Rava mengamatiku beberapa saat, lalu pandangannya kembali pada Xeno. Ia langsung mengangguk sambil nyengir, mencoba meyakinkan sesuatu pada Rava, apa pun itu.
Helaan napas keluar dari mulut Rava. "Fine," katanya. Xeno langsung memberikan senyum sumringah dengan mata berbinar-binar-seperti anak 3 tahun yang baru saja mendapatkan mainan baru.
Dan itu justru mulai membuatku merasa harus kembali memikirkan keputusanku lagi tentang pekerjaan ini. Apakah aku sanggup berkerja dengan orang ... seperti Xeno? Firasatku mengatakan aku akan merasa kewalahan menghabiskan waktu dengannya.
Sekarang saja rasanya tenagaku sudah terkuras sejak 30 menit pertemuan ini dimulai-dan aku bahkan belum mulai bekerja dengannya. Aku bahkan belum menandatangi surat kontrak pekerjaan ini.
Seolah ia bisa mengetahui bahwa aku sedang membicarakannya di pikiranku saat ini, Xeno kini mendongak dan menatapku dengan penuh. Aku mulai membeku, sama sekali tidak bisa berkata apa-apa.
"Jiji," panggilnya dengan nada lembut-sangat jauh berbeda dengan nadanya berbicara pada Rava beberapa menit lalu.
Mau tidak mau, aku akhirnya mendongak dan membalas tatapannya dengan gerakan kaku. Ia kini tersenyum. "Nanti aku akan hubungi kamu untuk kapan kita bisa ketemu lagi, Okay?"
Rava menoleh dan menatapku beberapa saat, kemudian tatapannya kembali pada Xeno. "Kamu yang akan hubungi Jiliana?" tanyanya bingung.
Xeno nyengir. "Yes."
"Nggak perlu bantuanku untuk mengurus hal-hal begini? Hal-hal yang biasanya selalu aku lakukan."
"No. No."
"Sekali pun kamu sekarang nggak punya ponsel?"
Dia nggak punya ponsel?
"Ah ..." Xeno terdiam sejenak, terlihat jelas melupakan hal itu. Tapi detik berikutnya ia kembali nyengir. "Akan kubeli sekarang, kalau gitu."
Aku memandangi mereka berdua bergantian dengan diam. Mas Rava kini menghela napas lelah. Kemudian begitu ia kembali menatapku, aku yakin ia bisa menyadari raut bingung yang terpampang jelas di wajahku saat ini.
"Ponselnya hilang minggu lalu," jelas Mas Rava padaku.
"Oh ..." Tapi dia baru ingat dan baru akan membelinya hari ini?
"Dia bilang dia nggak terlalu membutuhkan ponsel," sambungnya, seolah menjawab pertanyaan yang ada di pikiranku.
"Aku memang nggak terlalu butuh ponsel," sahut Xeno. Mas Rava sama sekali tidak mendongak menatap Xeno. Ia justru kini menghela napas. "Lagipula aku bisa meminjam punyamu kalau aku benar-benar butuh," sambung Xeno.
Mas Rava kini memutar matanya dengan lelah, terlihat jelas ini bukan pertama kalinya mereka memperdebatkan persoalan tentang ponsel ini.
"Kalau begitu kenapa sekarang kamu ingin beli ponsel? Kamu bisa pinjam punyaku," sahut Mas Rava dengan malas. Rasanya suasana di sini tidak lagi seperti pertemuan formal wawancara yang sejak beberapa menit lalu masih terasa. Tidak ada yang berbicara kaku lagi di sini. Dan aku di sini hanya ikut menonton perdebatan mereka berdua tentang ponsel dengan diam.
Xeno kembali tersenyum dan matanya kembali tertuju padaku. Badanku kembali kaku.
"Ini demi Jiji," jawabnya sambil mengedipkan matanya padaku. Lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peaceful Chaos (Equal #1)
أدب نسائيI'm The Plain Little Mouse. He is The Fabulous Raccoon. Aku, Jiliana, perempuan biasa yang pendiam, tidak suka menjadi pusat perhatian dan hanya ingin hidup tenang melakukan apa yang biasa aku lakukan dan aku rencanakan. Dia, Xeno, traveller tampan...