Eleven: Finding Her

22 4 0
                                        

Hal yang pertama kali kulakukan saat tiba di kantor adalah pergi ke ruangan Namjoon. Ruangannya berada satu lantai di bawahku. Aku perlu melakukan suatu hal penting yang tidak bisa kulakukan di depan gadis itu. Gadis itu adalah Cheryl Yoon.

"Oh, hyung..." Aku membuka pintu ruangan Namjoon dan langsung disambut dengan pemandangan berantakan di dalamnya. Terdapat banyak pakaian di atas sofanya, entah pakaian siapa, bisa miliknya atau milik wanita panggilannya. Bungkus makanan di atas meja dan kaus kaki bekas pakai di lantai. Bagaimana bisa ia bekerja dengan lingkungan seperti ini?

"Kau baik?" Tanyanya sambil memutar kursinya yang membelakangi pintu masuk. Aku hanya menggumam untuk menjawabnya.

"Kenapa ruanganmu berantakan sekali?" Aku menyingkirkan jaketnya yang tergeletak diatas sofa.

"Tidak akan ada yang datang, untuk apa aku membereskannya," jawabnya sambil memutarkursinya dan kembali bekerja. Ia memasang kembali headphone-nya.

Jam digital yang menempel di ruangan Namjoon menunjukkan pukul setengah lima lewat beberapa menit. Aku harus melakukan hal itu sebelum ia pulang. Aku mengeluarkan ponsel dari saku celanaku dan menghubungi bagian staff untuk datang ke ruangan Namjoon. Mereka mengutus seorang staf yang jarang kulihat sebelumnya, ia sepertinya masih magang. Setelah mengutarakan tujuanku memanggilnya, aku memberikannya sejumlah uang. Dengan sigap ia keluar dari ruangan Namjoon dan melaksanakan permintaanku.

"Apakah itu parah?" Tanya Namjoon setelah melihat tangan kananku yang diperban.

"Jujur saja, aku tidak merasakan apa-apa. Ini sedikit terlalu berlebihan", menunjuk perban tebal yang di pasangdokter tadi. Awalnya memang sakit, tetapi sekarang sudah baik-baik saja, I guess. Namjoon mengangguk mempercayai kata-kataku.

Namjoon memutuskan untuk kembali bekerja sementara aku menyibukkan diri untuk mengecek ponsel yang lumayan lama terbengkalai sembari menunggu staf tadi kembal. Waktu berjalan cukup cepat tanpa kusadari hingga seseorang mengetuk pintu.

Aku menyuruhnya masuk. Staff tadi dengan nampan di tangannya membawa pesananku.

"Waaah... Apa itu?" Tanya Namjoon. Ah sial! Aku mengharapkan ia masih sibuk dengan pekerjaannya.

Tanpa menjawab pertanyaannya aku berdiri untuk mengambil setumpuk post-it kuning yang masih tebal dari meja Namjoon dan kembali duduk. Namjoon menghampiri sofa dengan menyeret kursinya.

"Kenapa kau tidak bilang kalau mau pesan makanan, hyung? Aku kan juga lapar", katanya. Ah ia banyak sekali bicara.

"Ini bukan untukku", kataku sambil berpikir keras. Apa yang harus aku tulis?

Terima kasih, tulisku di post-it tadi.

Untuk apa aku berterima kasih?

Aku melepas post-it tadi dan melemparnya ke tempat sampah.

Jangan pergi kemana-mana malam ini.

Aku tertegun. Aku ini mau bicara apa sebenarnya? Ini akan menimbulkan kesalahpahaman.

Aku melepas kertasnya dan melemparnya lagi, kali ini lemparanku meleset.

"Kalau begitu, apakah ini untukku?" Tanya Namjoon dengan girang. Kedua tangannya hendak meraih kotak makan itu tetapi aku buru-buru menepis tangannya.

"Bukan juga untukmu", kataku cepat. Yang benar saja! Get your life together Min Yoongi. Sekarang apa yang harus kau tulis?

Aku menghitungnya dan ini sudah lima menit berlangsung. Aku belum juga menemukan kata-kata untuk kutulis. Staf yang dari tadi menungguku selesai menulis berdiri dengan canggung di depan pintu.

Twenty TwoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang