Bab 13

25 6 0
                                    

13. Naira Siapa?

Arletta meletakkan kedua sepatunya di dekat teras supaya tidak bertambah basah karena hujan, beserta dengan payung milik Naira. Ia memutar kunci yang ia ambil dari tasnya lalu masuk ke dalam dengan hati-hati supaya ia tidak terpeleset karena lantai teras yang sedikit basah akibat cipratan hujan.

Sambil menutup pintu di belakangnya, ia menjatuhkan tas sekolahnya ke atas lantai yang dingin dan segera membuka resletingnya supaya ia bisa mengeluarkan semua buku yang berada di dalamnya, sekalian memeriksa apakah buku-buku miliknya basah atau tidak.

Arletta menghembus napas lega setelah melihat tidak satu pun dari bukunya basah. Ia membawa semua buku-buku tebal miliknya ke atas meja di ruang tamu, sementar tasnya ia gantung di belakang kursi meja makan dengan harapan benda tersebut bisa kering nanti malam, atau setidaknya esok hari.

Setelah selesai dengan urusan buku-bukunya, ia naik ke lantai atas, masuk ke dalam kamarnya, dan mengganti seragamnya yang basah dengan satu kaos lengan panjang berwarna putih dengan sepasang celena pendek berwarna biru pucat.

Arletta merebahkan dirinya di atas tempat tidur sambil menghembuskan napas panjang. Gadis itu mengambil ponselnya dari dalam laci nakas dan menyibukkan diri dengan benda itu sampai ia bosan. Teringat dengan payung yang Naira pinjamkan kepadanya, ia langsung mencari kontak teman sebangkunya itu dan mengetikkan kata terima kasih, walaupun ia tahu ia sudah mengatakannya tadi.

Letta : makasih payungnya, Na 😊

Tidak lama kemudian, benda pipih tersebut bergetar sedikit, menandakan kalau ada pesanlain yang masuk.

Naira A.S : sama-sama, Taaaaaaa :)))))

Pikirannya memutar kembali kejadian tadi di sekolah, sesaat setelah Naira meminjamkan payung kepadanya lalu berlalu pergi. Naira menarik ranselnya ke atas kepala dan berlari menuju mobil yang terparkir cukup jaub dari lobi sekolah, menembus hujan. Arletta yakin tas milik Naira pasti basah kuyup karena ia pakai untuk melindungi dirinya sendiri dari hujan. Yang Arletta mencoba untuk mengerti adalah alasan mengapa Naira meminjamkan payungnya untuk Arletta padahal ia sendiri membutuhkannya?

Ia ingat dulu dirinya dan Naira bukan teman dekat, melainkan hanya sebatas teman sekelas karena Naira selalu terlihat sombong dan lagipula, ia selalu bersama dengan teman-teman populernya. Sedangkan Arletta? Ia tidak pernah punya keinginan untuk mendekati gadis itu.

Tapi sekarang, keduanya terlihat seperti dua sahabat yang dekat, ditambah dengan keberadaan Dea. Mereka sering mengobrol dan tertawa bersama sejak terakhir kali Naira datang terlambat. Oh iya, Naira sudah lama tidak terlambat. Mungkin benar apa yang dikatakannya tiga hari yang lalu: dia mau berubah. Dan mungkin kata-kata tersebut juga berarti dia mengubah sifat dan kelakuaannya karena sekarang Naira bukanlah anak sombong yang selalu bergaul dengan anak-anak populer. Memang sih, tidak salah berteman dengan anak-anak populer, tetapi kalau karena pergaulan tersebut kelakuan dan kepribadian seseorang semakin buruk, bukankah itu hal yang tidak baik?

Kalau dilihat-lihat, Naira sekarang lebih sering mengajak Arletta, Dea, dan anak-anak lain di kelas kettimbang dengan anak-anak populer yang berteman dengannya dahulu.

Pandangan Arletta beralih kepada buku bersampul kuning yang ia letakkan di meja belajar semalam. Ia bimbang, haruskah ia membuka buku catatan itu? Ia penasaran dengan isi buku itu, tetapi seperti kata Bintang, membuku buku tersebut sama saja seperti membuka luka lama dan Arletta tidak mau itu terjadi. Jadi mungkin, untuk sekarang ini ia tidak akan membuka buku itu.

• • •

"Dea, gue keluar bentar, ya," ucap Arletta seraya bangkit dari tempat duduknya dan mengambil sebuah kotak berwarna merah muda dan putih dari laci mejanya.

ImprfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang