21th

17K 2.1K 31
                                    

"Eh? Maksud kamu...,"

Urung keinginan Widya menyambung kalimat itu.

Tapi, maksud Aras tadi, ia diajak ke acara reuni. Iya kan?

Widya masih berpikir-pikir saat Aras telah selesai makan dan beranjak dari kursi.

Kalau Aras mengajaknya, lalu bagaimana dengan Elang? Ia tidak pernah mengira akan jadi begini. Aras mengajaknya pergi setelah ia dan Elang membuat rencana makan malam bersama seandainya Aras jadi ke acara reuni tersebut.

Tapi kenapa Aras tidak pergi bersama teman-temannya?

Widya berhenti mengira-ngira karena ia harus segera menuntaskan pekerjaan bersih-bersih dapur sebelum mandi. Lagipula ia sudah mulai merasa ngantuk setelah berjam-jam menemani nenek di kamarnya. Ia tidak pernah bisa tertidur saat menjaga nenek karena khawatir kebablasan.

***

Widya belum bilang mau ikut atau tidak.

Jadi, apakah ia harus menanyakan ulang? Widya pasti dengar maksud ucapannya tadi, tapi mungkin saja ia masih bingung?

"Lo belum bilang mau ikut atau tidak." Aras mengingatkan saat Widya masuk ke dalam kamar.

Widya yang sedang berjalan menuju walk in closet berbalik melihatnya.

"Kamu nggak berangkat sama teman-teman kamu?"

Aras tidak mengerti di bagian mana dari ajakannya yang Widya tidak mengerti. Jika ia mengajak Widya sudah pasti ia tidak akan pergi dengan orang lain.

"Nggak."

Widya seolah sedang berpikir, sama seperti saat di meja makan tadi.

"Lo ada acara lain?"

Widya menggeleng ragu. "Nggak juga. Eh, ada sih. Tapi bisa dibatalin. Bukan acara penting juga."

Jadi, Aras menganggapnya sebagai jawaban ya.

"Awalnya gue mau pergi sendiri, tapi teman-teman gue bawa pasangan. Gue nggak mau ditanya macam-macam kalau lo nggak ada."

Kalya bukan pilihan aman, karena teman-temannya tahu jika ia telah menikah. Kecuali ia punya rencana berpoligami.

"Sebenarnya kamu masih punya potensi ditanya macam-macam. Misalnya soal anak. Kecuali kamu mau coba bawa anak kecil yang bisa kamu akui sebagai anak." Widya tersenyum datar. "Lupain aja."

Aras memang mengabaikannya.

"Dress codenya serba putih."

Widya mengangguk. "Oke. Aku punya beberapa baju putih. Nanti tinggal dipilih-pilih aja."

"Hm." Aras cukup menggumam.

"Ya udah kalo gitu aku mau mandi dulu."

***

Widya tidak tahu mengapa ia lebih memilih menemani Aras ke reuni SMA dan membatalkan janji dengan Elang. Padahal ketika mengajak, Aras tidak ada manis-manisnya sama sekali. Terkesan seperti menyuruh, kebiasaan yang tidak berubah sejak pertama mengenalnya. Widya cukup yakin ada yang salah pada otaknya namun ia tidak tahu persis di mana dan bagaimana mekanismenya.

Apakah ia bisa dinobatkan sebagai isteri teladan? Entahlah.

Elang masih berbaik hati untuk tidak mendiamkannya setelah pembatalan janji. Sebaliknya, Elang bilang bahwa ia juga akan datang ke reuni tersebut. Mereka bisa berakting seperti biasa. Malah jika Widya mau, ia bisa tidak mengacuhkan Elang. Laki-laki itu pasti bisa mengerti.

Widya menjatuhkan pilihan outfit pada blus berkerah sabrina dan celana panjang putih. Tas selempang kecil, high heels dengan tinggi standar dan bangles putih bermotif polkadot kuning. Rambut sebahunya dibiarkan tergerai setelah ia menjadikan slayer putih sebagai bandana.

Sementara Aras tidak mau repot memikirkan pakaian apa yang ingin dikenakan. Ia hanya mengambil kemeja putih dari deretan lusinan kemeja putih yang ia punya, jins putih yang sepertinya jarang ia pakai. Ia bahkan tidak memakai dasi. Untuk sepatu, ia memilih Converse hitam karena tidak ingin terlalu "terjebak" dalam warna putih.

Melihat Aras dalam pakaian kasual serba putih, Widya sejenak terpesona.

Aras memang ganteng. Ia jadi membayangkan jika pemotretan dengan Susan Wijaya jadi dan Aras cukup sekasual itu untuk terlihat gorgeous and cool di depan kamera.

Oh, well. Ia jadi kedengaran seperti sedang fangirling tingkat akut.

Dengan Aras? Noooo

"Ngomong seperlunya aja kalo ada yang ngajak ngobrol."

"Ras. Kamu nggak perlu ngasih tau hal yang sama berulang-ulang. Aku udah tau."

Aras tidak suka perempuan bawel. Dan sekalipun kamu cukup bawel di rumah, ketika kamu berada di luar, jadilah kalem, sekalem putri keraton.

Noted.

Aras mengabaikan protes dan tetap melanjutkan apapun yang ingin dikatakannya.

"Kalo ada yang nanya-nanya soal rumahtangga kita, jawabnya nggak perlu detil. Diplomatis."

Widya mengangguk, meski mendongkol dalam hati.

"Simpelnya, lo jangan jauh-jauh dari gue, biar gue gampang ngawasin."

"Kita mau ke reuni atau ke kebun binatang sih? Perasaan, aturannya ribet banget."

"Lo aja yang ngerasa ribet. Gue cuma mastiin lo nggak ngomong macam-macam."

BELIEVE IN LOVE (Love #1) -Completed-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang