9. Presentasi
Hari ini adalah hari yang paling ditakutkan Arletta, hari di mana ia dan teman-temannya akan presentasi fisika dengan materi tata surya. Ia takut, ia gelisah, dan ia gugup. Arletta seringkali gugup dalam menyampaikan sebuah presentasi, tapi ia dapat mengatasinya dan berakhir dengan baik. Lain dengan kali ini. Ia tidak tahu lagi bagaimana ia harus mengatasi rasa gugupnya.
Ia tidak benar-benar tidur semalam, mengingat ia terbangun beberapa kali karena rasa gelisahnya. Berkali-kali ia mengingatkan dirinya sendiri bahwa segalanya akan baik-baik saja, ia bisa menyampaikan materi besok, dan ia pasti akan mendapat nilai yang baik untuk kolom nilai ketrampilannya, tapi sama saja, rasa takut itu tidak hilang.
Arletta menatap refleksi dirinya di kaca; mukanya sangat pucat dan kantung matanya sangat tebal, ia terlihat seperti panda. Ia mencoba mengaplikasikan bedak di wajahnya untuk menyamarkan warna gelap di bawah matanya, tapi tidak terlalu membantu.
Perempuan itu menarik tas sekolahnya yang sudah disiapkan sebelumnya olehnya dari atas ranjang lalu melirik ke kaca sekali lagi. "Hm, setidaknya nggak terlalu keliatan," gumamnya pada diri sendiri. Baru setelah itu ia keluar langsung dari rumahnya tanpa makan sarapan. Ia tidak bernapsu makan pagi itu, jadi ia langsung berangkat ke sekolah diantar kedua orang tuanya yang sekalian berangkat ke kantor.
"Arletta sekolah dulu, Ma, Pa," pamitnya disertai dengan senyuman tipis sebelum dirinya melompat keluar dari mobil dan masuk ke dalam lingkungan sekolah dengan langkah berat.
Arletta menghempaskan dirinya di atas kursinya dengan hembusan napas lelah. Tanpa bertanya pun, kedua sahabatnya yang sedang mengobrol bersama Naira di belakang sudah tahu alasan Arletta seperti itu. Bahkan Arletta tidak sadar kalau ada mereka di belakangnya.
"Eh, eh, bentar lagi ada yang ulang tahun, lho," Dea membuka suaranya.
"Siapa?" tanya Alvis pura-pura lupa.
"Iya, siapa, De?" tambah Naira yang sebenarnya memang tidak mengetahui siapa yang akan berulang tahun sebentar lagi.
"Manusia yang lagi nggak ada di sini," sindir Dea halus kepada Deva yang batang hidungnya belum kelihatan daritadi, padahal tasnya sudah tergantung di belakang kursi yang sedang diduduki oleh Naira sekarang.
Arletta menarik salah satu ujung bibirnya ke atas mendengar salah satu sahabatnya akan berulang tahun dalam jangka waktu dekat. Ia bahkan tidak mengingat Deva akan berulang tahun karena masalah presentasi yang seperti menghantui dirinya selama dua hari terakhir, padahal ia sendiri yang membuat dirinya ketakutan.
Sambil menatap ke depan kelas, di mana ia akan melakukan tugasnya nanti, ia kembali menghembuskan napas lelah. 'Gue harus bisa.'
Sepanjang pagi pikiran Arletta melayang jauh, memikirkan cara untuk bisa mengatasi rasa cemasnya, tapi tidak ada yang dapat ia
"Kelompok Alvis dipersilahkan maju ke depan," penuturan Pak Rafael membuat bulu kuduk Arletta seketika berdiri. Ia takut.
Dea dan Deva sama-sama menepuk bahu Arletta untuk memberinya semangat, tetapi itu tidak bertahan lama karena setibanya mereka di depan kelas, semangat Arletta yang sudah ia bangun dari pagi tadi dan kata-kata penyemangat dari Dea, Alvis, dan Deva tiba-tiba hilang.
"Selamat siang, Pak Rafael dan teman-teman," ucap Deva membuka presentasi yang akan disampaikannya bersama teman-teman kelompoknya.
Mata Arletta tidak henti-hentinya memandangi jarum jam yang berputar, ingin sekali rasanya jam pelajaran fisika berakhir sebelum dirinya harus melakukan presentasi tersebut. Padahal ia tahu, kalaupun jam pelajaran ini selesai dan ia belum menyampaikan materinya, itu akan mengulur waktu dan yang pasti Arletta malah akan merasa gelisah dalam waktu yang lebih lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imprfect
Teen FictionArletta, gadis yang selalu ceria tiap harinya. Gadis yang penuh dengan semangat untuk melakukan segala sesuatunya. Ia melewati hari-harinya bersama dengan ketiga temannya, Demetria, Alvis, dan Devano, belum lagi ditambah dengan adik kelasnya yang se...