BAB 18 - Farnabas Family

952 111 30
                                    


Aku kembali meneguk segelas jus tomat itu, tanpa melepaskan tatapanku dari buku yang kubaca. Suara TV terdengar samar-samar dan angin luar menyelip masuk ke dalam ruangan ini, membuat ruangan ini kembali sejuk.

Badanku kembali rileks. Rasanya sudah lama sekali aku tidak bersantai seperti ini. Aku sudah menyelesaikan revisi kedua itu dan juga sudah mengirimkannya kembali pada Tia kemarin malam. Sekarang tinggal menunggu persetujuannya dan aku benar-benar bisa memulai membuat biografi Xeno setelah itu. Jadi setidaknya sampai ada kabar dari Tia, aku bisa bersantai sedikit sekarang.

Terlepas dari semua masalah yang berkaitan dengan Xeno, rumor yang menyangkut pautkan aku sebagai pacarnya, semua pembelaannya yang justru semakin membuat pikiranku kacau dan masalah lainnya. Aku akan mengunci diriku dari semua itu untuk sementara waktu, di sini, di apartemen kecilku, jauh dari siapa pun.

Ting tong.

Aku mendongak menatap pintu, terdiam sesaat.

Sekarang baru jam 10 pagi. Jadi siapa ...?—oh, ya. Mungkin itu pengantar paket. Aku akhirnya bangkit dan melangkah bergegas menuju pintu. Aku memang memesan sendal murah di online shop beberapa hari lalu.

"Jiji!"

Suara panggilan dari balik pintu itu langsung membuat langkahku terhenti. Aku membeku menatap pintu itu.

Xeno? Apa itu Xeno?

Aku kembali berjalan mendekat, lalu mulai mengintip ke lubang intip pintu dan mendapatinya benar-benar sedang berdiri di depan pintuku. Sejenak aku merasa ragu untuk membukakan pintu. Tapi itu sungguh tidak sopan.

Aku menghela napas pelan, kemudian akhirnya memutar kunci pintu. Pintu kemudian kudorong terbuka dan cengiran kekanakan itu langsung muncul di wajahnya.

"Xeno, apa ada sesuatu?" tanyaku berusaha tetap tenang, sekalipun rasa was-was itu sudah melekat penuh di seluruh badanku.

Xeno tidak menjawab, dan langsung melangkah masuk ke dalam tanpa menungguku membuka pintu lebar-lebar.

"Tunggu—" sahutku buru-buru mengejarnya. Tapi ia sudah menghempaskan diri di sofa biruku sambil mendesah santai, bersikap seolah ini rumahnya sendiri dan ia baru saja pulang.

"Di luar panas sekali," keluhnya.

Aku memandangnya dengan tak percaya, melihat kakinya yang kini mengayun santai di pinggir sofa. Tidak ada tanda-tanda bahwa ia akan sukarela pergi dari apartemenku, sekalipun aku berusaha mengusirnya. Xeno sudah masuk ke dalam tempat amanku, itu fakta yang harus kuterima.

Dengan sikap kalah, aku kembali berbalik dan menutup pintu apartemenku. Begitu aku berbalik, aku sudah mendapatinya sedang membaca buku novel yang tadi kubaca.

"Jika kamu ingin bertamu, seharusnya kamu memberitahuku dulu," ujarku akhirnya. Aku berusaha mengucapkannya sesopan mungkin tanpa menyinggungnya.

Xeno kemudian menurunkan novel itu, lalu mendongak menatapku lama dengan sorot mata yang membuat sekujur tubuhku langsung gemetar gugup. Ia lalu tersenyum miring.

"Kamu sudah mandi?" tanyanya.

Aku menatapnya dengan diam membeku selama sesaat. "Sudah," jawabku akhirnya.

Senyumnya semakin lebar. "Bagus," sahutnya. Ia kemudian bangkit dan duduk menghadapku sepenuhnya.

"Aku ingin mengajakmu bertemu orang tuaku hari ini," katanya.

Peaceful Chaos (Equal #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang