24. Pentas Seni

22 2 0
                                    

Bagian 24: Pentas Seni

•••

"SATU, dua, tiga, empat. Satu, dua, tiga, empat. Satu, dua, tiga, cukup." Mereka mengakhiri latihan menari dengan nafas terengah-engah. Acara Pentas Seni atau yang biasa disingkat Pensi kini tinggal satu minggu lagi. Untuk itu Andrea serta Karenza berusaha menjadi profesional dengan tidak mengikutcampurkan urusan pribadi mereka.

Andrea mencoba menelfon Ari meminta jemput, namun setelah lima kali menelfon, saudara kembarnya itu tak kunjung menjawab. Langit yang gelap menunjukkan kalau sekarang sudah memasuki wilayah malam hari. Andrea tidak berani pulang sendiri apabila sudah malam. Gadis itu hanya resah sendiri. "Ari gak jemput?" tanya Karenza kemudian meneguk air mineral ditangannya. Andrea mengubah wajahnya menjadi datar. "Bukan urusan lo."

Karenza menggeleng heran. Akan sampai kapan peran dingin ini tetap berlanjut? "Mau gue anterin? Kebetulan juga kan rumah lo sama gue searah." tawar Karenza. Andrea berdiri menimang-nimang keputusan. Kalau gue ikut dia, gue takut perisai yang udah gue bangun selama ini hancur. Dan kalau engga, gue bakal pulang sendiri. Mana dikomplek biasanya udah sepi jam segini. Ucapnya dalam hati. Andrea akhirnya memilih opsi pertama. Kalau ia kuat, pasti perisai itu tidak akan runtuh sampai kapanpun.

"Ya udah, boleh." jawabnya datar.

Karenza dan Andrea akhirnya berjalan berdampingan menuju parkiran, tanpa ada suara apapun yang meluncur keluar dari mulut mereka. Karenza membukakan pintu untuk Andrea. Lalu Karenza masuk menuju bangku pengemudi, dan mulai meninggalkan parkiran sekolah. Selama perjalanan, sunyi lah yang mendominasi keadaan saat itu. Andrea enggan membuka suara. Sedangkan Karenza tidak berani mengeluarkan suara sepatah katapun.

Setelah mobil Karenza berhenti didepan rumahnya, Andrea buru-buru keluar dan mengucapkan terimakasih. Karenza ikut keluar mengikuti langkah gadis itu yang tidak seberapa menurutnya. Saat tangan Andrea menyentuh pagar, sebuah tangan lain yang lebih besar dan hangat mencekal tangannya. Tanpa perlu berbalik, Andrea tahu kalau tangan ini adalah tangan Karenza.

"Please, jelasin ke gue kenapa lo ngejauh. Gue udah gak tahan kaya gini lagi, Andrea." Mohon Karenza. Andrea merasa maniknya memanas. Pandangannya mulai memburam. Akhirnya gadis itu berbalik, dan menatap mata Karenza dalam-dalam. "Kalaupun gue jelasin, you never can understand me. It's about feeling, and I can't tell you why. I'm sorry," Andrea melepaskan tangan Karenza.

Gadis itu berlari menuju kamarnya dan menangis dengan isakan yang tertahan. Sedangkan Karenza, duduk diatas kap mobilnya dan berusaha mencerna kata-kata Andrea tadi. About feeling? Why I can't understand her? Batin Karenza bertanya. Baginya, apa yang diucapkan oleh Andrea terlalu rumit. Karenza mengacak rambutnya frustasi, kemudian masuk ke dalam mobilnya, beranjak pulang menuju rumahnya sendiri.

Kalau saja Karenza mengerti apa yang Andrea pikirkan, semuanya takkan serumit ini.

•••

Andrea mengalihkan pandangannya. Didapatinya Karenza sedang bermesraan dengan Bella, pacarnya. Hati Andrea sakit. Perih. Tercabik-cabik. Mereka berdua terlihat tertawa disana, sedangkan ia? Merana sendirian karena bertepuk sebelah tangan. Dress yang dipakainya untuk tampil senada dengan setelan yang dipakai Karenza. Cowok itu benar-benar terlihat sempurna dimata Andrea kini, bila saja tidak ada Bella dipelukan Karenza.

"Jangan diliat kalo sakit," ucap seseorang sembari menutup pandangan Andrea. Gadis itu menarik tangan untuk membuka pandangannya. Terlihatlah Bima yang memakai kaos hitam dan celana jeans. Kaki cowok itu dilapisi sepatu adidas berwarna putih. Terlihat pita yang terikat dilengan kanannya menandakan bahwa Bima seorang panitia.

insanity ;✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang