FOURTH

38 5 1
                                    


Nelza menghepaskan dirinya ke sofa ruang tamu. Seluruh kegiatannya di sekolah pada hari ini membuatnya sangat lelah. Ditambah dirinya yang harus berhadapan dengan cewek nggak waras saat tadi pagi yang membuat dia harus berdiri sangat lama di ruang kepsek karena menunggunya di introgasi oleh pak Hamid.

Dia beranjak dari sofa, berjalan menuju kamarnya di lantai dua.

Langkahnya terhenti di depan pintu bewarna ungu yang sedikit terbuka.

"Hahahaha!..." Suara adiknya yang sedang menerima telfon dari seseorang. Tapi siapa? Adiknya sangat bersemangat berbincang dengan orang di balik telfon itu. Dia mengedikkan bahunya dan berlalu dari pintu bewarna ungu ke pintu di sebelahnya dan melangkah masuk.

Dia sudah berada di kamarnya, namun suara tawa adiknya masi saja terdengar. Sebenarnya apa yang dibicarakan adiknya dengan orang di telfon itu, rasa penasarannya semakin meningkat. Dengan secepat kilat dia mengganti seragamnya dan pergi kekamar adiknya untuk mengetahui semua rasa penasarannya.

Clekk!

hanya suara itu yang terdengar sekarang. Adiknya tidak lagi sedang menelepon. Dia sedang tersenyum, membaca pesan singkat di balik layar handphone miliknya. Nelza yang melihat itu hanya mengangkat sebelah alisnya.

"Lo tadi ngomong sama siapa?" Tembaknya langsung dan sekarang dia sedang duduk di ujung tempat tidur, di samping Nayla.

"Ha? Bukan siapa-siapa."

"Cerita ke gue! Siapa yang lagi ngedeketin lo?" Tanya Nelza dengan tatapan serius.

"Apaan sih Zaa! Nggak ada yang deketin gue." Protes Nayla dengan wajah sedikit kesal.

"Jadi lo senyum-senyum barusan liat handphone, apa?"

"Bukan urusan lo." Beranjak dari tempat tidur.

"Tapi serius lo nggak lagi dekat sama siapa-siapa?" Nelza yang masih penasaran.

"Nggak!"

Nelza mengekori Nayla yang tampak menuju balkon kamarnya.

"Ya iyalah lo lagi nggak dekat sama siapa-siapa, kan yang lo incar selama ini, gue." Ujar Nelza dengan santainya.

Nayla berbalik, matanya melebar. Dia tidak tau harus bilang apa sekarang. Dia tidak menduga bahwa Nelza akan membahas hal ini. Kalau saja dia menduganya, tentu dia akan menyiapkan pembelaan terhadap dirinya.

"Kok diem? Jadi yang sahabat lo bilang itu benarkan?" Nelza menyeringai, belum pernah dia menggoda Nayla seperti ini.

"Ih, nggak! Nada itu bohong! Kan udah gue bilang, dia kalau marah suka ngawur. Lo-nya aja yang kepedean." Elaknya.

"O, jadi gue nggak ganteng?"

"ENGGAK!" Teriaknya tepat di depan wajah Nelza.

"Is nafas lo bau, kayak nggak gosok gigi setaun." Menutup hidungnya.

"Is Zaa! Udah ah gue mau ganti baju! Lo dari tadi godain gue mulu. Gue aduin ke papa awas lo!" Ancam Nayla dengan kesal.

"Tapi serius gue nggak ganteng?"

"nggak! Udah sono keluar!" Mendorong Nelza agar keluar dari kamarnya.

"Serius?" Tanya Nelza lagi yang sekarang sudah di luar kamar Nayla.

"Iya gue serius!" Menutup pintu kamarnya.

Brakk!

Pintu itu ditutup cukup keras. Nelza tertawa melihat tingkah Nayla barusan.

LANGIT BUMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang