"Kalau begitu, perkuliahan hari ini sampai disini saja ya." Ucap dosen yang mengajar di kelas Zara dan berjalan keluar ruangan.
"Terima kasih, Pak." Semua mahasiswa mengucap bersamaan.
Zara sedang merapikan buku-bukunya ketika Terry menghampirinya. "Zar, cowok yang kemarin sore di lobby siapa? Pacar lo ya?" Terry sengaja mengeraskan suaranya hingga seluruh mahasiswa yang berada di ruang tersebut mampu mendengarnya. Beberapa dari mereka bahkan kembali duduk karena mendengar suara Terry. Mereka menganggap akan terjadi hal yang menarik dan patut untuk ditonton. Tentu saja Terry sengaja mengeraskan suaranya agar Mirza mendengarnya.
Zara melirik Terry sekilas kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya. Melihat Zara yang tidak meresponnya, membuat Terry kesal. Ia berpikir sejenak untuk kembali memancing Zara. "Jadi selama ini ternyata lo udah punya pacar ya? Makanya lo nolak Mirza waktu itu? Harusnya lo menolak Mirza dengan tegas dong kalau emang udah punya pacar. Atau lo sengaja ya mau jadiin Mirza sebagai selingkuhan lo?"
Mirza yang sebelumnya hanya mendengar namun tidak menatap Terry, kini beralih dan menatap Terry tajam. "Maksud lo apa ngomong kayak gitu?" Mirza bangkit dari kursinya dan menghampiri Terry.
Terry membelalakkan matanya ketika menyadari Mirza menghampirinya. "Gue..... engga maksud..... apa-apa. Gue cuma..... mau ngasih tau ke Zara..... kalau sikap Zara ke lo itu salah."
Mirza menyipitkan matanya dan menatap Terry tanpa kedip. "Gue memang ditolak sama Zara. Asumsi dari mana sampai lo berpikir Zara mau jadiin gue selingkuhannya?"
Terry yang merasa diserang balik dengan kalimatnya, tidak bisa tinggal diam. Ia tidak ingin harga dirinya hancur. Terry menelan ludah untuk menghilangkan rasa takutnya. "Gini ya gue jelasin. Zara itu kan seolah-olah menggantungkan lo. Dia engga menolak lo secara tegas. Padahal dia udah punya pacar. Gitu kan, Zar?" Terry melihat Zara sekilas.
Zara selesai merapikan bukunya dan bersiap untuk bangkit dari duduknya. Namun ia sadar bahwa Terry dan Mirza menghalanginya untuk bergerak. Zara menatap Terry dan Mirza bergantian.
"Zara engga menggantungkan gue. Lagian apa urusannya sama lo sih, Ter?" Tanya Mirza.
"Tahu lo!" Tatiana mengiyakan Mirza.
Terry menggigit bibirnya dan menatap sekeliling. Seluruh mahasiswa yang berada dalam ruangan tersebut menatap ke arahnya. "Gue itu mau belain lo, Mir."
"Duh, Ter. Lo malu-maluin tahu engga." Tatiana menatap Terry tajam.
Terry menatap Tatiana kesal. "Apa maksud lo?"
Tatiana tersenyum. "Lo kayak gini cuma gara-gara cowok. Nyadar engga? Udah tua kali ah. Bukan anak SMA lagi yang labrak-labrakan cuma gara-gara cowok."
Wajah Terry memerah menahan amarah.
Zara bangkit dari duduknya dan menabrak Mirza dan Terry. Zara menarik lengan Tatiana diikuti oleh Deeva.
Deeva membalikkan badannya kepada seluruh teman-teman yang masih menikmati kejadian tersebut. "Mohon maaf atas ketidaknyamanannya ya, guys." Deeva tersenyum sekilas kemudian berlalu mengikuti Zara dan Tatiana. Terry menatap kepergian Zara, Tatiana dan Deeva sementara Mirza menatap Terry tajam.
"Lo engga perlu melakukan ini semua, Ter." Mirza membuka mulutnya setelah Zara, Tatiana dan Deeva benar-benar hilang dari hadapan mereka.
Terry menatap Mirza. Ia merasa sudah tidak perlu malu lagi karena semuanya sudah terjadi. "Gue cuma pengen lo sadar cewek kayak apa Zara itu."
Mirza memutar kedua bola matanya. Ia tersenyum sekilas. "Lo justru menunjukkan cewek kayak apa lo sebenarnya."
Terry yang sudah tidak tahan dengan amarahnya, menampar Mirza tepat di wajahnya. "Gue benar-benar bodoh pernah suka sama cowok brengsek kayak lo." Terry berlalu keluar dari ruang kelas tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Pea
Romance[ON GOING] "Ia adalah Zafran, bukan kekasihku. Ia kembaranku. Kembaranku yang luar biasa. Kembaranku yang tak akan mampu aku tandingi." - Zara yang dunianya berhenti. "Zara adalah adik yang paling luar biasa. Dia adalah wanita kedua yang selalu menj...