15

4.2K 333 14
                                    

Sebelumnya

Aku membolak-balik amplop ungu yang sudah setengah koyak itu.

Kau jangan membuatku bingung sendiri seperti ini! Sebenarnya siapa yang mengirimmu?

Aku tidak ingin ada yang mengganggu hubunganku dengan Chanyeol. Aku ingin selalu baik-baik saja dengannya. Aku berniat menyembunyikan ini semua dari Chanyeol. Sebab kalau dia sampai tahu, mungkin dia akan syok. Aku tidak ingin membuatnya khawatir. Ditambah penyakitnya yang setiap saat bisa kambuh. Aku tidak mau sesuatu yang buruk terjadi. Aku harus mencari jalan keluar, menyelesaikan masalah ini sendiri, secepat mungkin, sebelum Chanyeol mengetahuinya.

Back to story

Aku menemukannya lagi. Surat-suarat itu. Ini sudah yang ketiga kalinya. Aku pun berniat menceritakannya pada Kyungsoo karena dialah satu-satunya yang melihat aku dengan surat-surat itu. Ia pasti punya jalan keluar untuk membantuku menghentikan kegilaan orang yang meneroroku dengan surat-surat loker menyebalkan ini.

"Memang sebaikanya kau jangan katakan pada Chanyeol." Kyungsoo sejalan dengan pikiranku.

"Ne. Itu sudah pasti. Tapi yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana menemukan pelaku penulis surat-surat ini? Menghentikan perbuatannya! Aku takut semakin parah kalau tetap dibiarkan."

"Ya sudah! Kau tenang saja, Baekhyun-ah, aku pasti akan membantumu. Dan untuk anak-anak yang lain, sepertinya kita tidak harus mengatakan ini pada mereka. Semakin sedikit yang tahu, semakin aman berita ini dari tangan Chanyeol."

"Yap!" Aku mengangguk mantap.

Skip
🍓🍓🍓🍓🍓🍓🍓

Taman bunga anyelir. Semilar angin menghembuskan aroma wewangian yang khas. Tubuhku menampak penuh di rerumputan, memandangi langit musim semi.

Ah, sudah musim semi saja.

Sampai sekarang, aku masih mengendalikan keadaan. Chanyeol belum tahu soal surat-surat misterius itu. Akupun tengah menyelidiki siapa sebenarnya dalang dari kejadian konyol ini. Tentu saja dengan bantuan Kyungsoo. Tapi sekarang, di tambah trio usil lainnya, Sehun, Luhan, dan Jong In. Sangat sulit melakukan penyelidikan tanpa ketahuan mereka. Jadi aku biarkan mereka ikut campur tangan.

"Kau memikirkan apa?" Tanya Chanyeol saat kami berdampingan tiduran di atas rumput.

"Emmm, tidak memikirkan apa-apa."

Kebisuanku membaut Chanyeol bertanya-tanya. Aku terlalu cemas menunggu konfirmasi Kyungsoo dan yang lain, jadi aku tidak terlalu memperhatikan Chanyeol.

"Kau sudang membuat janji lain?" Imbuh Chanyeol sambil meneliti wajahku.

"Ah, opsoyo! Janjiku hanya denganmu Chanyeol-ah sore ini."

"Oh, syukurlah kalau begitu." Chanyeol mengambil posisi menatap langit lagi.

Beberapa saat, kami saling terdiam.

"Baekki-ya, apa kau peraya takdir?" Tiba-tiba Chanyeol bertanya seperti itu.

"Takdir?"

"Ne. Ada sesuatu yang mempertemukan kita. Tidak mungkin kan kau begitu saja membalas suratku kemudian kita saling bersahabat kalau tidak ada takdir yang mengatur."

Aku teringat saat pertama kali menemukan surat Chanyeol di stasiun. Bagaimana aku, seakan tanpa paksa, membalas pesan dari orang aneh yang bernama Yeolli. Dan sekarang, namja itu di sampingku. Ah, jalan yang begitu panjang hingga sampai sejauh ini.

"Kalau kau tidak menemukan suratku, pasti kau tidak akan membalasnya. Jika kau tidak membalasnya, tentu saja aku tidak akan mengenalmu. Kalau aku tidak mengenalmu, tidak mungkin aku ke Busan. Kalau aku tidak ke Busan, kau tidak akan menjadi kekasihku. Emmm, kenapa semua seakan mengalir begitu saja? Aku merasa ini memang takdir," jelas Chanyeol dengan terbelit-belit.

Aku sudah paham dengan maksud Chanyeol hanya mengangguk-angguk.

"Lalu kalau ini takdir, apa yang harus kita lakukan terhadapnya?"

"Tidak perlu melakukan apa-apa. Cukup ikuti saja."

"Ya, mana bisa begitu?" Aku bangkit mengambil posisi duduk dan memandangi Chanyeol.

"Memangnya kenapa?"

"Aku hanya tidak bisa terima saat kau bilang untuk mengikuti takdir saja. Itu semacam orang tidak mau keluar dari kolam lumpur," celetukku spontan.

"Kolam lumpur?" Chanyeol tersenyum simpul.

"Itu cuma istilah." Aku garuk-garuk kepala. Malu.

"Emmmm.."

Chanyeol bangkit dari posisi berbaringnya, beralih memandangiku dengan tangan di bawah dagu. Sepertinya dia ingin aku menjabarkan lebih detail tentang pendapatku tadi.

Aku menyibakkan rambutku ke belakang telingan, lalu menarik napas panjang.

"Sekarang begini. Seandainya takdir itu tidak ada, apa yang akan kita lakukan?"

"Entahlah. Menurutmu bagaimana?"

"Kalau takdir itu tidak ada, kita buat takdir itu sendiri. Kita cari jalan kita untuk membangun takdir. Kearah mana kita akan bahagia, ke sudut mana  kita bisa menjadi orang yang berguna." Entah kejatuhan ilham dari mana, kata-kataku terdengar meyakinkan.

"Sepertinya kali ini aku setuju denganmu."

"Jeongmal?" Aku terperangah.

"Lalu takdir seperti apa ya yang akan kita bangun?"

Pertanyaan Chanyeol seperti sebuah tusukan menyenangkan di jantungku. Tidak sakit, tapi sebaliknya.

"Bagaimana dengan hisup bahagia selamanya bersamaku?" Usulku bersemangat.

"Baikalah. Takdir itu yang akan kita jalani."

"Kalau begitu, ayo kita lakukan! Kapan kita memulainya?"

"Mulai? Kurasa kita sudah memulainya saat kau pertama kali menemukan suratku, Baekkie-ya." Chanyeol mengacak rambutku.

"Kau sudah membangun takdirmu bersamaku saat kau memutuskan membalas suratku."

Aku semakin tenganga mendengar kata-kaya Chanyeol. Mungkin ada benarnya juga. Aku baru sadar ternyata aku sudah membangunnya sejak awal. Kenapa ini terjadi begitu saja tanpa kusadari? Apa ini takdir? Maksudku, apa ini takdir yang aku buat?

"Senang berjumpa denganmu, Baekkie-ya"

Chanyeol selalu membuatku terpesona. Entah dengan kata-katanya, senyumnya, juga tingkahnya. Dan yang paling aku suka adalah....








































Tbc

Farewell ~ CHANBAEK GS [Remake]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang