TENTH

9 0 0
                                    

Langit begitu ceria malam ini. Hal itu membuat Nada tidak hentinya memandang ke atas. Malam ini sangat bersahabat menurutnya. Tempat ternyaman bagi Nada saat ini adalah balkon. Balkon kamar Nayla.

"Nad, lo pulang gih. Mamuy ntar khawatir. Gue bisa sendiri dirumah" Nayla sedari tadi sudah membujuk Nada untuk pulang. Kali ini mungkin sudah ke belasan kalinya.

"Gue enggak mungkin ninggalin sahabat gue yang lagi sakit sendirian. Lagian mamuy juga kan udah tau. Kalau kakak lo udah datang, baru gue pulang" Mata Nada masih tidak beralih, langit semakin menunjukan keramahannya pada Nada.

Di samping itu, Nelza yang baru sampe rumah langsung menuju ke kamar Nayla untuk mengetahui kondisi adik semata wayangnya.

"Maaf gue baru pulang, tadi ada urusan." Ucapnya sambil mendekati Nayla.

Nelza meletakkan punggung tanggannya ke jidat Nayla, "Panas lo udah mendingan, mungkin besok lo udah boleh sekolah lagi"

"Nay gue balik ya. Sekolah lo besok okey." Nada menyambar tasnya lalu berlalu.

"Eh, Nad, lo pulang naik apa?" Pertanyaan itu membuat Nada sadar kalau dia tidak bisa pulang karena angkot tidak beroperasi lagi semalam ini.

Dengan wajah yang di paksakan untuk tenang Nada menjawab, "Gue bisa cari kendaraan umum. Lo tenang aja. Kayak enggak tau gue gimana aja." lalu berlalu keluar dengan tenang. Tenang yg terpaksa.

Nelza hanya memandangi Nada sampe keluar kamar. Dia lalu menatap Nayla. Ekspresi Nayla seperti memberi suatu isyarat. Saat Nelza mengerti artinya, dengan wajah lelahnya dia pergi keluar tak lupa menyambar kunci motornya di nakas.

Sejak keluar dari kamar Nayla, perasaan Nada menjadi tak karuan. Kenapa dia sebodoh ini, dia sama sekali tidak berfikir sebelumnya bagaimana cara dia bisa pulang. Jarak rumah Nayla dengan rumahnya tidak dapat dikatakan dekat. Malah sangat jauh. Dengan hati yang panik dia menatap jam dinding raksasa di dinding ruang tamu yang bewarna merah itu. Pukul 02.13 Wib. Sumpah serapah dia perbanyak tunjukan untuk dirinya.

"Eh, CKM!"

CKM? Nada membalikkan badannya. Tampak Nelza yang sudah lengkap dengan seragam putih di balut hodie milik Nayla. Nada pernah melihat Nayla memakai itu di sekolah, jadi dia berfikir itu pasti punya Nayla.

Nada menoleh ke kanan dan ke kiri. Tidak ada siapa-siapa selain dirinya. Siapa yang dia sebut CKM.

"iya gue manggil elu." ucap Nelza seperti bisa membaca pikiran Nada.

Nelza menderap mendekat, "Biar lo gue yang antar. Jam segini kendaraan umum susah dicari, apalagi lo cewe. Anggap aja tanda terima kasih gue."

Nada menatap ragu Nelza. Dia berfikir cukup lama. Nelza masih menunggu jawabannya. Tanpa mengatakan apa-apa Nada beranjak pergi meninggalkan Nelza.

Nelza yang melihat hanya memasang raut wajah bingung.

Belum sampe di depan pintu Nada membalikkan badannya, "Gue tunggu di gerbang." Ucapnya lalu melanjutkan jalannya.

Tiba-tiba terbentuk lekukan bulan sabit di bibir Nelza. Ada rasa tersendiri baginya. Dengan semangat dia memakai sepatunya lalu berlalu keluar menuju gerbang.

Sejak awal berangkat mereka hanya diam seribu bahasa. Tidak ada yang mau membuka topik pembicaraan. Ditambah cuaca malam yang dingin membuat kondisi lebih awkward.

Nada sebenarnya sudah merasa ngantuk dari tadi. Bahkan saat ini sudah terlampau berat. Sejuknya malam mendukung matanya untuk terpejam, namun dia tahan karena tidak mau bersender di bahu orang yang paling menyebalkan baginya.

Hari ini hari tersial bagi Nada, karena berkali-kali takdir mempertemukan nya dengan orang-orang yang menyebalkan. Bahkan sekarang dia terpaksa masuk kedalam jurang yang dia gali sendiri. Dia yakin, setelah kejadian ini Nelza akan mengungkit ungkit yang telah dia perbuat sehingga membuat Nada nantinya akan merasa harus berbalas budi.

Di tengah perjalanan Nada bisa merasakan tetesan air jatuh ke tubuhnya. Dia melihat ke langit. Mendung. Kenapa benda yang menjijikan itu harus datang di saat yang tidak tepat.

Shittt!!!

"BERHENTI!! WOY BERHENTI!" Teriak Nada sambil memukul keras bahu Nelza berkali-kali.

Nelza langsung memberhentikan motornya. Dia membuka helmnya. Ingin bertanya ada apa dengan Nada. Namun belum sempat dia bicara, Nada sudah turun dari motornya lalu berlari ke teras pertokoan yang sudah tutup bersama toko-toko yang lain.

Nelza bingung sebingung-bingungnya. Dia melihat kekhawatiran di wajah Nada. Namun apa? Tiba-tiba hujan deras turun tanpa di duga. Nelza yang masih berada di tengah jalan dengan motornya langsung membawa motornya ke tempat berteduh, dia memilih berteduh di mana Nada berteduh. Syukur Nelza belum sempat basah kuyup.

"Lo kenapa pake acara turun tiba-tiba sih?" tanya Nelza dengan sedikit emosi.

Nada tidak selera menjawab pertanyaan Nelza. Dia hanya membalas dengan tatapan tajamnya.

"Lo takut hujan?" tanya Nelza yang masih dilanda rasa bingung.

Tetap, Nada masih memilih untuk tidak menjawab. Dinginnya malam kini menyambar seluruh tubuhnya. Sangat dingin. Dengan modal seragam sekolah tidak bisa membuat nya hangat.

Nelza melihat itu. Bibir yang selalu tampak pink kini putih pucat. Nelza mengerti bahwa sekarang Nada kedinginan. Nelza menatap hoodie yang membuatnya tidak merasa kedinginan sama sekali. Hoodie tersebut dia buka lalu dia lempar ke tanah.

Nada kaget melihat yang dilakukan Nelza. Bagaimana bisa ada orang sebodoh itu.

"Enggak adil kalau cuman gue yang bisa ngerasain hangat." Jelas Nelza yang dapat membaca raut wajah Nada.

Nada cuman bisa diam seribu bahasa setelah mendengar apa yang baru Nelza katakan. Ternyata Nelza bukan orang yang senang lihat orang lain menderita seperti yang dia simpulkan selama ini. Tanpa sadar senyum Nada mengembang. Mungkin hanya angin yang dapat menyadari indahnya senyum itu saat ini. Dan angin tidak egois. Angin membawa arah mata Nelza ke arah Nada, dan yaaa.

Senyum lo Nad, hati gue damai liat lo bisa senyum gitu.

"Hujan-hujanan yuk!" Tawar Nelza semangat.

"Mandi hujan maksud lo?"

Nelza mengangguk semangat.

"Dih. Ogahh!"

"Kan benar dugaan gue. Preman sekolah takut hujan."

"Eh, sembarangan! Enggak gue enggak takut."

"Terus? Benci?"

Benci?
Benci?

Ada apa dengan kebencian ini? Kenapa dia harus benci? Nada larut dengan pikirannya sendiri.

"Lo tau benci? Benci datang berawal karena takut. Dan apa yang udah dibenci enggak akan pernah jadi hal yang kurang dari benci, malah bakal jadi lebih dari benci." Jelas Nada tiba-tiba. Pandangannya masih menatap hujan disana.

Nelza melihat perubahan itu. Mata yang awalnya terlihat damai berubah menjadi mata dengan ribuan kemarahan yang di pendam. Nelza yakin banyak hal yang belum dia ketahui dari Nada.

Tapi, dia akan berusaha untuk tau Nada yang sebenarnya. Dia yakin Nada punya luka yang belum kering.

"Mungkin main hujannya lain kali aja, Ya."

***

LANGIT BUMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang