10.

176K 11.7K 781
                                    

Liburan kerasa cepet banget, untung aja Pak Arya cuma ada di rumah gue tiga hari pertama, sisanya dia balik lagi ke perantauan buat kerja. Sekarang waktunya gue balik ke perantauan dan Pak Arya yang ngejemput gue.

"Kamu hati-hati disana, yang nurut sama suami," nasihat nyokap begitu gue mau pergi.

"Arya, papah titip dia ya."

"Iya pah," jawab Pak Arya.

"Apartemennya udah siap kan? Gak ada barang yang dibutuhin lagi?" Tanya bokap ke Pak Arya yang dia jawab dengan gelengan. Pada akhirnya kami─lebih tepatnya gue memilih untuk tinggal di apartemen gue.

"Kalian hati-hati di jalan, jangan lupa kabarin ya kalau sudah sampai!"

Di sepanjang perjalanan gue memilih untuk tidur, bodo amat sama Pak Arya yang nyetir dan kecapean, gue gak mau gantian dan memilih untuk act like a queen.

Sesampainya di dalem apartemen gue, gue ngeliat banyak perubahan, disini jadi terkesan lebih 'manly' dengan sentuhan-sentuhan interior baru.

"Kok diubah sih om?!" Tanya gue begitu Pak Arya masuk ke dalem apartemen gue yang udah menjadi apartemen kami saat ini.

"Saya gak tau haru bawa barang kemana lagi makanya saya taruh di sini."

Buang aja sekalian!

"Kamar satunya kan kosong, om bisa tidur dan menaruh segala peralatan om disana," timpal gue.

"Kamar itu udah saya alih fungsikan, jadi kamar di apartemen ini hanya ada satu." Jawab Pak Arya.

Gue pun segera menuju kamar yang di maksud sama Pak Arya, dan isinya sudah berubah menjadi perpustakaan mini.

Gue bahkan gak pernah bermimpi untuk mempunyai perpustakaan mini kaya gini.

"Kenapa harus perpustakaan sih om?!" Tanya gue gak terima.

"Karena saya dosen dan kamu mahasiswa," jawab dia kaku.

Yaelah semua orang juga tau!

"Tapi kan-"

"Seharusnya kamu ngerasa beruntung karena punya referensi lebih banyak untuk tugas-tugas dan skripsi kamu nanti," sela Pak Arya ke gue, dan setelah itu dia masuk ke dalam kamar.

Gue hanya bisa memijat kening gue frustasi dan mejatuhkan diri gue di atas sofa.

*****

Besok gue udah mulai masuk kuliah, dan gue sekarang luar biasa gelisah. Gimana kalau gue gak bisa bersikap biasa di depan temen-temen gue yang dari kemaren terus-terusan ngajak jalan tapi gue tolak? Gimana gue ngejelasin semuanya ke Kara? Gimana nanti perlakuan orang yang lagi tertidur lelap di samping gue ini saat di kampus? Gue pusing sendiri mikirinnya!

Meskipun gue sama Pak Arya udah sepakat gak akan mempublikasikan hubungan kami, tapi tetep hati gue gak tenang. Serapih apapun orang menyembunyikan bangkai, baunya pasti akan tercium juga bukan?

Gue terbangun saat matahari sudah cukup tinggi, dan disaat gue melihat ke samping Pak Arya udah gak ada. Saat melihat jam yang menunjukkan pukul tujuh tiga puluh, gue yakin kalau hari ini gue telat, dan suami gue yang terkenal sangat tepat waktu itu adalah dosen pertama gue hari ini!

Gue salah karena menganggap dia akan berbaik hati untuk membangunkan gue pagi ini dan mengajak gue untuk pergi ke kampus bersama. Pada kenyataannya dia berangkat duluan bahkan tanpa meninggalkan jejak.

Gue buru-buru memesan ojek online disaat masih menggunakan sedikit polesan pada wajah gue, agar saat gue turun itu ojek udah sampai.

Gue sampai kampus jam delapan lewat lima belas menit, lima menit terlambat dari waktu perjanjian yang biasanya Pak Arya tolerir untuk masuk kelas.

Dengan segala sumpah serapah yang gue keluarkan dalam hati, gue berlari menuju kelas. Dengan napas terengah, gue membuka pintu kelas gue, dan disana Pak Arya sudah duduk di mejanya sedang mengabsen satu-satu mahasiswanya.

Meskipun gue istrinya, gue gak yakin nilai gue semester ini akan selamat sama dia.

"Maaf pak, saya terlambat,"

Untung gue gak kelepasan manggil om sekarang.

Gue bisa melihat Pak Arya melirik kearah gue dan bertanya, "kenapa kamu terlambat?"

PAKE NANYA LAGI! YA KARENA GAK LO BANGUNIN LAH!

"Jalanan macet pak," jawab gue asal.

"Rumah kamu memangnya dimana?"

BRENGSEK! GUE KAN TINGGAL BARENG LO!

"Di Apartemen Raflles pak," jawab gue, sementara Pak Arya kini mengeluarkan handphonenya.

"Itu hanya berjarak lima belas menit dari sini dan dari aplikasi yang saya punya gak ada kemacetan apapun," kata Pak Arya sambil menunjukan layar handphonenya.

Segala umpatan kasar gue layangkan di dalam hati ke dia.

"Maaf pak," kata gue pada akhirnya.

"Lain kali jangan banyak alasan, bangun lebih pagi kalau kamu kesiangan. Hari ini saya torerir karena masih hari pertama," kaya Pak Arya yang membuat seisi ruang kelas sangat hening.

"Nama dan NPM?" Tanya dia.

Udah ngucapin ijab kabul pake nama lengkap gue juga masih sok sokan gak tau!

"Inggita Almira Arundati pak, 132456037," jawab gue.

"Sana duduk," kata Pak Arya.

Kelas masih hening sementara gue mencari partner in crime gue, Rara. Kalau biasanya di pelajaran dosen lain Rara akan mengangkat tangan tinggi-tinggi tanpa ragu, kali ini Rara cuma mengangkat tangannya sedikit yang membuat gue menyadari keberadaannya.

"Ya, apa ada pertanyaan? Kalau tidak kita akan langsung masuk ke materi kuliah pertama."

"Ya, Altan silahkan," kata Pak Arya begitu melihat Altan mengacungkan tangan.

"Bapak baru nikah ya? Di jarinya ada cincin sekarang," kata Altan yang membuat seisi kelas spontan meneriakan kata ciye.

[Sudah Terbit] My Lecturer, My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang