BAB 20 - Do You Want Me or Not?

895 121 56
                                    


Aku kembali menatap layar ponselku tanpa sadar-lagi. Dan aku hanya menatap kosong, tidak tahu apa yang sebenarnya kutunggu untuk muncul dari sana. Sejenak kemudian aku menarik napas panjang, lalu menghembuskannya kembali dengan perlahan. Kemudian aku bergerak dan menatap layar laptopku lagi dengan fokus.

Tapi begitu tatapanku kembali tertuju pada nama 'Xeno', yang tertulis di lembar word itu, pikiranku langsung berkecamuk lagi.

Sudah beberapa hari terakhir ini aku seperti ini, linglung setiap kali aku menyelesaikan naskah biografi Xeno. Rasanya pikiranku langsung berkelana entah kemana dan pada akhirnya selalu membuatku tidak ingin melakukan apa-apa, aku hanya bergelung di dalam selimut dan menghilangkan rasa yang mengganjal tidak nyaman di jantungku sejak beberapa hari ini. Sekalipun aku tahu kalau aku harus menyelesaikan draft bab 1 ini sebelum hari minggu nanti-itu pesan Tia kemarin padaku. Dan sekarang sudah hari Jumat, sementara aku baru menyelesaikan 2/3-nya.

Mataku kemudian melirik ke arah jam. Sekarang sudah pukul 22:45. Lalu seperti tadi, aku kembali menatap ponselku yang sampai kini masih tergeletak diam di meja.

Masih tetap diam tidak bersuara.

Aku mengalihkan mataku dari ponsel itu, lalu mulai memijat dahiku berulang kali. Kemudian aku bangkit dari meja, akhirnya menyerah dan memutuskan untuk beranda mencari angin segar.

Tapi begitu kakiku sudah sampai di balik pintu kamar, aku mendengar suara dering ponsel samar-samar dari dalam. Dengan langkah besar, aku kembali masuk ke dalam kamar dan meraih ponselku. Badanku rasanya mulai rileks kembali, sampai aku menatap layar ponsel itu.

Jessi menelpon.

Dan rileks itu hilang. Rasa mengganjal tidak nyaman itu kembali datang dan menetap di jantungku lagi dengan cepat.

"Halo?" jawabku begitu aku memencet tombol terima.

"Jiliana, kamu sedang di rumah?" tanya Jessi pelan.

"Ya. Aku sedang di rumah, Jessi."

Ada jeda sejenak. "Sedang mengerjakan biografi itu, ya?"

Aku duduk di pinggir tempat tidur sambil menatap kembali layar laptopku. "Nggak. Aku sedang istirahat ... sebentar," jawabku. Nada murung mulai muncul di dalam suaraku tanpa kusadari. Cepat-cepat aku berdeham. "Kamu sedang dimana?" tanyaku, berusaha mengalihkan suasana.

Sejenak tidak ada suara terdengar di sana. Lalu Jessi kemudian menghela napas lelah. "Kamu menunggunya, kan?" tebaknya.

Aku terdiam, langsung menyadari siapa yang Jessi maksud.

"Seminggu ini dia nggak pernah menemuimu lagi?" tanya Jessi.

Aku meringis pelan. "Kenapa dia harus menemuiku? Dia nggak punya alasan sama sekali untuk merasa perlu menemuiku. Lagipula-"

"Dia nggak pernah menelponmu seminggu ini?" potong Jessi.

Aku kembali terdiam. Rasa kalut, bingung dan frustasi itu datang menyelimutiku lagi. Aku memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam. "Dia selalu menelponku ... sampai dua hari yang lalu," jawabku dengan suara kecil. Suaraku terdengar sangat aneh.

Jessi diam, langsung menyadari bahwa masih ada penjelasan yang belum kulontarkan tentang jawabanku barusan.

Alasan mengapa Xeno tidak lagi menelponku sejak dua hari lalu.

"Aku nggak mengangkat telponnya," akuku dengan suara kecil. Aku juga tidak lagi membalas pesan good night greeting yang setiap malam ia kirimkan padaku. Aku berusaha untuk menghentikan kebiasaan kami selama sebulan terakhir itu.

Peaceful Chaos (Equal #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang