Pada akhirnya gue gak jadi nemuin Pak Arya di kampus tadi karena jam istirahat yang udah abis dan udah masuk mata kuliah berikutnya.
Gue memilih pulang duluan ke apartemen karena ngapain juga gue nungguin Pak Arya yang masih ngajar sampe malem.
Gue memandang cincin di jari gue dengan pandangan menerawang. Ya, bagaimanapun di dalem apartemen ini status gue adalah istri dari dosen gila nan killer itu, jadi gue tetep pakai cincinnya.
Gue menelepon nyokap gue untuk menanyakan resep masakan yang bisa gue masak dengan bahan-bahan yang ada di kulkas, ternyata Pak Arya udah banyak beli bahan makanan siap olah maupun mentah yang ditaruh di kulkas.
Setelah berkutat di dapur selama satu jam akhirnya masakan gue jadi, cuma telur dadar dan mie instan. Lagipula jarang-jarang gue menyentuh dapur, masih syukur seharusnya dia gue masakin.
Syukur-syukur dia mau makan, kalau enggak ya gue abisin sendiri.
Panjang umur orang yang gue tunggu dateng, dia cuma ngeliat gue sekilas sebelum masuk ke dalem kamar, dan gue mendengar suara air mengalir, mungkin dia mandi.
Selama dia mandi gue menyiapkan nasi dan juga piring untuk kami makan. Gak lama setelahnya dia keluar dari kamar dengan penampilan yang jauh lebih segar dan juga wangi. Berbanding terbalik sama gue yang masih apek kena bau dapur tadi.
"Makan om, saya udah masak," kata gue.
Dia mengambil tempat duduk di depan gue tanpa menyentuh makanannya.
"Tadi kenapa gak ke ruangan saya?" Tanya Pak Arya yang membuat suapan gue terhenti di udara.
"Tadi saya makan dulu, dan waktu istirahatnya keburu abis," jawab gue.
"Kan bisa ke ruangan saya dulu sebelum kamu ngumpul gak jelas di kantin sama teman-teman kamu itu."
Jadi dia tau?!
"Lagian kita juga masih bisa ketemu disini pak, gak usah dipersulit," jawab gue.
"Kalau kamu mau mencampur adukan kehidupan kuliah kamu dan kehidupan kamu disini sebagai istri saya ya silahkan, saya juga akan mencampur adukan nilai kamu sebagai mahasiswa dan istri."
Buset?! Nilai jadi istri gue pasti dapet E sama dia!
****
Kehidupan pernikahan gue bisa dibilang susah-susah gampang, gampang kalau di apartemen, susah kalau di kampus. Suami gue suka ngebantu jawab atau mencarikan buku untuk tugas-tugas kuliah gue, kecuali untuk mata kuliahnya. Gue bener-bener harus berjuang sendiri kata dia. Padahal tugas dia yang paling nyusahin diantara yang lain.
Ledekan antara gue sama Pak Arya selama dua minggu pertama ini emang masih dijadikan topik hangat, tapi seiring banyaknya tugas semua perlahan menghilang. Gue jadi merasa lebih aman.
Urusan rumah tangga gue pun mulai sedikit berkembang, gue lebih variatif dalam menyediakan makanan dan membereskan segala perabotan rumah.
Kami memang menggunakan jasa laundry, tapi ada yang gak kami laundry, yaitu dalaman yang kami cuci masing-masing.
"AAAAAAAA!!! INI APAAN?!" Teriak gue waktu menemukan dalaman selain milik gue di tempat biasanya gue menaruh pakaian kotor.
Karena satu-satunya penghuni lain apartemen ini lagi di kampus, gue pun memilih buat nelepon dia.
"Halo om?"
"Ada apa? Saya lagi di kelas."
"Gak ada yang pakai celana dalem laki-laki di apartemen ini selain om kan?"
"Maksud kamu apa sih?"
"Saya nemuin celana dalem om di tempat saya."
"Ya sudah, apa masalahnya? Cuciin sekalian."
"Ih! Gak mau."
"Haruskah kita membahas hal sesepele ini sekarang? Disaat saya sedang mengajar di depan kelas."
"Tapi kan... tapi..."
"Tunggu saya, sebentar lagi saya pulang."
Dengan sedikit takut-takut, gue memegang benda keramat itu dan mencucinya.
Setelah selesai dengan segala urusan rumah, Pak Arya pulang dengan wajah di tekuk kaya biasa. Dia langsung ngecek kamar mandi dan tempat pakaian kotor milik dia.
"Mana punya saya?" Tanya dia ke gue.
Gue pun menunjuk balkon apartemen yang ada tempat jemurannya.
"Nyuciin punya saya gak bikin kamu kenapa-kenapa kan? Masalah sepele kaya gitu seharusnya gak usah dibuat ribet dan sampai harus nelepon saya yang lagi ngajar segala."
Entah ini kali keberapa gue diomelin sama dia. Gue masih amatir soal kehidupan antara suami istri kaya gini, dan Pak Arya gak banyak membantu, dia terus-terusan bersikap kaku dan malah ngomel.
"Saya kan belum pernah ngeliat barang-barang pribadi laki-laki sebelumnya!" Timpal gue gak terima.
"Ya belajar! Kamu harus terbiasa dengan itu!"
Gue pun masuk ke dalem kamar untuk mengambil beberapa bra dan celana dalam gue sebelum gue melemparkannya ke tubuh Pak Arya yang langsung reflek menghindar dan menatap gue dengan aneh.
"Om juga harus belajar!" Teriak gue.
Nyuruh gue terbiasa, dia sendiri ngeliat daleman gue begitu...
Gak lama bel apartemen gue bunyi, biasanya orang tua gue selalu mengantarkan paket untuk kami jadi gue beranjak ke arah pintu untuk membukanya.
"Git! Gue sama Yuda titip Yuto ya soalnya mau-PAK ARYA?!!!! NGAPAIN DI APARTEMEN TEMEN SAYA?! DAN... ITU APAAN?!"
Iim histeris melihat Pak Arya yang berdiri sambil memegang benda keramat milik gue beberapa meter di belakang gue.
Here comes trouble...
KAMU SEDANG MEMBACA
[Sudah Terbit] My Lecturer, My Husband
HumorOrang bilang perkataan adalah doa, hal itu yang terjadi pada Inggita Almira Arundati. Karena tidak menjaga perkataannya yang suka ceplas ceplos Inggit harus mengalami kehidupan barunya bersama Sadewa Bentara Arya, dosen kaku nan galak di kampusnya y...