Thirteen: Chemistry

34 4 0
                                    

Cheryl POV

Bayangan wajahku di cermin terlihat buram karena uap yang menempel di kaca. Tanganku terangkat untuk mengusap embun itu, memperjelas bayangan diriku. Kaca ini hanya bisa memperlihatkan dari kepala hingga pundak, tidak banyak yang bisa kuamati selain pipiku yang sedikit membengkak.

Sepertinya berat badanku naik lagi, padahal aku tidak makan banyak hari ini, tepatnya hampir tidak makan.

Timbangan berat badan digital di bawah kakiku menunjukkan angka 48, berat badanku memang naik. Ini menunjukkan bahwa belakangan ini aku merasa bahagia. Jadi aku harus berbahagia atas kenaikan berat badanku. Bagaimana harus bahagia? Aku baru saja melukai seseorang dengan cara jatuh di atasnya.

Selesai mengamati perubahan yang terjadi pada bentuk tubuhku di kaca, aku memutuskan untuk cepat-cepat keluar dari kamar mandi dan meneruskan pekerjaan kantor yang masih banyak. Aku mengeringkan tubuh dengan handuk dan memakai bathrobe untuk mengambil baju di lemari.

Legging hitam dan piyama putih menjadi pilihan baju tidurku malam ini. Aku suka piyama putih ini. Selain gratis karena diberikan oleh Bibi Mary, piyama ini sepertinya terbuat dari kain satin yang halus dan nyaman. Ia memberikanku piyama ini sebagai oleh-oleh saat ia pulang dari Paris. Padahal awalnya kupikir ia akan memberikanku miniatur menara Eiffel atau gantungan kunci lagi untuk menambah koleksiku. Jujur saja itu membuatku merasa tidak enak karena piyama ini terlihat mahal. Tapi ia malah mengatakan 'tidur yang berkualitas adalah kunci awal dari kebahagiaan', itu terdengar seperti iklan komersial. Mungkin sebentar lagi ia akan membuka butik khusus yang menjual piyama.

Dulu aku tidak terlalu peduli dengan masalah kecantikan seperti gadis-gadis lain pada umurku. Tetapi lagi-lagi Bibi Mary memberikanku banyak kosmetik dan memaksaku memakainya. Awalnya kupikir ini sangat merepotkan, namun sekarang rasanya aku tidak bisa hidup tanpa mereka. Bahkan seperti sekarang, aku duduk di meja rias kecil dan menggunakan beberapa krim yang menjadi rutinitasku sebelum tidur setiap hari. Aku tidak berencana untuk pergi kemana-mana dan hanya melanjutkan pekerjaanku, jadi aku tidak memakai satupun makeup, hanya skincare.

Mungkin kalian bertanya, seberapa banyak aku dibayar sampai-sampai membawa pekerjaan kantor ke rumah. Tidak terlalu banyak sampai aku bisa membeli apartemen di Seoul Forest, salah satu kompleks apartemen mewah di Seoul. Hanya saja aku merasa bertanggung jawab atas semua pekerjaanku. Meskipun aku ingin sekali tidur di atas kasurku yang hangat dan lembut. Ah, itu pasti menyenangkan.

Aku memutuskan untuk membawa laptop dan ponselku ke pojok ruangan berisi sofa, meja kecil, dan TV yang kusebut dengan 'living room'. Tidak lama, aku sudah kembali tenggelam dalam cerita misteri kriminal yang sedang ku edit.

Layar ponselku menyala disertai dengan bunyi panggilan masuk.

Aku melihat nama yang tertera di layar, Bibi Mary. Aku mengangkatnya tanpa ragu.

"Halo", sapaku.

"Hai, sayang. Apa kabar? Kau sedang apa? Sudah makan?" Tanya Bibi Mary beruntun.

"Um... Aku baik. Aku sedang mengerjakan pekerjaan kantor yang belum selesai. Aku... belum makan", Bibi Mary selalu menanyakan tiga hal itu saat meneleponku, sudah biasa. Tapi kali ini aku merasa sedikit takut karena aku belum makan, ia akan memarahiku. Aku bisa saja berbohong, tapi aku tidak mau berbohong pada Bibi Mary, ia terlalu baik untuk kubohongi. Aku memelankan suaraku saat menjawab pertanyaan yang terakhir.

"Bibi, apa kabar?" Tanyaku riang berharap Bibi Mary melupakan jawabanku.

"Makan sekarang juga, Nona Yoon", suaranya terdengar kaku menunjukkan kalau ia tidak ingin dibantah. Dan panggilan itu adalah panggilan yang hanya digunakan oleh Bibi Mary saat ia sedang bicara serius denganku.

Twenty TwoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang