"Oh, aku rindu sekali padamu," ujarnya sambil menarikku dalam pelukannya dengan erat. Aku terkekeh dan membalas pelukannya dengan perasaan yang sama. Rasanya selalu menyenangkan mendapat pelukan dari Tante Laras.
"Duduklah, kamu mau pesan apa?" tanyanya antusias.
"Minum saja, Tante."
Tante Laras mengibaskan tangannya, gerakan yang sama seperti yang biasa Xeno lakukan. "Oh, akan kupesankan rekomendasi kue di sini. Kamu harus mencoba eggtart buatan mereka," katanya dengan bersemangat. Ia kemudian memanggil pelayan ke meja kami.
"Sebenarnya sudah lama aku ingin mengajakmu bertemu," ujarnya kemudian begitu pelayan sudah pergi. "Tapi aku mendapat kabar kalau kalian berdua sedang bertengkar. Jim melarangku untuk menemuimu karena dia yakin aku akan mencoba ikut campur urusan kalian." Ia terdiam sejenak. "Mungkin memang benar, jadi akhirnya aku menahan diri untuk nggak menghubungimu dan tetap menunggu. Padahal aku rindu sekali padamu, Jiliana."
Aku tersenyum. "Aku juga rindu pada Tante."
Ia terkekeh senang, lalu mengamatiku beberapa saat. Senyum itu masih bertengger di wajhanya.
"Jadi kalian sudah berbaikan, kan?"
"Ya," jawabku sambil terkekeh.
Helaan napas lega keluar dari mulutnya. "Syukurlah. Jujur aku benar-benar khawatir saat mendengar kalian hampir putus." Ia menatapku sekilas. "Jika aku boleh jujur, aku selalu senang melihat sikap Xeno saat dia bersamamu."
Aku hanya diam, memandang Tante Laras tanpa bisa berkata-kata. Ia kemudian tersenyum, menyadari ekspresiku.
"Dia berubah. Dan aku bisa merasakannya dengan jelas dari caranya bersikap dan memandangmu," ujarnya. "Rasanya seperti sisi lain yang selama ini dia pendam tiba-tiba muncul."
Aku menatap Tante Laras dengan perasaan bercampur aduk. Rasa lega itu tentu saja muncul, tapi ada sebagian kecil diriku yang masih belum berani untuk merasa bahwa semua ucapan Tante Laras memang benar. Xeno berubah karena aku?
Tante Laras kembali mengibaskan tangannya sambil terkekeh malu. "Oh, maafkan aku. Kamu pasti merasa aku begitu cerewet."
Aku menggeleng cepat. "Nggak, Tante. Sama sekali nggak. Aku-aku hanya nggak tau harus berkata apa," akuku sungguh-sungguh.
"Sedangkan aku sendiri masih memiliki segudang cerita yang ingin kuceritakan padamu," aku Tante Laras sambil tergelak malu.
Aku terkekeh. "Kalau begitu ceritakan semuanya padaku, Tante. Aku punya banyak waktu untuk Tante."
Pesanan kami kemudian tiba. Dan selama beberapa saat Tante Laras sibuk bercerita tentang kue ini, bagaimana seharusnya toko ini terkenal karena kue-kuenya memang lezat. Tante Laras juga bercerita bahwa pemilik asli toko ini dulu pernah menjadi pacarnya semasa SMA dulu. Ia berkata Om Jim sempat menolak datang ke sini saat pemilik toko itu masih ada.
"Terakhir kudengar dia sudah pindah ke Singapore, melanjutkan kuliah hingga S3. Tapi dia juga membuka restoran dan toko kue di sana," cerita Tante Laras.
Ia kemudian terdiam, lalu menatapku dengan senyum bertengger di wajahnya. "Apa Xeno sudah cerita kalau dia ingin melanjutkan kuliah dokter spesialisnya?"
Mataku membesar, sama sekali tidak menyangka kabar ini.
"Xeno ingin ambil gelar spesialis?" tanyaku kaget.
Tante Laras mengangguk bersemangat. Tapi detik kemudian, wajahnya langsung cemas. "Oh, ya ampun. Apa ini seharusnya jadi kabar kejutan untukmu? Apa aku baru saja merusak rencana kejutan Xeno?" gumamnya merasa bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peaceful Chaos (Equal #1)
Chick-LitI'm The Plain Little Mouse. He is The Fabulous Raccoon. Aku, Jiliana, perempuan biasa yang pendiam, tidak suka menjadi pusat perhatian dan hanya ingin hidup tenang melakukan apa yang biasa aku lakukan dan aku rencanakan. Dia, Xeno, traveller tampan...