"Jangan."
"Aku nggak punya cara lain lagi. Gimanapun juga, nenek harus tahu tentang masalah kita."
Aras tetap menolak. Menurutnya, ia sudah mati-matian menjaga perasaan nenek dan Widya tidak bisa begitu saja menghancurkan usahanya. Nenek tidak boleh tahu sama sekali tentang masalah mereka. Lagipula ia sudah bertekad untuk meninggalkan Kalya. Bukan hal mudah tapi paling tidak ia telah berani mengambil sebuah keputusan besar dalam hidupnya.
Jadi soal perceraian itu, tidak akan terjadi. Selama nenek masih sehat-sehat saja. Dan selama nenek masih menginginkan mereka bersama.
"Nenek pasti bisa mengerti."
"Nggak bisa. Jangan sampai lo coba-coba kasih tau nenek." Aras menegaskan.
"Kamu bakal ngelakuin apa aja untuk ngebahagian nenek, sementara permintaannya bukan hal yang kamu inginkan. Aku salut sama kamu."
"Gue sayang banget sama nenek."
Sama aku, nggak, Ras? Nggak sama sekali? Kamu selalu beralasan pengorbanan kamu hanya karena nenek. Lalu aku harus bagaimana? Melanjutkan hidup aku sama kamu demi motivasi kamu untuk membahagiakan nenek?
Kamu memang benar-benar egois, Ras. Kamu nggak pernah mikirin perasaan aku. Aku nggak heran kenapa aku benar-benar benci sama kamu.
"Baik. Tapi aku punya satu permintaan." Widya ingin mengambil langkah menjauhi Aras untuk sementara waktu. "Aku mau kita pisah ranjang."
Mereka memang tidak saling menyukai di awal pernikahan, namun sejak menikah mereka selalu tidur di tempat tidur yang sama. Kesepakatan itu tercipta tanpa pernah mereka rencanakan. Berjalan selama berbulan-bulan tanpa ada komplain dari masing-masing pihak.
Dan saat keinginan berpisah ranjang itu diutarakan, rasanya ada semacam kebimbangan.
Aras berpikir beberapa saat sebelum menyanggupi.
"Baik. Biar gue yang pindah."
***
Pisah ranjang yang mereka sepakati, dimulai malam ini. Aras memutuskan pindah tidur ke kamar sebelah yang biasanya digunakan jika ada kerabat dekat yang hendak menginap. Bantal yang biasa ia gunakan pun dibawa serta. Kecuali selimut. Aras mengambil selimut lain dari lemari.
Tinggal seorang diri di kamar, Widya mendapati dirinya tengah merenung.
Mengapa ia harus terjebak dalam kehidupan seperti ini? Ia sudah tidak memiliki orangtua, dan ia masih harus menerima perjodohan dengan laki-laki seperti Aras. Si keras hati yang tidak pernah bisa ia pahami keinginannya sekaligus laki-laki yang tidak pernah mencintainya. Ia tidak pernah bermaksud menyalahkan takdir. Namun jika datang bertubi-tubi seperti ini, bolehkah ia meminta sedikit saja kompromi dari Tuhan?
Widya mendesah kuat-kuat.
Memang tidak ada yang perlu ditangisi. Ia harus kuat.
Tidak ada pilihan lain.
Perlahan bangun dan duduk di tepi tempat tidur.
Seharusnya ia menghubungi Elang untuk berkeluh kesah karena hanya Elang yang bisa memahaminya.
Namun, jangankan bisa menghubunginya, ponselnya saja masih disandera Aras. Kenyataan itu semakin menambah rasa sakit secara berlipat ganda.
Belum lagi, ia tidak bisa sering memantau perkembangan usahanya. Dhea, ia pasti sudah memberi kabar tentang penjualan online shop tapi ia tidak bisa balas menghubunginya.
Ia terpikir. Mungkin besok ia bisa mendapatkan kembali ponselnya dengan cara baik-baik atau tidak.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
BELIEVE IN LOVE (Love #1) -Completed-
General Fiction(CHAPTER2 EMESH DIPRIVATE) Highest rank #1 General Fiction May 12nd 2017, #3 General Fiction May 4th, 2017 :), #2 General Fiction May 5th, 2017 Lika-liku pernikahan seorang Widya Anandari dan Aras Yatalana. Cinta, gengsi, cemburu. Aku masih sangs...