FIFTH

25 1 0
                                    

Pagi hari disambut dengan indah oleh tanah, batu, tumbuhan, bangunan, dan benda lainnya yang tidak lain dan tidak bukan adalah saksi datangnya pagi mengusir malam.

Nada masih saja tidak ingin bergerak apalagi beranjak dari tempat tidurnya. Saat bangun tepat pukul 04.30 tadi. Dia memutuskan untuk tidak melakukan apa-apa selain dari melihat jam dan menatap langit-langit kamarnya. Sesekali dia memejamkan matanya, hanyut dalam pertanyaan dan pernyataan yang ada di pikirannya sendiri.

"Kak! Sudah bangun?"

Nada sentak kaget mendengar teriakan dari luar kamarnya. Dia melihat ke arah jam. Sudah pukul 06.00, tapi dia tetap saja tidak beranjak dari tempat tidurnya.

"Sudah bik! Sudah dari tadi." Teriaknya.

"Ya kalau gitu langsung mandi toh kak! Jangan di tunda-tunda."

"Ntar lagi bik."

"Dari dulu sampe sekarang nggak berubah, sukanya undur-undur waktu." Ujar bik Ani.

"Nggak papa bik. Nada lagi pengen di marahin sama guru. Bikin guru kesel itu seru." Jelas Nada yang masih saja menatap langit-langit kamarnya.

Nada suka sekali mencari masalah. Terutama dengan guru. Hatinya merasa tenang jika guru kesal padanya. Dia tidak pernah peduli dengan penilaian orang terhadapnya, banyak orang yang menganggap sifatnya jelek, dan terkesan mempermalukan diri sendiri. Namun, dia percaya, orang-orang yang saat ini masi ada bersamanya adalah orang yang sangat menyayanginya, termasuk Nayla, Nayla yang rela meninggalkan banyak teman hanya demi berteman dengan Nada yang tak ada apa-apanya. Nada tidak populer, Nada tidak baik, Nada tidak suka gosip, Nada terkesan cuek, dan pembuat masalah. Lalu apa yang dapat di harapkan Nayla dari seorang pembuat masalah seperti Nada?

"Kak Nada kan sudah besar, sudah SMA. Anak SMA nggak ada yang main-main lagi kak,"

"Ada kok bik, nanti Nada buat jadi ada, bibik tenang aja,"

"Memang susah kasih kuliahan sama kak Nada mah. Yasudah bibik ke bawah dulu."

"Tunggu bik!" Berusaha menghentikan bik Ani dengan teriakannya.

"Iya?" Jawab bik Ani penasaran.

Nada tampak ragu-ragu mengatakannya, "Ma-muy?" Tanyanya pelan.

"Ibuk tadi malam sudah berangkat keluar kota. Tadi malam bibik ingin bangunin kakak, tapi ibuk bilang tidak usah. Ibuk juga bilang semalam, kalau kak Nada berangkat sekolah naik angkot saja."

Sempurna!

"Ooh."

"Cepetan turun ya kak!"

"Iya bik,"

***

Kemaren dan hari ini sama saja. Benda mati yang tinggi itu masi saja menghambat Nada untuk masuk. Seakan memberi tahu bahwa bangunan yang besar nan tinggi di dalam adalah miliknya.

Benda mati yang sering disebut gerbang itu tepat di depan Nada saat ini. Di atas gerbang terdapat spanduk besar yang bertuliskan SMA PANCASILA.

Nada melangkah lebih dekat lagi untuk melihat ke dalam. Tampak belasan murid sedang berbaris tertib. Sepertinya mereka murid-murid yang terlambat. Nada tersenyum tipis setelah tahu bahwa dia terlambat.

senyuman Nada memudar setelah melihat seseorang yang tampak sedang memberi arahan kepada murid-murid yang terlambat di sana. Nada memperhatikan orang itu, dari cara orang itu bicara saja sudah membuat orang lain jengkel melihatnya, juga cara dia melangkah seakan dia adalah orang yang punya jabatan besar, dan cara dia menatap seakan orang yang dia tatap adalah seorang penjahat kelas kakap.

LANGIT BUMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang