33. rindu sang pemilik hati

119 20 0
                                    

Langit masih tampak murung, tidak ada seberkas cahaya pun dari langit. Kali ini awan hitam menyelimuti ibu kota, mungkin sebetar lagi akan memuntahkan isinya. Tapi aku cuek meskipun aku masih sedikit memiliki pobia dengan petir, aku masih sibuk meminum minumanku didalam mobil yang terparkir di Taman kota.

Sudah hampir tiga Bulan aku dirawat rumah sakit, dan hebatnya aku tidak pernah protes ataupun kabur. Aku selalu mengikuti ucapan Dokter Dingin itu, yah walaupun aku malas mengakuinya. Tanpa Nathanpun aku masih hidup walau dada ini masih sesak dan air mata ini bisa lolos kapanpun dan dimanapun aku mengingat kenangan kebersamaanku dengan Nathan. Tuh kan aku jadi kangen, kalo kangen kan aku jadi sedih.

Aku menghela nafas dalam-dalam membuang jauh-jauh fikiran itu,
Rintik-rintik hujan turun membasahi mobil ferrari putih yang kududuki sekarang hingga semakin lama semakin besar, namun aku masih betah duduk berdiam diri didalam. Rasa dinginpun tidak kuhiraukan. Aku tidak memiliki jaket, bajupun aku hanya memiliki beberapa stel. Semuanya masih diapartemen Nathan. Dan sayangnya lagi kakiku ini sangat malas untuk menginjakkan kaki diapartemen milik pria itu.

Mengenai perceraian, aku tidak penah mendatangi sidang tersebut. Aku hanya menyewa pengacara untuk melancarkan segala sesuatu yang diinginkan pria itu. Lihat, karena terlalu sering memberontak hanya untuk sebuah perhatian sekarang aku lelah dan memilih diam walaupun ini waktunya aku memberontak terhadap kasus perceraian itu. Harus kusalahkan pada siapa lagi sekarang kalau bukan pada diriku sendiri?

Sekarang aku sudah sah menjadi seorang janda prawan tepat di anniversary ke 6 Bulan pernikahan kami. Menggelikan sekali. Bahkan setiap aku mengingatnya aku selalu menertawakan diriku sendiri . Bodoh.

Drrt drrt drrt
Ponselku bergetar tanda pesan masuk, buru-buru aku mengambilnya disaku celanaku.

Dr. Cool : waktunya minum obat. 12:00 Wib. Jangan lupa!!

Tanpa sadar aku mengerucutkan bibirku, menyebalkan!!  Dokter ini sama saja saja dengan Dokter Diki. Sama-sama cerewet. Ngomong-ngomong tentang Dokter Diki, aku tidak tau bagaimana kabarnya sekarang.  Aku tidak pernah mengirim pesan ataupun menelfonnya, aku masih kesal dengannya yang tiba-tiba resign dan meninggalkan aku begitu saja.

Aliza: iya!!  Berisik!!

Balasku sambil tersenyum kecil, kubuka dashboard mobil dimana aku menyimpan obat dan mengambil minumanku. Aku langsung meminumnya dalam sekali tegak.

'Aish pahit' erangku kesal.

Aku kembali mengembalikan obatku dan duduk sambil menatap hujan yang masih saja lebat dari kaca depan. Mataku menangkap seorang pria yang memakai jas biru tengah berlari menembus hujan. Tanpa sadar aku kembali lagi mengingat dengan Nathan. Kenapa warna biru selalu melekat pada pria itu?

"I miss you." gumamku lirih sambil tersenyum masam, aku rindu dengan pelukannya yang hangat, aku rindu tatapan matanya yang tajam, aku juga rindu dengan aroma parfumnya. Dan brengseknya lagi mobil ini masih saja menyimpan parfum pria itu, lalu bagaimana aku bisa move on?

lagi-lagi air mata jatuh dari pelupuk mataku.  Aku langsung menghapusnya dan segera aku menjalankan mobil meninggal tempat itu. Yang penting aku tidak ingat lagi dengan dia. Tidak perduli kemana pun itu.

Mobil berjalan menempus derasnya hujan di ibu kota, hingga tak terasa mobil terhenti di sebuah mall yang cukup besar didaerah Jakarta pusat. Mungkin sedikit jalan-jalan di mall dapat menghilangkan perasaan ini.

Aku langsung memarkirkan mobil di basement tempat parkir mall. Setelah memastikan aku sudah menguncinya aku segera masuk kedalam mall. Tempat pertama yang kutuju adalah toko buku, letaknya dilantai dua. Sudah lama aku tidak membaca novel, mungkin sudah banyak novel-novel baru disana. Hanya untuk kali ini saja aku menguras sedikit kartu tabunganku.

IndirectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang