Disinilah Zara dan Arfan berada, taman yang berada didekat rumah Arfan, tempat mereka bertemu kemarin. Karena sepanjang perjalanan Zara tidak mengeluarkan sepatah katapun meskipun Arfan bertanya, akhirnya Arfan memutuskan untuk membawa Zara ke taman tersebut.
Zara dan Arfan duduk bersama di bangku yang kemarin mereka tempati.
"Gue kan udah bilang, gue lagi pengen sendiri." Ucapnya pada Arfan.
Arfan berpikir sejenak. Kemudian ia berlalu menuju mobilnya.
Zara mengerutkan keningnya. Ia tidak menyangka Arfan akan menuruti kata-katanya. Terukir senyum sekilas di bibir Zara.
Namun Zara telah salah memahami. Arfan justru kembali lagi dan duduk tepat disampingnya.
"Gue kan udah bilang....." Zara menghentikan kalimatnya karena Arfan menunjukkan headset pada Zara.
"Tenang aja. Anggap aja saya engga ada." Arfan memasangkan headset tersebut ke kedua telinganya.
Zara memperhatikan apa yang Arfan lakukan kemudian menatap danau di hadapannya. Zara menarik napas dalam-dalam. Ia melirik sekilas ke Arfan yang sedang asyik mengangguk-angguk menikmati alunan musik dengan menggunakan headset tersebut.
Zara menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia ingin sekali menghempaskan sesak di dadanya. Zara menatap kosong danau di hadapannya.
"Gue lelah. Gue lelah untuk terus berpura-pura kalau gue baik-baik saja. Gue lelah terus-terusan berada di bayangan gue sendiri. Gue ingin seperti mereka. Gue....." Pandangan Zara terasa memudar karena air mata yang menumpuk di pelupuk matanya.
Arfan terdiam. Meskipun ia menggunakan headset namun ia masih dapat mendengar kalimat-kalimat Zara.
Zara menghela napasnya dan menatap Arfan. Arfan yang menyadari bahwa Zara menatapnya, berpura-pura seolah sedang mendengarkan musik.
"Gue tahu kok kalau lo bisa dengar semuanya." Zara masih menatap Arfan. Arfan menggigit bibirnya namun tetap berpura-pura menikmati musik.
Zara melepaskan headset dari telinga kiri Arfan. Arfan menatap Zara dengan tanda tanya. "Lo dengar kan?"
Arfan mengangkat alisnya. "Dengar apa?"
Zara menajamkan matanya. "Lo dengar kan apa yang gue bilang tadi?"
Arfan menggigit bibirnya kemudian tersenyum merasa bersalah. "Saya siap kok jadi tempat Kakak mencurahkan segala hal yang udah engga sanggup Kakak simpan sendiri. Dan Kakak bisa jadi apapun yang Kakak mau saat bersama saya. Kakak bisa menjadi Zara yang Kakak inginkan."
Zara mengalihkan pandangannya dan menatap danau di hadapannya. "Lo benar-benar dengar semuanya."
Arfan menggenggam tangan Zara. "Kakak tahu? Yang sekarang Kakak butuhkan adalah tempat untuk bersandar. Karena Kakak udah terlalu lama berdiri sendiri dengan kedua kaki Kakak."
Zara menatap Arfan tajam. "Sok tahu."
Arfan tertawa sekilas. "Mungkin saya memang sok tahu. Tapi saya bisa merasakan apa yang Kakak rasakan."
Zara menatap Arfan dengan tanda tanya.
"Engga kok. Saya engga pernah merasakan hal yang Kakak rasakan saat ini. Tapi saya bisa merasakan semua beban yang Kakak simpan selama ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Pea
Romance[ON GOING] "Ia adalah Zafran, bukan kekasihku. Ia kembaranku. Kembaranku yang luar biasa. Kembaranku yang tak akan mampu aku tandingi." - Zara yang dunianya berhenti. "Zara adalah adik yang paling luar biasa. Dia adalah wanita kedua yang selalu menj...