19.

178K 11.9K 1.1K
                                    

Hari ini gue gak ke ruangannya Pak Arya karena Kara nraktir makan siang, udah lama gue gak makan siang sama dia karena kesibukan dia sama dosen pembimbingnya.

"Dospem kita udah dibagi," kata Rara yang sedang mengecek group fakultas angkatan.

Jurusan gue agak telat emang ngebagiinnya, entah kenapa.

"Gue siapa ra, gue siapa?"

"Bentar gue dulu!"

"dr. Soleh sama Pak Sabda gue," jawab Rara.

"Gue gue gue?" Tanya gue antusias.

"Prof. Esok," jawab Rara yang membuat gue girang bukan main. Masalahnya prof. Esok terkenal baik.

"Dospem kedua?" Tanya gue heran, karena Rara tiba-tiba diem.

"PAK ARYAAAAA!!" Kata Rara dengan senyum sumringah yang membuat anak-anak tertawa geli.

"Apa gue bilang! Jangan benci-benci sama dosen, kena karma kan lo?" Kata Junaa yang membuat gue mencebik kesal.

Kara hanya tersenyum simpul, dia merangkul dan mengusap bahu gue pelan untuk memberikan dukungan.

"Kamu pasti bisa kok, Pak Arya kan orang, dia makannya nasi, gak akan makan kamu," kata Kara yang membuat gue meringis.

Iim sama Yuda udah melihat gue dengan senyuman gelinya.

"Jodoh mah gak kemana," kata iim yang membuat gue berdecak malas.

"Pulang aku free, kita nonton yuk? Udah lama nih gak nonton," ajak Kara ke gue.

"Ikuuuut dooong!" Teriak yang lain.

"Sorry gue udah lama gak quality time sama cewek gue, lain kali ya," kata Kara dengan gak enak.

Kara adalah tipe orang yang royal, dia mau aja kalau disuruh traktir temen-temen gue. Tapi kalau dia emang lagi pengen berdua dia akan terang-terangan menolak, kaya sekarang.

Gue sama Kara menghabiskan banyak waktu hari ini. Setelah kita nonton, kita pergi ke tempat-tempat yang sering food vlogger kujungi di video-video mereka, kita hunting banyak camilan dan juga jajanan enak.

"Aku kenyang banget, gak kuat makan apa-apa lagi," kata gue yang membuat senyuman terkembang di bibir Kara.

"Yaudah, jangan di paksa," kata Kara sambil mengusap kepala gue lembut.

Gue udah gak inget kapan terakhir gue bisa jalan-jalan kaya gini dan ngerasa sebahagia ini sama Kara. Semua banyak berubah sejak liburan semester kemarin. Semenjak gue nikah sama Pak Arya.

Gue pergi dengan sedikit lebih tenang sebenernya karena handphone gue masih di sita sama Pak Arya. Gue bilang ketemen-temen gue handphone gue jatuh di wastafel dan lagi di service, makanya mereka gak banyak nanya kabar tentang gue akhir-akhir ini.

"Aku selalu susah kalau mau ngehubungin kamu, kamu bawa ya hp aku?" Kata Kara yang gue jawab dengan gelengan,

Kara sudah pernah menawarkan untuk memakai handphone miliknya sebelumnya karena dia memiliki dua handphone, tapi gue selalu menolak hal itu. Gue gak ingin hukuman gue bertambah karena hal itu. Sebenarnya saat ini pun gue cukup takut untuk pulang ke apartemen. Gue takut akan reaksi Pak Arya nanti.

"Kamu gak usah sedih, kan kamu belum menghadapi itu semua, aku yakin Pak Arya gak se galak itu, jadi gak usah khawatir," Kata Kara sambil mengelus punggung tangan gue dengan tangannya.

"Kamu kok mikir begitu?" Tanya gue heran.

"Akhir-akhir ini setiap topik Pak Arya di bahas wajah kamu berubah jadi murung terus, aku tau mungkin kamu gak nyaman sama dia, tapi kamu butuh dia, butuh ilmu dia untuk kesuksesan studi kamu kedepannya," kata Kara yang membuat gue tanpa sadar meneteskan air mata gue.

Kara gak tau, dan gue bingung harus ngasih tau kapan...

Ngeliat gue yang nangis Kara malah memeluk gue dan juga mengusap punggung gue dengan lembut.

"Aku rasa kamu perlu istirahat, kita pulang sekarang ya?" Ajak Kara yang gue jawab dengan anggukan

Boleh gak sih gue milih suami gue dia aja?

*****

Gue membuka pintu apartemen gue dengan takut-takut, sekarang sudah jam sepuluh malam, dan gue berharap Pak Arya udah tidur.

Tapi harapan gue pupus begitu ngeliat Pak Arya yang menatap gue dengan tajam dari sofa yang ada di ruang tengah.

"Darimana aja kamu?" Tanya Pak Arya dengan menusuk.

"Pergi," jawab gue singkat, dan setelahnya gue memilih untuk masuk kamar.

Gue menaruh tas gue dan mengambil beberapa helai pakaian untuk gue pakai setelah mandi, tapi begitu gue mau beranjak ke kamar mandi, lengan gue terlebih dahulu di cengkram sama Pak Arya. Hal itu membuat gue menolehkan kepala gue ke arah Pak Arya dan pandangan kami pun bertemu.

"Saya nanya sama kamu, darimana aja kamu?" Tanya Pak Arya dengan penuh penekanan.

"Saya udah jawab kalau saya pergi," jawab gue dengan nada yang sama.

"Memangnya kamu gak bisa bilang atau menghubungi saya dulu?" Tanya Pak Arya.

"Bapak lupa siapa yang udah ngerampok handphone saya?" Tanya gue sarkas.

"Sebagai istri yang baik seharusnya kamu bilang sama saya kemanapun kamu pergi."

"Berhenti nyuruh saya jadi istri yang baik sebelum bapak jadi suami yang baik juga!" Teriak gue frustasi dengan tangisan. Gue melepaskan cengkraman Pak Arya dari tangan gue dengan paksa.

"Saya selama ini udah mengikuti segala omongan bapak! Tapi perlakuan bapak sama saya sama sekali gak berubah! Saya capek kalau harus menghadapi bapak yang kaya gini teru-"

Kalimat gue terpotong karena Pak Arya tiba-tiba menangkup pipi gue dan menawan bibir gue dengan bibirnya, dia melumat bibir gue lembut yang membuat gue bingung harus bereaksi apa. Gue hanya terdiam tidak membalas sampai dia melepaskan bibirnya dari bibir gue.

Gue masih terpaku dan bingung dengan apa yang baru saja terjadi.

"Jangan pernah menggunakan nada tinggi seperti itu sama suami kamu."

Setelahnya dia pergi meninggalkan gue keluar dari dalam kamar, meninggalkan gue yang terududuk di lantai karena masih bingung dengan perlakuan Pak Arya barusan.

Di luar gue mendengar suara sendok dan piring yang beradu khas orang sedang makan.

Apa mungkin dia nungguin gue pulang sampai belum makan?


[Sudah Terbit] My Lecturer, My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang