Nine : Incident

37 3 0
                                    

Punggungku masih bersandar pada dinding lift, menatap kegelapan. Hanya ada sinar minim dari ponsel milik Min Yoongi. Ia sedang berusaha menghubungi teman sampai call center manajemen gedung ini dan mereka mengatakan bahwa sebentar lagi bantuan akan datang.

Sudah hampir satu jam kami terjebak, aku mulai lelah menunggu. Tidak ada satu pun dari kami yang ingin mengusir kesunyian dengan sedikit basa basi. Min Yoongi tidak mengeluh sama sekali membuatku menarik kembali ocehan tidak penting yang sudah sampai di tenggorokanku. Aku tidak ingin terlihat lemah dan menyebalkan di depannya.

"Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" Tanya Min Yoongi tiba-tiba. Seperti ada yang menendang dadaku, detak jantungku terasa sangat cepat dan menyakitkan. Ia mengingatku.

"Hmmm... Mungkin? Ku dengar kau pergi ke Universitas S, aku juga lulus dari sana", kataku berusaha terdengar tenang. Sesungguhnya aku ingin mencekik leherku sendiri.

"Benarkah?" Tanyanya agak kaget dan langsung memutar kepalanya seperti ia akan mematahkan lehernya. Aku hanya mengangguk, aku tidak bisa mengandalkan suaraku saat ini. Meskipun aku meragukan diri ia bisa melihat anggukanku tadi.

Sunyi beberapa detik, detik-detik yang membunuhku. Detak jantungku berdebar sangat keras, aku takut Min Yoongi akan mendengarnya. Aku berusaha menahan napasku yang tiba-tiba saja terdengar memburu dikarenakan aktifitas jantungku yang berlebihan.

"Tahun berapa kau lulus?" Tanyanya, spacing out. Sebenarnya ingin dibawa kemana pembicaraan ini?

"2016, aku baru lulus", ia hanya mengangguk. Min Yoongi ingin tahu tentangku? Pemikiran itu membuatku merasa pusing. Pusing karena bahagia. Oh, mungkin saja ia hanya berusaha menghilangkan kebosanan dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan random padaku.

"Aku lulus tahun 2014 dan magang disana sekitar dua tahun", ya aku tahu itu. Aku tersenyum kecil pada diriku sendiri. Aku tahu lebih banyak soalmu dari yang kau duga, Min Yoongi. Kesukaanmu, kebiasaanmu yang tidak kau sadari selalu kaulakukan, apa yang kau benci, hingga yang terbesar adalah daftar mantanmu. Aku jadi terdengar seperti penguntit. Bukan penguntit, aku hanya seorang fans yang agak sedikit tidak ingat batas.

"Kau sangat terkenal bahkan sebelum kau lulus. Showcase hari itu sangat ramai dan keren", kataku sambil tersenyum padanya. Ia terlihat kaget seperti aku baru saja mengatakan bahwa aku adalah kembarannya yang telah lama hilang.

"Kau mengambil jurusan apa?" Tanyanya berusaha tidak terdengar penasaran. Anggaplah aku terlalu percaya diri, tetapi cara Min Yoongi bertanya menunjukkan rasa penasaran yang tidak dibuat-buat. Ia juga harus berhenti melihat ke arahku atau aku akan menarik wajahnya dan mencium bibirnya saat itu juga. Well, sebenarnya aku tidak pernah berpikiran ingin mencium seseorang sekuat ini. Aku juga bukan tipe orang yang mencium semua laki-laki yang aku temui. Oh bahkan aku belum pernah berciuman, itu faktanya. Min Yoongi benar-benar berbahaya bagi kewarasan otakku.

"Sastra Korea", jawabku ragu-ragu. Min Yoongi terdengar agak tertarik dan sedikit terburu-buru saat ia bertanya. Aku penasaran apa kesimpulan yang ia dapatkan setelah aku menjawab semua pertanyaannya.

"Aku mengambil jurusan musik", katanya seperti ia ingin memancing sebuah jawaban dariku.

"Aku tahu", hanya itu yang bisa aku katakan, apa lagi? Rasanya seperti berada dalam klimaks suatu drama ketika para tokohnya sedang membeberkan masa lalu yang berada dalam bayang-bayang gelap dan terlupakan dan nampaknya masa lalu ini akan memutar balikkan sesuatu yang mereka kira adalah sebuah 'takdir'.

Jantungku masih berdebar liar. Aku takut itu akan melompat dan mengacaukan semuanya. Kau tahu, hati adalah sesuatu yang sangat liar, makanya tulang rusuk dibuat terlihat seperti sangkar. Dan hatiku sangat liar saat ini.

Twenty TwoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang