Prolog

297 8 13
                                    

Awan berwarna kelabu tampak menggumpal menyelimuti langit, membuat cahaya matahari kelihatan samar-samar. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.

Ketiga orang itu berlari keluar dari ruang kelas mereka, menuju perpustakaan sekolah dengan terburu-buru seperti ada yang mengejar mereka, tapi tidak. Tidak ada siapapun yang mengejar, bahkan tidak ada siapapun yang terlihat mengikuti mereka.

Mereka lalu berhenti di depan pintu perpustakaan dan mengatur napas mereka sebelum masuk ke dalam ruangan tersebut. Setelah itu seorang perempuan dari antaranya membukakan pintu bagi ketiganya.

Sambil menutup pintu di belakangnya, perempuan tadi memandang ke seluruh penjuru perpustakaan. Ia mencari seseorang. Dan orang yang dicari itu adalah alasan mengapa mereka bertiga begitu terburu-buru menuju perpustakaan.

Mata Alvis menangkap sesosok gadis berambut coklat muda yang sedang duduk di pojok ruangan. Arletta, seseorang yang dicari mereka.

"Sorry ya, telat," Dea meminta maaf kepada Arletta sesampainya mereka di tempat di mana ia duduk. "Bu Della suruh kami bantuin dia ngecek ulangan tadi," sambungnya.

Melihat Arletta yang tetap diam di tempatnya dan tidak merespons perkataan Dea barusan, Alvis mengira bahwa ia tidak mendengar suara Dea. "Letta?" panggil Alvis.

Mendengar namanya dipanggil, ia menengadahkan kepalanya dan menatap ketiga sahabatnya yang sekaran sudah duduk di sampingnya. "Ya? Kenapa?" ia bertanya balik.

"Lo sakit, Ta?" tanya Devano yang dibalas dengan gelengan kepala dan senyum tipis yang ditunjukkan Arletta.

"Nggak, kok. Yuk, kerjain tugasnya sekarang biar cepat selesai," ujar Arletta.

Dea, Alvis, dan Deva menggelengkan kepala mereka dengan pelan dan mulai mengerjakan tugas mereka yang seharusnya sudah dikerjakan sedari tadi.

"Selesai!" seru Alvis dengan suara tertahan setelah mengerjakan tugas tersebut. Hampir saja ia berteriak kalau tidak diingatkan oleh Deva kalau mereka sedang berada dalam perpustakaan. Jika itu terjadi, bisa dipastikan ia akan diusir keluar oleh Bu Idona yang selalu duduk di belakang meja besar perpustakaan. Apalagi tugasnya kalu bukan sebagai guru penjaga perpustakaan.

"Akhirnya beres! Gue pulang duluan ya," kata Arletta dengan senyuman manis khasnya. "Bye semua."

"Nggak mau bareng, Ta? Lo keliatannya agak pucat. Beneran nggak sakit?" tanya Deva.

Arletta menggelengkan kepalanya sekali lagi. "Baik-baik aja, kok. Gue ada urusan jadi harus pulang duluan. Bye!" ia mengucapkannya sekali lagi dan berjalan keluar ruang perpustakaan sambil menyampirkan ransel miliknya di bahunya.

Di luar, awan yang berwarna kelabu tadi berubah lebih gelap; gerimis yang tadi turun berganti menjadi hujan deras, yang sudah pasti membasahi siapapun yang berada di bawahnya tanpa naungan apapun. Belum lagi dengan angin yang bertiup kencang, membuat keadaan saat itu bisa terbilang dingin.

"Tumben tuh anak ada urusan," ujar Alvis santai.

"Suka-suka dia sih, Vis. Kok jadi lo yang ribet," balas Dea. "Udah ya, gue juga pulang. Kelihatannya udah mau hujan tuh. Bye, boys!" Dea berkata setelah ia selesai merapikan barang-barangnya dan siap untuk pulang. Ia menggantungkan tasnya di bahunya dan berjalan keluar dari perpustakaan.

Ia turun ke lantai satu dan berjalan menuju lobby sekolah, di mana mobil hitam milik papanya sudah menunggu sejak 5 menit yang lalu untuk menjemputnya.

Dea cepat-cepat masuk ke dalam mobil sebelum dirinya basah terguyur hujan. Ia menutup pintunya, dan mobil itupun bergerak menuju rumahnya yang tidak terlalu jauh dari sana.

'Semoga Arletta baik-baik aja,' Dea berharap dalam hatinya.

• • •

Cerita baru!! Masih awal dan belum terlalu jelas. Buku ini di- update tiap Sabtu karena masih harus update buku satunya lagi. Kalau suka, jangan lupa vote sama comment. Makasih 😊😊

ImprfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang