32nd

19.4K 2.4K 100
                                    

Widya berlari-lari menuju mobil Elang yang terparkir di halaman basecamp. Elang hanya bisa tersenyum menyaksikan Widya sampai harus berlari untuk sampai ke mobilnya.

"Kenapa harus lari, Dy? Jalan santai aja kan bisa?"

"Kamu udah kelamaan nunggu. Makanya aku cepat-cepat." Widya memasang seatbelt. "Ayo, tunggu apalagi? Berangkat sekarang?"

Elang senang melihat Widya terlihat ceria seperti sekarang. Seakan over excited. Tentu ia pun merasakan hal yang sama. Mereka akan pergi melihat rumah yang akan jadi rumah mereka bersama di masa depan.

Membayangkan Widya mengurus rumah dan anak-anak mereka kelak membuat senyum di wajahnya semakin melebar.

"Masih jauh nggak?"

"Lumayan," jawab Elang sambil menyetir. "Letaknya di pinggiran kota. Selain tenang, nggak begitu banyak polusi, juga lebih murah."

Widya mengangguk mengerti. "Sesuai budget ya?"

"Mm. Kamu nggak keberatan? Rumahnya nggak gitu besar, tapi halamannya lumayan luas. Aku ingin rumah itu nanti jadi rumah yang teduh dan asri."

Widya menatapnya sejenak, lalu kembali melihat keluar melalui jendela di sampingnya.

Elang meraih tangan Widya di atas pangkuan.

"Kamu pasti suka, Dy."

Widya berbalik dan tersenyum.

Perjalanan mereka memakan waktu lebih dari setengah jam. Elang khawatir, Widya mulai bosan dalam perjalanan itu.

"Tadinya aku udah berusaha nyari dekat basecamp kamu, tapi nggak ketemu."

"Nggak pa-pa kok. Soal jarak kan masih bisa disiasati. Yang penting aman untuk tabungan kamu."

Dalam hati, Elang mengagumi cara berpikir Widya. Perempuan seperti Widya mau menerima keadaannya tanpa pernah mengeluh. Hal itu mungkin berkaitan langsung dengan kehidupan Widya yang terbiasa dalam kesederhanaan.

Mobil tersebut menepi sebelum berbelok ke sebuah lorong. Di kiri kanan terdapat rumah dalam bentuk yang sama. Tidak berapa lama, mobil berhenti di depan pagar sebuah unit rumah kecil bercat abu-abu dan berdisain minimalis.

"Jadi, maksud kamu sama lihat-lihat rumah, yang udah deal dibeli, gitu?" Widya memastikan setelah mereka berdiri di depan pagar. Elang mengajaknya masuk setelah mengacungkan kunci rumah yang telah diberi gantungan kunci kayu.

"Iya. Biar surprise." Elang menggenggam tangannya. "Masuk yuk?"

Widya memandang berkeliling. "Lumayan luas, Lang."

"Minggu depan, tukangnya mau datang ngecat ulang pintu, jendelanya. Tinggal dibersihin aja baru deh mulai diisi perabotan."

Widya menyentuh dinding ruangan yang direncanakan Elang sebagai ruang TV.

"Kamu suka, Dy?"

Widya mengangguk pelan. "Suka. Lebih dari ekspektasi."

Elang membimbingnya masuk ke sebuah ruangan yang lebih kecil.

"Nah, ini kamar kita nanti."

Widya mendongak memandangi langit-langit berwarna kelabu terang saat Elang menyalakan lampu.

"Nanti tempat tidurnya di sebelah sini, terus lemarinya di sana. Di sebelah sini, bisa kita taruh foto atau lukisan." Elang menunjuk beberapa bagian sesuai dengan rencananya. Ia begitu bersemangat hingga tangannya bergerak aktif menunjuk ke sana kemari, begitupun kedua kakinya yang bergerak cepat ke satu ruang ke ruangan lain.

BELIEVE IN LOVE (Love #1) -Completed-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang