannya itu. Sepertinya memang benar, ada benih cinta yang mulai tumbuh di hatinya.
"Hmm.. nggak usah bohong deh. Muka kamu udah merah banget tahu."
"Ihh.. apaan sih kamu, Aya."
Nisa semakin menyembunyikan wajah malunya, sedang Kanaya terus saja tertawa. Merasa gemas, sesekali ia mencubiti pipi Nisa yang pada akhirnya membuat Nisa menjerit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam Diam
NezařaditelnéTim Author : Hasna_Anna Jawara Indonesia Arena-1 Tim Rabu Berawal dari suara Hati ini bergetar untuk pertama kalinya Saat dimana bait-bait adzan itu dikumandangkan Dan saat dimana ayat-ayat suci itu dilantunkan dengan begitu merdunya Disitulah hati...