30. A Promise about the past

107 18 5
                                    

Ketika aku sudah merasa benar-benar nyaman
Hal yang paling kutakutkan adalah
Kau berubah tanpa alasan.

Author Pov.

Sunyi, dingin, sepi hanya ada bunyi alat yang berbentuk persegi yang menampakkan detak jantung dari Liza yang hampir membentuk garis lurus. Sudah berminggu-minggu Liza dirawat dirumah sakit tempat Doket Diki bekerja, tidak ada yang menjaga ataupun menemani gadis lemah tersebut hanya Dokter Diki saja yang menemaninya saat jam kerjanya sudah habis.

Dokter Diki sudah menganggap Liza seperti anaknya sendiri, ia salut melihat gadis kecil yang menjadi pasiennya kini sudah tumbuh menjadi wanita dewasa. Namun gadis kecilnya masih saja bertahan disaat kesehatannya tiap hari, tiap Bulan, tiap tahunnya semakin menurun. Selama ia merawat Liza, gadis itu selalu semangat dan pantang menyerah. Namun baru beberapa Bulan yang lalu gadis itu datang dalam keadaan buruk dan berkata aneh. Seolah gadis itu sudah lelah, seolah gadis itu sudah menyerah dan menyerahkan semuanya pada dirinya.

Hari ini genap 2 Bulan gadis itu tergeletak diranjang rumah sakit, gadis itu koma. Dan entah sampai kapan gadis itu sadar dari komanya.  Monitor EKG pun sudah lama tidak menunjukan hasil yang baik, berkali-kali detak jantung Liza berhenti sehingga harus dipacu dengan alat defibrillator. Sebenarnya ia sudah berniat mengatakan kepada suami dan Ayah Liza, namun selalu ia urungkan saat sudah berada di depan orang tersebut. Ia selalu ingat dengan janjinya yang tidak akan mengatakan kepada siapapun kecuali dalam keadaan mendadak atau mendesak. Keadaan Liza menang sudah mengkhawatirkan, oleh karena itu ia sudah putuskan jika dalam waktu 1 minggu lagi Liza tidak bangun ia akan langsung mengatakan kepada suami dan Ayah Liza.

Risetnya terhadap perkembangan kesehatan Liza selama bertahun-tahun ini menujukan cukup signifikan,  namum tiga atau dua Bulan terakhir Liza tidak pernah lagi ke rumah sakit. Ia tidak pernah mengatakan apapun, namun Dokter Diki membiarkannya hidup normal seperti orang lain. Ia tidak ingin mengengkang Liza telalu ketat, ia sadar sifatnya kini terlibat seperti seorang ayah kepada anaknya bukan seorang dokter pada pasiennya. Karenanya ia membiarkan Liza lepas saat melihatnya di mini market yang dekat dengan apartemen mewah.

Namun sungguh aneh sekali dalam akhir-akhir pekan ini Liza selalu apsen kerumah sakit tiap minggunya. Kesehatannya menurun. Hal itu membuat Dokter Diki cemas,  ia sudah menghubungi seluruh rumah sakit diindonesia juga Paris tempatnya kuliah dulu untuk mencarikan pendonor jantung untuk Liza. Namun hingga sekarang masih belum mendapatkan hasil. Sebagai seorang dokter saja terkadang membuatnya ingin menyerah begitu saja, apa lagi pasiennya sendiri?

Rawat jantungku. Aku tidak bisa lagi menanggung beban ini. Aku lelah.

Apa dia benar-benar lelah?  Apa dia menyerah sekarang?  Apa dia akan menyerahkan semuanya pada alat-alat medis dan kepiawaian para dokter spesialis jantung disini, dan termasuk juga dengan Dokter Diki sendiri.

"Hahh.." Dokter Diki menghela nafasnya dalam-dalam, "aku akan menghubungi ayahmu dan suamimu Liza. Mungkin ini sudah waktunya," putus Dokter Diki setelahnya. Ia membalikkan badannya berjalan meninggalkan kamar icu tempat Liza dirawat.

Namun suara familiar ditelinganya membuatnya menghentikan langkahnya. Dengan hati ia kembalikan badannya. Bukan,  bukan Liza yang ia ingin lihat namun monitor EKG nya. Sepersekian detik t ia berlari kearah Liza memberikan pertolongan pertama yang harus ia lakukan namun sebelumnya ia menekan tombol merah yang terletak tak jauh sisi Liza. Ia mengecek denyut nadi, derak jantung, dan hidung liza untuk menentukan apakah gadis itu mengirup oksigen atau tidak. Namun semuanya hasilnya sama.

"Siapkan alat defibrillator sekarang juga!!" pekik Dokter Diki yang telah mendengar derap langkah kaki yang ia tahu adalah para suster.

"LAGI?" ucap salah satu suster.

IndirectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang