22. Alasan

20 2 0
                                    

Bagian 22: Alasan

•••

ANDREA membuka lokernya untuk mengganti pelajaran yang akan diajarkan setelah istirahat. Sudah satu bulan terlewati ketika Andrea memutuskan hubungan pertemanannya dengan Karenza. Dan setiap kali Karenza meminta maaf, Andrea selalu saja mengabaikan cowok itu. Andrea berjalan seakan tak ada orang didepannya.

Ia hanya berkata sebelum tidur. "Gak ada orang yang namanya Karenza didunia ini." Singkatnya seperti itu.

Saat merogoh kolong mejanya, Andrea merasa ada sebuah kertas lecek yang ditaruh disana. Setelah membuka kertas itu dan membacanya, Andrea keluar dari kelas kemudian membuang sampah kertas itu ditong sampah depan kelasnya. Andrea pun berbalik untuk masuk kembali ke kelas, namun dirinya malah dihadapkan dengan Karenza yang masih menggunakan tas dipunggungnya. Sepertinya cowok itu baru datang.

Tanpa menganggap Karenza, Andrea berlalu ke dalam kelas dengan wajah datarnya. Karenza melihat punggung Andrea yang menjauhinya dengan tatapan terluka. "Maafin gue," gumamnya. Andrea tidak cukup tuli untuk mendengar ungkapan maaf Karenza, walaupun hanya sebuah gumaman. Gadis itu menelungkupkan tangannya, dan menaruh wajahnya disana. Terdiam dengan nafas teratur, juga air mata yang diam-diam mengalir.

Bukan maksud Andrea menjauhi Karenza semata-mata hanya karena cowok itu tidak sengaja menonjoknya. Bukan sama sekali. Peristiwa itu sudah lalu, dan Andrea sudah melupakannya. Andrea menjauhi Karenza, karena...

... Andrea ingin melupakan rasa sukanya pada Karenza yang semakin tumbuh.

Rasanya pedih ketika melihat cowok itu bersama pacarnya. Ia sedang membangun benteng pertahanan paling kuat untuk menghalau rasa sukanya pada Karenza. Andrea akan kembali menjalin pertemanan apabila benteng yang dibangunnya sudah cukup kuat. Namun Andrea juga seorang perempuan yang ingin dihargai perasaannya.

Andrea tidak tahu saja, dari arah belakang, Karenza memandanginya. "Ja! Ada pacar lo noh, si Bella!" teriak Geo dipintu kelas. Karenza bangkit dan menghampiri Bella. Mengobrol dan bercanda ria, seolah-olah tatapan sedihnya tadi untuk Andrea hilang entah kemana. Dan disela diamnya, Andrea mengintip lewat celah tangan bagaimana Karenza tersenyum bersama Bella, mengacak rambut pacarnya, merangkulnya, lalu pergi dari jangkauan mata Andrea.

Gadis itu memegang dada sebelah kirinya. Hati Andrea terkoyak ditebas samurai panjang nan tajam. Dipakainya topi dan menundukan kepalanya. Berlari menuju toilet perempuan. Menangis disalah satu bilik kamar mandi. Tak perduli dengan semua komentar perempuan yang mendengar tangisannya. Andrea benar-benar belum kuat untuk saat ini.

Setelah merasa cukup puas, Andrea kembali ke dalam kelasnya. Ketika mencapai meja, dilihatnya sebuah saputangan berwarna abu-abu. Mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas, Andrea tahu siapa pelakunya. "Makasih Bim," ucapnya pelan. Bima mengangguk, kemudian kembali fokus dengan buku bacaannya.

"Re," sapa Zara membuat Andrea mengangkat kepalanya. Dilihatnya Zara dan Ari berdiri dihadapannya. "Lo gak lupa kan tentang pensi? Itu bentar lagi lho," ingat Zara. Rasanya Andrea ingin menjedukkan kepalanya ke tembok hingga hilang ingatan. Ada saja alasan yang harus membuatnya dekat kembali dengan Karenza.

"Gue boleh mundur gak sih?"

"Eits, ya gak boleh lah. Lo gimana sih?" larang Zara. Andrea mengacak rambutnya kesal, kalau dia kembali berdekatan dengan Karenza, hancur sudah benteng pertahanan dihatinya yang sudah mati-matian ia buat. Gadis itu menyandarkan kepalanya pasrah dikaca jendela. Merenungkan nasibnya dan segala kemungkinan yang akan terjadi nanti.

Kemungkinannya ada dua.

Pertama, dia bisa saja tampil bersama Karenza. Tanpa rasa sedikitpun.

Kedua, benteng pertahanannya hancur total dalam kondisi mengenaskan.

"Zara, gue bener-bener pengen mundur kali ini. Beneran. Gue gak sanggup harus sama di—"

"Sama siapa?"

Sontak tiga kepala itu menengok ke arah belakang Andrea. Karenza berdiri menjulang tepat dibelakang Andrea. Cowok itu baru saja memotong perkataannya. Andrea cepat-cepat mengarahkan kepalanya kembali ke depan, tak sanggup melihat Karenza dengan maniknya itu. Didunia ini gak ada yang namanya Karenza, oke? Tegasnya dalam hati.

"Dia barusan ngomong apa Zar?" Tanya Karenza.

"Dia barusan ngomong, katanya gak mau tampil sama lo." balas Zara dengan lugunya, tak menyadari bahwa pipi Andrea sudah memerah karena malu dan marah. "Zara ih!" bisik Andrea membuat Zara kembali menutup mulutnya dan berkata keceplosan tanpa suara ke arah Andrea.

"Lo tuh ada masalah apa sih sama gue? Gue kan udah minta maaf ke lo, Re." sesal Karenza. Andrea diam dan mengalihkan tatapannya ke arah lapangan lewat kaca jendela. Menggigit bibirnya dalam diam. Andrea tak mampu berkata-kata untuk saat ini. Ia butuh seseorang untuk membawanya pergi dari sini.

"Ada apaan ini?" tanya Bima seraya merangkulkan tangannya pada bahu Andrea. Karenza menoleh, menatap sinis Bima. "Ini gak ada urusannya sama lo," desis Karenza. Bima mengangkat sebelah alisnya. "Lo ngomong sama masa depan gue, jelas ada urusannya." Andrea tersipu, namun tetap mengalihkan pandangannya ke lapangan yang berada dibawah.

Bel masuk menyadarkan kelima manusia itu.

Ari kembali menuju kelasnya setelah berpamitan kepada Zara, pacarnya. Bima kembali ke tempat duduknya, dan Karenza duduk dibelakang Andrea dengan kening mengkerut. Masa depan? Cih. Gumamnya dalam batin, kesal. Guru masuk dan mengabsen. Kemudian kegiatan belajar mengajar terlaksana seperti biasanya.

•••

Andrea membereskan peralatannya dan memasukkan itu semua kedalam tasnya. Saat ingin berjalan keluar kelas, seseorang mencekal tangannya. Andrea otomatis menoleh, menatap Karenza yang lebih tinggi darinya. Keadaan kelas yang sudah sepi membuatnya kehilangan alasan untuk pergi menjauhi Karenza.

"Ada yang mau gue omongin sama lo," kata Karenza serius.

Andrea mengalihkan pandangan, menggigit bibir bawahnya.

"Bisa kan?"

Andrea mengangguk. Kemudian mereka berdua berjalan menuju taman belakang yang sepi. Angin berhembus menerbangkan tiap helai rambut mereka berdua. Kedua insan lawan jenis itu duduk dibangku panjangan yang sama, namun sama-sama berada diujung. Andrea berada diujung kiri, sedangkan Karenza berada diujung kanan.

"Gue mau minta maaf langsung sama lo gara-gara gue waktu itu gak sengaja nonjok lo. Gue bener-bener gak sengaja, Re. Gue minta maaf yang sebesar-besarnya sama lo, atas kejadian waktu itu." Ada jeda. "Alasan lo ngejauh itu pasti gara-gara tingkah gue waktu itu, 'kan? Maafin gue ya." Karenza menatap Andrea. Gadis yang ditatap malah menatap lurus sepatu nike air yang dipakainya.

Andrea tetap terdiam.

"Sebenernya, gue ngejauh dari lo itu karena ada alasan lain. Bukan tentang hal yang nonjok gue itu. Gue udah maafin soal kejadian itu." Andrea berucap. Lalu Andrea bangkit dan berjalan menjauhi Karenza. Dilangkahnya yang kelima, Karenza membuatnya terdiam. "Terus kenapa lo jauhin gue, Re?! Tolong kasih tau alesan lo itu, biar gue bisa ngerti."

Andrea menolehkan kepalanya sebentar. "Sayangnya, gue gak bisa kasih tau lo tentang yang itu. Maaf banget juga karena udah ngejauhin lo," kemudian Andrea kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Karenza hanya menatap gadis itu dari belakang. Tak berusaha mencegahnya.

Gue mau hati dan pikiran gue berhenti buat nyebut nama lo, Ja. Pas liat lo sama Bella, gue berusaha banget biar gak nangis. Maaf banget, batinnya. Lalu setetes airmata jatuh mengalir dari kelopak matanya.

Sorry, I can't tell you the reason why. []

insanity ;✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang