BAB 16 - Hm?

962 116 15
                                    


Begitu piring berisi sup jamur itu disajikan, pelayan wanita itu langsung tersenyum ramah mengangguk, mempersilahkan kami untuk mulai menyantap. Aku membalas anggukannya, lalu melihatnya pergi meninggalkan meja kami.

Suara denting sendok langsung terdengar dari hadapanku. "I'm starving," gumam Xeno sambil mengerang berlebihan.

Aku melirik sekilas padanya, mendapatinya kini benar-benar menenggelamkan kepalanya pada mangkuk besar itu, sibuk menyantap makanannya dengan cepat.

Ini benar-benar tidak masuk akal. Sebelum berangkat ke Phuket jam 9 pagi tadi, kami sudah sempat sarapan terlebih dahulu di Ranong. Tepat di depan hotel tempat kami menginap semalam. Dan di sana Xeno sudah menghabiskan dua piring roti bakar dan omellete beserta segelas besar jus jeruk. Itu baru sekitar 2 jam yang lalu. Dan sekarang ia kembali memesan banyak makanan, berkata kalau ia kelaparan. Seolah kami tidak pernah sarapan 2 jam lalu.

Tapi ia benar-benar terlihat kelaparan saat ini. Dan melihatnya seperti itu, rasa bersalah mulai muncul di diriku. Tadi begitu kami sampai di Phuket City, aku langsung meminta supir bus travel kami-kali ini untunglah bukan lagi minivan dengan dua tas berisi kokain, tapi sebuah bus besar aman yang penuh dengan para turis lain-untuk menurunkan kami persis tepat di depan hotel yang sudah kupesankan sejak tadi pagi. Kami lalu berhasil check in—dengan dua kamar, kemudian barulah kami mencari tempat makan setelah Xeno mulai menyeretku dengan paksa pergi dari hotel itu.

"Kamu mau pesan sekarang? Biar kupanggilkan pelayannya ke sini," ujarku pelan.

Xeno terdiam sejenak, kemudian mulai mendongak menatapku. Alisnya terangkat. "Jadi kamu sudah mau berbicara lagi denganku sekarang?" tanyanya.

Aku langsung kembali melepas pandanganku darinya sambil meringis pelan, menyadari sindiran itu. Aku mengerti benar apa yang ia maksud.

Setelah malam itu, aku tidak lagi berani memandangnya berlama-lama dan akhirnya bahkan tidak lagi menjawab apapun ucapan yang ia lontarkan padaku. Aku berusaha menghindar darinya. Setelah ... ciuman itu, aku langsung kabur ke kamar mandi seperti tikus pengecut. Entah berapa lama aku mengurung diri di sana, yang aku lakukan hanya terus menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya sampai habis, mencoba berpikir jernih tentang bagaimana kejadian itu bisa terjadi. Dan mempertanyakan semua hal itu pada diriku sendiri dan mencari jawaban-yang tentu saja tidak bisa kudapatkan.

Begitu aku akhirnya keluar, aku mendapati Xeno sudah tertidur di sofa. Aku merasa tidak enak melihatnya tidur di sofa kecil itu dengan badannya yang tinggi—kakinya menggantung tidak nyaman di ujung sofa. Aku berniat membangunkannya dan menyuruhnya untuk tidur di kasur, tapi akhirnya kuurungkan niat itu dan hanya bergumam pelan mengucapkan terima kasih padanya, sambil berharap kami berdua melupakan apa yang terjadi malam itu dan rasa canggung itu bisa hilang.

Tapi besok pagi, saat aku terbangun, aku mendapati Xeno sedang tertidur di sampingku. Dan lagi-lagi aku bergelung merapat ke pelukannya. Aku berusaha bangun dengan tenang, keluar dari dekapannya dan langsung menuju kamar mandi sambil berusaha untuk tidak memikirkan bagaimana kami bisa tidur seranjang. Tapi semua itu sudah terlanjur membuatku semakin canggung berada di dekatnya. Ini semakin membuat pikiranku kacau.

Jadilah sepanjang hari aku hanya diam. Xeno menyadari sikapku yang berubah dan pada awalnya ia terus memaksaku untuk mengindahkannya. Tapi kemudian akhirnya ia mulai ikut diam. Bahkan sampai kami check out dari Hotel—Pak Kino mengira kami kembali bertengkar dan ia sempat mengedipkan matanya pada Xeno lalu menganjurkan agar kami tetap sekamar malam ini agar kami bisa berbaikan lagi.

Aku sadar sepertinya aku sudah menyinggung perasaan Xeno. Helaan napas muncul dari mulutku. "Aku bukan bermaksud mendiamkanmu dan nggak mengacuhkanmu," ujarku sungguh-sungguh. "Aku hanya ..." helaan napas kembali muncul, lagi-lagi tidak tahu harus berkata apa.

Peaceful Chaos (Equal #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang