04.

203K 12.4K 887
                                    

"Masih belum kelar urusan lo sama Pak Arya?" Tanya Rara yang gue jawab dengan gelengan.

"Setan emang itu dosen satu!" Umpat gue yang mengundang teguran dari Hanif.

"Setan itu harus di kasih sesajen git, mending lo kasih dia sesuatu deh biar agak melunak sedikit dia. Biar nilai lo aman juga," usul Altan yang di angguki oleh Juna dan Yuda.

"Gue bawain menyan?" Tanya gue yang otomatis membuat Joana menoyor kepala gue.

"Giliran otak Altan ada benernya otak lo yang error! Ya lo bawain kue atau cupcake atau apa kek gitu git," Kata iim menambahkan.

"Buah juga bisa," tambah Juna.

"Kalau enggak kasih apa kek, parfum atau dompet yang buat orang kaku semacem dia," kini Yuda yang memberi usul.

"Lah, parfum apa dompet? Emang gue pacarnya apa?" tanya gue bingung.

"Lo mau nilai lo aman gak sih git? Udah di kasih masukan juga," ucap Joana dengan sedikit kesal yang membuat gue bungkam.

Sesampainya di apartemen, gue memutar otak untuk memberikan hadiah apa ke Pak Arya. Pasalnya di dalam dompet gue hanya ada selembar uang sepuluh ribu rupiah dan juga dua puluh ribu rupiah. Jangankan untuk beli kue atau cupcake, untuk besok pergi ke kampus aja gue pasti minta jemput salah satu teman gue atau Kara sebagai sarana pengiritan.

"Bodo amat! Ngapain gue ngasih dia lagian tugas gue juga udah gue kirim!" umpat gue dengan kesal sambil menjatuhkan diri gue ke ranjang dan bersiap untuk tidur.

Suara getar dari handphone gue membuat gue mengalihkan perhatian gue dan melihat satu notifikasi pesan dari Pak Arya yang langsung membuat gue spontan mengumpat.

Pak Arya

Besok bawa hardcopynya ke meja saya, saya belum sempat mengecek e-mail

"Ah! Itu dosen sialan banget sih!" umpat gue sambil melempar handphone gue ke atas kasur.

"Kayanya bener kata Altan deh gue harus ngasih sajen ke Pak Arya, tapi apa?! Duit gue baru di kirim besok lagi!"

Gue pun masih memutar otak gue mengenai hadiah yang harus gue beri ke Pak Arya, dan gue baru ingat kalau hadiah ulang tahun untuk Kara waktu itu belum sempat gue kasih.

Gue pun segera membuka laci lemari gue dan melihat kotak yang berisi dompet kulit merk Hugo Boss. Dompet ini adalah dompet yang sangat Kara inginkan, dan gue menabung selama beberapa bulan untuk membelinya. Hanya saja saat itu hubungan gue dengan Kara memang sedang goyah sampai gue belum sempat memberikannya.

"Apa gue kasih ini aja ya?"

*****

Gue akhirnya membawa tugas gue dan juga hadiah yang seharusnya menjadi hadiah ulang tahun untuk Kara ke ruangan Pak Arya keesokan harinya. Dengan sedikit bantingan, gue pun ngasih makalah itu di depan mukanya.

"Ada yang banyak saya harus urus akhir-akhir ini, jadi maaf," kata Pak Arya tanpa terlihat merasa bersalah sedikitpun.

Mau lo banyak urusan kek, kayang di tengah jalan kek gue gak peduli!

"Gapapa pak, oh iya pak ini buat bapak," ucap gue sambil menyerahkan bungkusan hadiah yang sudah gue persiapkan sebelumnya.

"Ini apa?" Tanya Pak Arya sambil menaikan sebelah alisnya.

"Anggap aja itu sebuah gratifikasi dari saya," jawab gue yang membuat Pak Arya menatap tajam ke gue.

"Kamu nyogok saya?" Tanya Pak Arya dengan nada yang sama sekali tidak terdengar enak.

[Sudah Terbit] My Lecturer, My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang