7

119 82 22
                                    

Cinta itu seperti tanah..
Jika kau memperlakukannya dengan penuh Kasih sayang, pengabdian, dan pengorbanan..
Maka akan akan bertambah subur pula..

Berbagai suara desahan dan erangan keluar dari mulut mungil milik Liza. Ia tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri ketika bibirnya menyatu dengan bibir milik Davis. Awalnya memang Davis yang menyuruhnya untuk mendesah agar saat Helen masuk lebih terlihat nyata tapi kini justru Lizalah yang terus merancau tak terkendali.

Namun hampir 20 menit mereka melakukan ciuman bahkan Davis juga menciumi lehernya hingga memberikan beberapa bekas disana, Helen belum saja sampai.

"Argh Dav,  stop." geram Liza kesal disela ciuman mereka, namun berbeda dengan bahasa tubuhnya yang justru meminta lebih. Ia bahkan meremas rambut Davis yang tersisir rapi kini justru berantakan karena ulahnya.

"Argh." Davis mengerang kesal, selama hidupnya dia memang tidak pernah menyentuh wanita sekalipun. Tapi ia tidak menyangka melihat Liza yang pasrah ditindihnya membuatnya ingin yang lebih. Ia tidak memperdulikan adiknya yang akan datang, karena Liza benar-benar membuatnya gila sekarang.

Kini Davis melepaskan ciumannya, ia beralih turun ke leher jenjang milik Liza. Ia mengecap habis dan memberikan tanda kepemilikannya.

"Davis." Liza mulai gila, dia terus  memanggil Davis disetiap desahannya.

Mendengar namanya dipanggil oleh Liza, Davis semakin liar. Kini tangannya mulai menjelajahi isi didalam kemeja itu. Liza yang begitu lemas, dia tidak bisa apa-apa. Melihat tidak ada penolakan sedikitpun, Davis mulai meremas dua gundukan yang sedari tadi terus menantangnya.

"Argh Dav." Liza menggigit bibirnya saat tangan kekar milik Davis meremas payudaranya. Dia semakin menggila.

Davis menyudahinya dan menatap kedua manik sayu milik Liza. Ia sedikit kasihan melihat wanitanya terus merancau.

"Are you okey?" tanya Davis memastikan.

"Are you kidding me?  I'm no fine, I'm crazy. I'm crazy because you." Geram Liza memukul dada bidang milik Davis.

Davis terkekeh melihat Liza yang kesal, jujur saja Liza terlihat lebih cantik ketika dia sedang marah. "Masa sih Cantik?" tanya Davis sambil mengecup bibir Liza sekilas.

"Nyebelin. Bilangnya cuma ciuman. Tapi --" Liza tidak berani melanjutkan ucapannya, ia hanya bisa mengerucutkan bibirnya.

"Tapi apa cantik?" goda Davis.

"Gak jadi." Liza mengalihkan pandangannya kearah lain untuk menghindari tatapan pria itu, dia yakin pipinya pasti memerah seperti tomat sekarang.

"Gak usah malu-malu git---"

Belum selesai Davis melanjutkan perkataannya tiba-tiba terdengar pekikan dari pintu kamarnya.

"Aaaaaaaaaaa.." Helen menjerit histeris saat dia disuguhi pemandangan yang tidak mengenang didepannya sekarang. Kakaknya yang note banenya kaku, pendiam dan gak pernah yang namanya nyentuh cewek seujung kakipun kini justru sedang bergulat dengan seorang wanita yang tak lain adalah asisten pribadinya. Helen memang sudah menduga ada yang tidak beres di antara mereka. Dan kini jawabannya ada didepannya.

Liza dan Davis yang tidak siap melihat Helen yang berdiri dipintu membelakangi mereka ikut terkejut. Sontak Davis menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka terlebih Liza.

"Kakak harus jelasin ini semua dirumah sekarang. Aku aduin semua ke mama sama papa!!" ucap Helen sebelum berlali pergi meninggalkan apartemen Davis.

Padahal mereka sudah merencanakan semua ini tapi kenapa Liza masih saja merasa khawatir.

"Cepat nganti bajumu dikamar mandi. Aku akan ganti baju disini," perintah Davis.  Dia segera turun dari atas tubuh Liza dan segera berjalan ke lemarinya.

IndirectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang