Aras mengemudikan Audi-nya dengan kecepatan seperti seekor siput. Ia terjebak kemacetan, hal yang tidak ia sukai namun harus ia lakukan setiap berangkat kerja.
" Kalo nggak mau kena macet, kamu harus berangkat dari Subuh."
Nenek-nenek juga tahu soal itu. Ya, tadi itu terngiang saran tidak penting dari Widya. Masalahnya ia malas jika harus berangkat kerja terlalu pagi.
Semuanya berubah sejak ia menikah.
Ia harus rela pindah dari apartemen yang hanya berjarak 10 menit perjalanan dengan kantor ke rumah baru yang ditempatinya setelah menikah.
Ia juga harus rela setiap pagi berurusan dengan kopi kemanisan.
Setiap malam seranjang dengan perempuan yang sama.
Bukan berarti ia harus berganti partner tidur setiap malam ya.
Hanya saja, jika sosok yang sama itu adalah Widya, perempuan yang dijodohkan dengannya, kok rasanya bosan ya?
Mungkin ia bisa menyarankan isterinya itu memakai topeng para model Victoria's Secret secara bergantian. Itu mungkin bisa membuat hidupnya jadi lebih berwarna. Lebih asyik.
Ketimbang sekarang.
Drrrrttt, ponselnya berdering.
"Ras, map kamu ketinggalan."
Shit!
Baru saja pikirannya terpapar sosok isterinya itu, kini ia harus berhadapan dengan kenyataan kalau ia baru saja meninggalkan map berisi bahan presentasi pagi itu.
Kenapa bisa ketinggalan? Widya ada di sana kan pagi itu? Lalu mengapa ia tidak mengingatkan soal map itu? Dia bisa becus jadi isteri nggak sih?
"How come?" tanya Aras tidak sabaran. "Kenapa lo nggak ingetin?"
"Dan kenapa mapnya nggak langsung dimasukin tas waktu kamu siap-siap? Aku selalu mau nyiapin tas kerja kamu, tapi...,"
"Ya udah. Gue balik." Kepala Aras serasa memanas. Calm down. Ia harus berputar haluan. Dan itu butuh waktu paling cepat satu jam.
Mungkin ia bisa mulai memesan go-jek yang bisa terbang.
"Nggak usah. Kamu terus nyetir aja sampe kantor. Aku anter mapnya."
"Thanks."
"Nggak usah makasih. Aku kebetulan aja mau ke butik mbak Sera. Bukan bela-belain nganter map kamu lho ya, kalo kamu mikirnya gitu."
Oh, thanks. So much!
***
Widya memanuver mini cooper-nya, sampai tiba di area parkir khusus direksi. Audi hitam mulus Aras sudah terparkir di samping tempatnya memarkirkan mobil.
Aras tidak mengonfirmasi di mana map tersebut harus diserahkan
Tadinya, Widya ingin menitipkan ke pos satpam tapi ia sadar hal itu tidak sopan. Jadi, ia berinisiatif untuk membawanya sampai ke meja Una, sekretaris Aras.Ogahlah sampai ketemu Aras lagi pagi itu.
Melewati meja resepsionis di mana senyum ramah dan profesional tertuju padanya, Widya melenggang cepat menuju lift.
Hah, kenapa juga ia mau repot-repot begini?
Suasana lift lumayan lengang. Bersamanya, lima orang karyawan menanti lift sampai di lantai yang dituju. Pintu lift terbuka, dan dua orang laki-laki menjejakkan kaki di lantai lima.
Masih sepuluh lantai lagi...
Fuuuuh....Sampai lantai 10, dua orang keluar dan bobot lift bertambah dengan masuknya tiga orang. Widya buru-buru merapat dekat pintu sebelum terdesak ke pinggir. Siapa yang tahu ada rombongan lebih banyak lagi di lantai berikut?
Syukurlah. Sampai lantai 15, jumlah penghuni lift tidak bertambah. Ia melangkah keluar, merapikan rambut dan pakaian. Pagi itu Widya sengaja memakai pakaian feminin karena tujuannya adalah butik Sera. Meskipun ia lebih sreg hanya memakai jins dan kaus.
Kedua kakinya yang ditunjang sepasang wedges berjalan menuju ruang kerja Aras. Di depan ruangannya, Una sedang menerima telepon. Begitu melihatnya, Una tersenyum.
"Oke, iya. Baik, Pak."
Widya mengeluarkan map dari dalam tas.
"Una, ini mapnya pak Aras. Tadi ketinggalan di rumah. Tolong dikasih ya?"
"Oh, iya. Baik, Bu." Una menerimanya kemudian membuka map untuk melihat isinya. "Ibu nggak masuk ke ruang kerja pak Aras?"
"Nggak usah, Un. Ini juga udah mau balik. Duluan ya?"
***
Widya kembali menyetir, kali ini menuju butik milik Sera. Sehari-hari, ia lebih banyak menghabiskan waktu di depan laptop mengurus online shop serba ada yang sudah dirintisnya sejak tiga tahun lalu. Pekerjaan itu cukup menghasilkan, meskipun ia tidak bekerja kantoran.
"Aku udah di jalan."
Aras menelepon, menanyakan mengapa ia tidak masuk ke ruang kerja Aras tadi.
Ngapain? Memang ia bisa kerja apa di dalam sana?
Aras menutup telepon setelah mengatakan ia akan meeting.
Widya menghela napas.
"Gue punya pacar. Lo juga punya pacar. Dijalanin aja. Gampang kan?"
Gampang gundulmu!
KAMU SEDANG MEMBACA
BELIEVE IN LOVE (Love #1) -Completed-
General Fiction(CHAPTER2 EMESH DIPRIVATE) Highest rank #1 General Fiction May 12nd 2017, #3 General Fiction May 4th, 2017 :), #2 General Fiction May 5th, 2017 Lika-liku pernikahan seorang Widya Anandari dan Aras Yatalana. Cinta, gengsi, cemburu. Aku masih sangs...