Kata orang, cinta bisa tumbuh kapan saja, dimana saja, dalam situasi apapun dan dengan cara apapun. Mungkin apa yang dirasakan Arfan terhadap Zara adalah cinta yang timbul dengan cara apapun. Arfan tidak pernah menyadari hal yang membuat ia penasaran akan Zara justru membuat ia semakin ingin berada di sisi Zara. Arfan nyatanya justru menjatuhkan dirinya sendiri ke dalam jurang tanpa daratan.
Arfan memang tidak pernah menyimpan udang dibalik batu. Sejujurnya ia juga tidak tahu bagaimana cara untuk mendekati Zara. Ternyata Tuhan menunjukkan jalannya. Arfan benar-benar sangat berterima kasih kepada Tuhan ketika ia melihat nomor mahasiswanya termasuk dalam mahasiswa bimbingan Zara. Mungkin takdir yang mempertemukan mereka.
Arfan sudah memperhatikan Zara sejak ia pertama kali bertemu. Tidak. Bukan saat ia keluar dari lift kemarin. Kali pertama ia bertemu Zara adalah pada saat ia melihat Zara duduk sendirian di bangku taman. Saat itu, ia hanya berpikir betapa menyedihkannya gadis itu duduk sendirian dengan buku ditangannya seolah menunjukkan bahwa ia hanya berteman sepi. Kali kedua ia bertemu Zara ditempat yang sama. Arfan tidak menyadari bahwa hatinya mulai tergerak untuk mengetahui gadis itu. Kali ketiga, Arfan sengaja menunggu gadis itu di bangku taman yang biasa Zara duduki. Ia berharap Zara akan duduk bersamanya. Namun Arfan salah menduga. Zara justru menduduki bangku taman yang lain dan terletak tidak jauh dari bangku taman yang ia duduki. Anehnya Arfan justru semakin penasaran. Namun kali ketiga itu, ia harus pergi karena temannya menghubungi untuk mengingatkan janji mereka.
Setelah itu, Arfan justru lebih sering memperhatikan Zara yang selalu duduk di bangku taman yang sama dari kejauhan. Hingga akhirnya ia menemukan seorang pria menghampiri Zara dan kemudian mereka pergi menuju parkiran mobil. Arfan menghela napas. Ternyata gadis yang ia perhatikan selama ini sudah ada yang memiliki.
Semakin hari Arfan semakin tahu informasi tentang gadis yang sering ia temui di bangku taman itu. Ia adalah Zara, senior jurusannya, 1 tahun di atasnya. Ia juga mendapat informasi secara tidak sengaja dari teman-temannya bahwa Zara adalah senior paling menakutkan dan susah untuk didekati atas maksud apapun.
Tapi kini Arfan bisa berbicara dengan Zara karena takdir mempertemukannya. Setidaknya itu yang ia percaya.
***
Zara masuk ke dalam rumah. Zafran mengikutinya sambil bermain handphone. Zara berhenti sejenak saat mendapati Orlando berada di ruang keluarga sedang menonton televisi. Zara menghampiri Orlando untuk memberikan salam. Zafran mengikuti.
"Gimana kuliah kamu, Zaf? Lancar?" Tanya Orlando saat melihat anak laki-laki kesayangannya menghampirinya.
Zara seolah-olah tidak mendengar pertanyaan itu. Ia mencium tangan Orlando kemudian berlalu menuju kamarnya. Zafran melirik Zara sekilas.
"Kuliah Zafran selalu lancar, Pa." Zafran menghela napasnya dan duduk disamping Orlando dengan tatapan yang masih tertuju pada Zara.
Orlando tersenyum. "Papa sudah duga. Kamu memang kebanggaan Papa."
Zara yang sedang melangkahkan kakinya di tangga, terhenti sejenak.
"Zara juga kuliahnya selalu lancar, Pa. Berarti Zara juga kebanggaan Papa kan?" Tanya Zafran dan ia menekankan kata Zara dalam kalimatnya.
Orlando tersenyum sekilas kemudian melanjutkan menonton televisi.
Zara menghela napas kemudian melanjutkan langkah kakinya menuju kamar. Ia menutup pintu kamarnya dan terduduk dibalik pintu. Tidak. Zara tidak menangis. Air matanya sudah terasa kering.
Ia selalu menangisi hal yang sama ketika ia masih kecil. Zara masih ingat terakhir kali ia menangis karena Orlando dan Myesha meninggalkannya di rumah neneknya sementara Zafran pergi bersama mereka. Kala itu, Zara hanya gadis kecil yang masih duduk di kelas 3 SD. Kala itu, mereka meninggalkan Zara untuk liburan ke luar negeri sebagai hadiah untuk Zafran yang mendapatkan peringkat 1 untuk pertama kalinya. Kala itu, Zara hanya berhasil mendapatkan peringkat 5 sehingga Zara dianggap tidak pantas untuk ikut berlibur. Kala itu, Zara menangis sekuat tenaga dihadapan Orlando dan Myesha saat melihat mereka pergi meninggalkan Zara. Hari itu, Zara menyadarinya. Air mata itu hanya sia-sia. Sejak saat itu, Zara tidak pernah menunjukkan perasaannya. Zara kecil mulai mengetahui apa itu mati rasa. Karena ia menyadari, sekuat apapun ia menunjukkan dirinya pada Orlando dan Myesha, mereka tetap tidak akan melihatnya. Karena bagi mereka, Zara tidak benar-benar ada di dunia ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Pea
Romance[ON GOING] "Ia adalah Zafran, bukan kekasihku. Ia kembaranku. Kembaranku yang luar biasa. Kembaranku yang tak akan mampu aku tandingi." - Zara yang dunianya berhenti. "Zara adalah adik yang paling luar biasa. Dia adalah wanita kedua yang selalu menj...