ZARA DAN ZAFRAN

46 1 0
                                    

ZARA

Seperti hari biasanya, sore ini aku duduk sendirian di sebuah bangku taman di area kampus sambil membaca novel yang sudah aku baca berkali-kali. Aku tidak bosan membacanya, bahkan setelah puluhan kali aku membacanya. Ceritanya menarik. Tentang seorang wanita yang dapat melakukan apapun yang ia inginkan. Sungguh menarik. Hal-hal yang tidak terjadi dalam hidupku, terjadi padanya. Hal-hal yang ku inginkan, dapat ia capai dengan mudah.

Aku melirik jam tanganku sekilas. Pukul 16.30. Dari tempatku duduk, keramaian jalanan ibukota mulai terlihat. Suara klakson dan suara mesin silih berganti memenuhi langit sore jakarta. Aku menghela napas. Lagi-lagi aku harus menunggunya. Dari kejauhan aku melihat seorang pria tersenyum dan setengah berlari menghampiriku. Aku tak bergeming dari bangku taman yang sudah aku duduki sejak 2 jam yang lalu. Hanya menatap datar pria tersebut. Tanpa aba-aba ia langsung duduk di sampingku. Nafasnya terengah menunjukkan ia berusaha secepat mungkin untuk tiba disini.

"Maaf, Zar. Kelamaan ya nunggunya?" Ucap pria tersebut sambil mengatur nafasnya.

Ia adalah Zafran, bukan kekasihku. Ia kembaranku. Kembaranku yang luar biasa. Kembaranku yang tak akan mampu aku tandingi.

Aku bangkit dari dudukku dan berjalan menuju parkiran. Zafran menyusulku dan berjalan disampingku. Ia mengambil buku-buku yang berada di tanganku dan membawanya. Aku memperlambat langkahku dan menatapnya. Zafran menyadari langkahku yang melambat. Ia tersenyum menatapku sekilas dan berjalan di tempat agar ia tetap dapat berjalan berdampingan denganku.

Zafran mengambil kunci mobil dari kantong celana jeansnya sementara tangan kirinya masih memegang buku-buku milikku. Ia menekan salah satu tombol dan membukakan pintu untukku. Selalu seperti itu sejak ia bisa mengendarai mobil, tepatnya sejak kelas 1 SMA. Aku masuk ke dalam mobil, kemudian Zafran menutup pintunya dan memutar untuk duduk dibalik kemudi setelah sebelumnya ia membuka pintu belakang untuk meletakkan buku-buku milikku dan tasnya.

"Mau kemana sekarang kita, tuan putri? Saya siap mengantarkan tuan putri kemanapun tuan putri ingin pergi." Tanyanya sambil menyalakan mesin mobil.

Aku menatap mobil-mobil yang masih terparkir rapi di hadapanku. "Pulang."

Aku dapat melihat Zafran mengerutkan keningnya dari ekor mataku. Kemudian ia menghela napas dan mobil mulai berjalan menjauhi area parkir.

***

ZAFRAN

            Hari ini, lo menunggu gue lagi. Dan rasa bersalah itu pun datang ketika gue melihat lo duduk sendirian di bangku taman itu. Lo adalah adik paling penurut sedunia. Meskipun lo bisa saja pergi meninggalkan gue yang selalu membuat lo menunggu di bangku taman itu, tapi lagi-lagi, seperti hari kemarin, dan hari kemarinnya lagi, dan hari-hari sebelumnya, dan bahkan sejak gue dan lo menginjakkan kaki di universitas ini, lo masih duduk di bangku taman yang sama, menunggu sampai gue tiba.

            "Maaf, Zar. Kelamaan ya nunggunya?"

            Lo tidak memperdulikan pertanyaan gue dan justru berjalan meninggalkan gue. Tapi gue tahu dan sangat tahu bahwa lo tidak marah karena harus menunggu gue. Lo tidak marah dan bahkan tidak pernah marah pada siapapun. Jangankan marah, menunjukkan ekspresi saja bisa dihitung jari. Gue tidak tahu apa dulu waktu kita berada di dalam perut Mama, segala macam ekspresi hanya diberikan pada gue.

            Zara adalah adik yang paling luar biasa. Dia adalah wanita kedua yang selalu menjadi prioritas gue, setelah Mama. Dan hal itu selalu menjadi masalah untuk pacar gue. Gue sudah berpacaran 8 kali sejak kelas 1 SMP. 5 diantaranya berpisah karena merasa cemburu dengan Zara. Dan hal itu justru membuat mantan-mantan gue memusuhi Zara, bahkan menghasut orang lain untuk membenci Zara. Mungkin karena itu Zara selalu sendiri. Atau mungkin tidak.

            Jangan salah paham. Gue bukan playboy yang selalu gonta-ganti wanita. Mereka yang memutuskan hubungan dengan beralasan Zara, kemudian mereka juga yang memberikan julukan cowok brengsek pada gue. Bahkan sampai umur gue 20 tahun sekarang ini, gue masih tidak memahami alasan mereka menganggap gue brengsek.

Sweet PeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang