16.

162K 11K 760
                                    

Akhirnya gue memilih option kedua walaupun gue harus mengakhiri panggilan kesayangan gue sama dosen galak yang berstatus menjadi suami gue itu.

Hari ini gue memilih untuk memakai celana pendek dan juga atasan tanpa lengan yang tertutup oleh jaket kulit warna coklat kesayangan gue, intinya penampilan gue simpel. Tapi itu semua berubah saat suami gue keluar dari kamar mandi dan melihat penampilan gue.

"Kamu pake baju apaan?"

"Ya baju," jawab gue.

"Jangan pakai celana pendek kalau mau keluar, apalagi ini malam,"

"Saya kan perginya sama mas, pulangnya juga," jawab gue.

"Tapi saya gak ada di dalem bar untuk ngawasin kamu," kata Pak Arya kesal.

Dia membuka lemari gue dan mengobrak-ngabrik isinya, beberapa baju gue yang digantung dia keluarin dari dalem lemari.

"Mas! Itu udah rapih semua!!" Teriak gue gak terima.

Dia malah memberikan gue sebuah gaun panjang─gamis yang biasa dipakai kalau ada pengajian atau acara religi di kampus sebenernya.

Gak sekalian dia nyuruh gue pakai baju tidur gue yang berbentuk daster?

"YANG BENER AJA MASA SAYA PAKE GINIAN SIH?!" Kata gue gak terima.

"Cepet ganti, sebelum saya gantiin," desisnya tajem.

Gue ngebuka jaket gue dan baju gue yang membuat Pak Arya spontan memalingkan wajahnya, dan gue mengambil pakaian seadanya yang udah berserakan di kasur gue.

"Sampai kapan mas mau diem disitu?! Cepet keburu telat!" kata gue setelah selesai mengganti baju.

Pak Arya kemudian menyusul gue dengan kikuk. Sekarang gue tau apa kelemahan dia, ngeliat perempuan gak pake baju. Besok-besok gue akan mencoba cara ini lagi.

****

Gue sampai di tempat acara ulang tahun Altan sedikit terlambat, pertandingannya udah mulai. Di dalam sports bar ini ada sebuah layar besar dengan proyektor dan banyak televisi yang sedang menayangkan pertandingan liga Inggris yang gue gak mengerti. Temen-temen gue sudah hampir semuanya dateng.

"Gue kira lo gak dateng," kata iim yang gue jawab dengan cengiran gak enak. Butuh banyak pengorbanan untuk dateng kesini.

"Lo mau kuliah?" Tanya Hanif saat melihat baju gue.

Ya, pada akhirnya gue memakai kemeja kotak-kotak lengan panjang dan juga celana jeans hitam yang biasa gue pakai ke kampus.

"Bacot lo Nif," kata gue yang membuat Hanif kicep.

"Wesss akhirnya yang ditunggu dateng juga!" Kata Calvin.

"Jadinya lo dianter siapa kesini?" Tanya Juna. Juna dan Yuda sempat menawarkan tumpangan karena Kara sudah menjelaskan kalau dia gak bisa dateng. Tapi gue menolak ajakan mereka karena gue punya satpam sekarang.

"Om gue kebetulan lagi ada di apartemen gue," jawab gue sambil nyengir gak enak yang membuat Yuda dan iim mengulum senyum geli.

"sini-sini," Kata iim sambil menepuk tempat di sampingnya. Rara dan Joana sudah terlarut dalam menonton pertandingan.

"Pesen aja sana, terserah mau apaan. Gue udah booking tempat ini semaleman," kata Altan yang gue angguki, gue dan iim pun mulai memesan menu makanan ringan yang tersedia.

Ternyata sebelum gue sampai kesini mereka udah mulai taruhan, dan tim yang Juna dukung kalah. Dia mendapat hukuman untuk minum dua botol penuh yang membuat Juna hilang kesadaran, dan Hanif yang bertanggung jawab untuk mengantarkan Juna pulang kembali ke apartemennya.

"Gue balik juga ya," kata Joana yang membuat gue mendelik kesal.

"Please jo, cowok lo mabok juga lo emang mau nginep di apartemennya? Mending disini aja sama kita. Temenin gue yang jomblo sendirian malem ini," mohon gue ke Joana.

Joana pada akhirnya mengalah dan kembali duduk, setelah kami makan dan mengobrol, Altan mengusulkan untuk bermain truth or dare. Gue adalah orang yang paling keras untuk menolak hal itu. Tapi suara yang menyetujui lebih banyak. Jika memilih truth dan tidak mau menjawab kami akan minum satu gelas yang tersedia, dan jika memilih dare gue yakin mereka gak akan segan-segan menyuruh gue melakukan hal yang aneh.

Semua berjalan lancar karena sepertinya keberuntungan sedang berpihak pada gue malam ini, sebagian besar dari kami memilih truth yang tidak bisa dijawab sehingga harus meminum gelas yang tersedia. Korban teratas adalah Calvin yang untungnya mempunyai toleransi alkohol yang cukup tinggi, kedua Joana yang sudah merah gak karuan mukanya, Rara baru minum satu gelas dan tidak mengikuti permainan lagi karena memilih tertidur di pangkuan Calvin.

Dan sepertinya keberuntungan gue gak berlangsung lama, karena saat ini mulut botol mengarah ke gue.

"Truth or dare?"

"Truth."

"Cincin di jari lo bagus, di kasih siapa?" Tanya Altan yang membuat gue merutuki kecerobohan gue yang gak menaruh cincin pernikahan gue dulu tadi.

Untungnya Altan gak menyadari jika cincin yang gue pakai adalah cincin pasangan dari yang Pak Arya pakai.

Gue pun memilih untuk meminum gelas yang ada di depan gue, rasa pahit yang membakar tenggorokkan membuat gue memeletkan lidah, dan permainan terus berlangsung sampai sebagian besar dari kami tidak sadarkan diri.

Untungnya gue hanya terkena dua kali, jadi meskipun pusing gue masih bisa tetap sadar. Gelas yang digunakan laki-laki dan perempuan pun berbeda, bisa dibilang hanya setengahnya.

Hanya saja Joana dan Rara sudah terkapar tidak berdaya saat ini, hanya gue, iim, Altan dan Calvin yang masih sadar.

"Weh terus ini gimana?" Tanya gue bingung.

"Yuda setengah sadar sih, tapi bantuin gue bawa dia ke mobil," kata iim yang diangguki Calvin.

"Joana gimana?" Tanya Altan.

"Ya lo lah yang bawa? Masa gue? Gue aja gak bawa kendaraan," kata gue.

"Oh iya, om lo kapan jemput?" Tanya Calvin.

Disaat yang bersamaan gue ngeliat Pak Arya masuk bar ini memakai masker dan juga topi, dan dia ngeliat tajem kearah gue setelah melihat botol-botol minuman yang berserakan di atas meja.

"Itu om lo apa penjahat?" Tanya Calvin heran.

Iim yang mengetahui dengan pasti siapa sosok itu pun membantu gue untuk keluar dari masalah, "itu omnya kok, cuma lagi perawatan muka jadi gak boleh kena polusi dan sinar matahari kan mukanya," jawab iim asal.

Entah karena pengaruh alkohol atau memang Calvin dan Altan yang bodoh, tetapi mereka percaya dengan alasan tidak logis yang disampaikan oleh iim.

"Gue duluan ya guys," pamit gue ke mereka yang mereka angguki, dan disaat gue menghampiri sosok Pak Arya.

"Kamu minum?"

Gue dalam masalah besar sekarang.

[Sudah Terbit] My Lecturer, My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang