SECOND

69 13 6
                                    

"Nada Asya Lisara." Mengucapkan kalimat itu dengan perlahan.

"Hari pertama sekolah kamu sudah membuat ulah. Wahh! Liat penampilan mu! Berantakan! Tidak mencerminkan seorang pelajar, Sungguh memalukan!" Lanjutnya dengan tatapan tajam. Nada menghindari tatapan tajam itu dengan menunduk.

"Jadi, kamu ingin menjadi pemecah rekor keterlambatan murid di sekolah ini? Kamu telat 2 jam! Dan lebih parah nya lagi...," Menarik nafas dalam-dalam untuk mengontrol emosinya dan kembali melanjutkan, "Apa harus mencongkel gembok gerbang?! seperti pencuri! Mengapa tidak menunggu satpam sekolah? kamu tau kalau it-"

"Iya pak saya tahu kalau saya salah. Tapi yang penting saya sekolah kan pak. Kan bapak tau kalau jalanan hari ini macet, jadi kenapa harus terkejut liat saya telat. Dan soal gerbang, bapak emang liat kalau saya ngecongkel gerbang? enggak kan pak?  Saya bukan mau ngecongkel gerbang pak, saya cuman mau ngetes buat congkel gerbang itu, tapi kan ngga jadi." Jelas-nya seolah-olah dia tidak berdosa sama sekali.

Nelza terbelalak! Cewek yang sedang di introgasi di ruang kepala sekolah saat ini adalah cewek paling nekad yang pernah dia lihat.

Pertama, dia berani menyela omongan pak Hamid selaku kepala sekolah. kedua, dia berani memberi penjelasan dengan membalikkan kesalahannya kepada pak Hamid. Ni cewek kayak nya gak waras, batinnya.

"yayaya saya mengerti, sekarang saya paham mengapa selama 1 semester Bu Evi menyekolahkan kamu dengan home schooling. Saya mendapatkan data mengenai semua kasus yang kamu lakukan saat masih di tingkat SMP. Ada 15 kali kamu mendapatkan surat panggilan orang tua. 7 kali panggilan karena cabut, 3 kali karena ikut serta dalam tawuran, 2 kali karena kasus pem-buly-an, 2 kali karena bermasalah dengan guru, dan sekali karena tertangkap basah kamu merokok di sekolah."

Nada terkejut, matanya hampir keluar karena mendengar hal itu. Bagaimana bisa pak Hamid mengetahui berbagai kasusnya dengan sangat rinci. Sebenarnya dia bisa saja membantah semua pernyataan pak Hamid barusan, tapi sudahlah, tak ada gunanya pikirnya.

"Gila! Lo cewek tapi lo ngerokok? emang lo benar-benar ga waras!" Bisikan itu membuat kuping Nada terasa panas. Tau apa dia tentang Nada sehingga langsung menyimpulkan bahwa Nada tidak waras? Karena Nelza dia sampai harus serepot ini. Tangannya juga masih terasa nyeri karena di tarik-tarik oleh Nelza agar ikut dengannya ke ruang Pak Hamid.

Ni cowok maunya apasih? Gue ngerokok atau enggak itu ga rugiin dia kan! batinnya kesal.

"Namun, saya juga kagum padamu Nada, dibalik kepribadian kamu yang buruk, kamu mempunyai prestasi belajar yang tinggi, mungkin itulah sebab mengapa kamu tidak pernah dikeluarkan dari sekolah saat SMP dulu walaupun kamu sering membuat ulah." Melanjutkan pernyataan-nya.

Nada memasang wajah angkuh nya sambil mengibas-ngibas rambutnya ke Nelza. Kibasan rambut Nada mendarat tepat ke wajah Nelza.

"Dasar Sinting!" Cetus Nelza sambil memberi tatapan tajam.

"Kalau begitu pak, apa hukuman yang pantas buat dia? Menurut saya bagaimana jika dia membersihkan parit yang ada di belakang sekolah kita?" Nelza tampaknya tidak akan memberi kebebasan begitu saja kepada Nada. Dia harus di hukum atas ulahnya, mungkin itu yang sekarang ada di dalam pikiran Nelza.

"Lhoh emang lo siapa? Sok nentuin hukuman apa yang pantas buat gue?! Pak saya anak baru disini, kan gak adil kalau langsung dikasi hukuman." Bantah Nada, tak lupa memberi tatapan tajam kearah Nelza.

"Yahh justru itu geblek! Karena lo anak baru makanya harus dihukum biar gak ngulang." Tampak tak mau kalah dengan Nada.

"Lhoh kok lo yang sibuk, Guru nya pak Hamid kan, jadi lo diam aja! Ga usah ikut campur!" bentak Nada yang tampak lebih emosi dari sebelumnya.

"CUKUPPPP!!! Kalian tak perlu beradu mulut disini! Nada! Seharusnya yang tangani masalah kamu dari tadi adalah Nelza, bukan saya! Tapi kerena kamu anak baru itu sebabnya dia memberikan kamu ke saya. Jadi, dia yang memang harus menentukan hukuman apa yang pantas buat kamu!" Jelas pak Hamid.

"Sekarang lo mau bilang apa lagi?!" Ujar Nelza Dengan Telak.

Nada betul-betul emosi saat itu. Dia mengepal tangannya dengan kuat, mukanya memerah bara dan menatap Nelza lebih tajam dari pisau. sumpah ni cowok ga bisa dibiarin, dia belum tau siapa gue. Liat aja ntar, batinnya.

"Tapi karena kamu anak baru, kamu terbebas dari hukuman. Dan saya harap ini ulah untuk pertama dan terakhir yang kamu buat. Baiklah, Nada, Kamu masuk di kelas IPA.".

Mata Nada kembali melebar. Dia tadi sudah cukup emosi, dan mendengar dia masuk di kelas IPA membuat dia lebih emosi lagi. Dari dulu Nada tidak suka IPA, bukan pelajaran yang dia tidak suka, namun muridnya. Anak yang suka pelajaran IPA terlihat membosankan bagi Nada, dia lebih suka berbaur dengan anak-anak pembuat rusuh seperti dirinya, dan yang dia tau serta percayai, bahwa kelas IPS adalah yang paling tepat.

"Lah pak, saya ga sukak IPA! Saya mau IPS." Sentak Nada.

"Nilai di raport SMP kamu lebih dominan di IPA." Ujar pak Hamid.

"Tapi saya ga mau IPA, Saya. Mau. IPS. Pakkkk!" Kali ini dengan menekan setiap ucapannya.

"Tidak bisa Nada, ini sudah keputusan, dan harus dilaksanakan." Pak Hamid berusaha membuat Nada mengerti.

"Pokoknya saya tetap stay di IPS. bapak mau saya masuk IPA dan nilai saya anjlok karena saya sengajain?"

Pak Hamid diam sejenak, mempertimbangkan permintaan Nada.

"Baiklah, kamu masuk di kelas IPS, dan jangan pernah buat ulah."

Nada senyum sumringah, tapi setelah melihat Nelza, mukanya kembali keawal, 'Asem-Kecut-Muak' lengkap!!

"Nelza, antar Nada kekelasnya!" pinta pak Hamid.

"Lhoh pak! Kan sa-"

"saya bisa sendiri pak." Memotong ucapan Nelza yang kelihatan ingin menolak.

"Baiklah, kalian bisa ke kelas kalian masing-masing."

Nada melangkah duluan berikut Nelza yang menyusul dari belakang. Saat mereka sudah keluar dari ruangan kepala Sekolah, Nada menghentikan langkahnya lalu menatap sinis Nelza.

Mereka kini berhadapan. Nelza menaikkan satu alisnya bertanda dia bingung.

"Lo! Orang pertama didaftar gue yang harus gue musnahin dari sekolah ini!" Ancam Nada dengan raut wajah yang tampak emosi.

Nelza hanya tersenyum miring dan tidak selera untuk membalas ancaman dari Nada. Matanya tiba-tiba tertuju ke pergelangan tangan Nada yang hampir memerah.

"Itu tangan lo kalau dibiarin bakal jadi biru, mending lo ke UKS," Nelza pergi meninggalkan Nada yang masih mengelus-elus pergelangan tangannya. Rasanya sedikit nyeri, tapi Nada tidak peduli, sekarang yang harus dia lakukan adalah mencari kelasnya, X IPS1.

"Nada!!" Terdengar suara antusias dari belakang tubuhnya. Tunggu, gue kayak kenal sama ni suara, batinnya.

Dia berbalik ke belakang untuk melihat asal suara itu dan akhirnya dia tau pemilik suara itu, lalu dia mendengus kesal.

ASTAGAAA!!!

LANGIT BUMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang