THIRD

44 9 3
                                    


"Nad, ini seriusan elo?" Tanyanya dengan sangat antusias.

"hemmmm." Jawab Nada dengan malas.

"Astape, Nad! Kok lo masuknya hari ini? terus kenapa nggak kabari gue kalau lo bakal masuk hari ini? Tapi tante Evi bilang ke gue kalau lo masuk minggu depan? Terus lo diam aja gitu, sahabat lu ditipu sama emak lu sendiri? Terus kena-"

"Nayla!!! Tanyanya satu-satu bisakan? Ga mesti ngerocos mulu. Kalau lo ngomong terus kapan gue jawabnya cobak," ucap Nada dengan suara membentak.

Nayla diam sejenak, perlahan dia menarik nafas panjang, "Nad gue cuman kecewa sama lo, Selama ini lo nggak pernah lagi hubungin gue. Bayangin aja, gue yang gatau apa-apa mengenai lo yang berhenti home schooling, dan gue yang baru tau kalau lo bakal sekolah di sekolah gue dan itu juga bukan lo yang bilang tapi tante evi saat gue hubungin dia 3 hari yang lalu buat nanya keadaan lo! Padahal gue sahabat lo Nad." Nayla menjelaskan semuanya dengan perasaan kecewa.

Rasa kesal Nada menjadi hilang setelah mendengar keluhan dari Nayla. Rasa kesal itu berubah menjadi rasa bersalah. Yaaa, setelah jarang punya waktu untuk bersama-sama membuat Nada lupa akan Nayla.

Kini Nada menatap sahabat-nya, Nayla. Sahabat yang satu-satunya mau menemani Nada ke manapun saat masih SMP; Sahabat yang ikut-ikutan dijauhin oleh seluruh murid yang tidak suka dengan Nada saat itu.

Nada menatap Nayla lebih dalam lagi. Mata bulat Nayla-lah yang selalu membuat Nada rindu akan sahabatnya itu. Selain itu, Nada juga memastikan lesung pipit Nayla masih ada di pipi kanan-nya dan tidak berpindah ke kiri, dan rambut legam milik Nayla yang di potong sebahu dan akan selalu sebahu merupakan sasaran empuk untuk di jambak Nada jika kesal pada Nayla. Nada mengingat semua itu, memori indah, memori yang berisi tawanya dan tawa Nayla.

Gue nggak suka rambut panjang. Cuman bisa ngerepotin, bikin gue kepanasan. Cukup hati gue yang selalu panas, pala gue jangan. -Tawa Nada berderai setiap kali mengingat pernyataan Nayla tetang rambutnya saat mereka masi duduk dibangku SMP dulu. Dan kali ini juga seperti itu.

"Ihh! Nad! Kok malah ketawa, gue serius!" Ucap Nayla dengan sedikit merengek.

"Okeyyy, gue bisa jelasin semuanya. Tapi ntar lo jangan nyela penjelasan dari gue. Gimana?" Meyakinkan Nayla.

Nayla melihat keatas, bertandakan bahwa dia sedang berpikir. Memang berat baginya jika diam saat orang lain menjelaskan sesuatu kepadanya. Kebiasaan untuk menyela penjelasan orang lain merupakan hobinya. Jadi susah untuknya jika sekarang dia akan diam. Dia sudah memikirkan betapa gatal mulutnya saat dia diam nanti. Tapi dia akan berusaha diam, setidaknya untuk beberapa menit, batinnya.

"Hmmm, okey. Gue janji bakal diem selama lo ngejelasin semuanya." Nayla tersenyum kecil .

Nada membalas senyum itu. Nada menarik nafas panjang, dia berusaha untuk tenang agar saat menjelaskan semuanya, dia tidak terbawa emosi.

"Okey, gue jelasin sekarang. Soal gue yang nggak pernah hubungin lo lagi. Nayy, handphone gue rusak dan gue nggak punya waktu buat bagusin-nya. Yaaa, memang sebenarnya gue masih bisa hubungin lo dari telepon rumah, tapi serius Nay, jujur, gue sama sekali nggak kepikiran sama lo. Gue tau kalau itu salah, gue minta maaf, bukan cuman lo aja, semua hal nggak kepikiran lagi sama gue. Yang gue pikirin saat itu cuman satu, gimana caranya gue bisa keluar dari yang kata orang itu 'rumah' tapi bagi gue itu 'penjara'. Jadi gue benar-benar minta maaf, dan gue nggak ada maksud buat lupain lo sedikitpun. Soal gue yang berhenti home schooling. Itu ceritanya panjang, intinya gue sangat bekerja keras untuk itu. Lain waktu gue bakal ceritain ke elo. Dan soal mamuy yang lo bilang bohong. Mamuy gue nggak bohong geblek! Emang benar kalau sebenarnya hari gue masuk sekolah itu minggu depan. Tapi setelah gue pikir lagi, gue sadar cepat atau cepat mamuy bakal nemuin guru baru buat gue, dan kesempatan gue bisa bebas bakal hilang. Jadi, gue minta ke mamuy buat ngecepatin hari gue masuk sekolah. Makanya sekarang gue udah ada di sini, dihadapan lo." Tersenyum lebar kearah Nayla.

LANGIT BUMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang