Kedua tangan Aras di atas kemudi, terkepal kuat. Mesin mobil sudah dinyalakan, tapi dimatikannya kembali setelah mendengar kalimat pelan namun menusuk yang diucapkan Widya.
"Aku mau cerai," ulangnya.
"Gue anggap gue nggak dengar omongan lo barusan," Seperti tameng, ucapan Aras seakan memblokir rencana Widya.
Mereka akan cerai, tapi tidak sekarang.
"Kamu mau apalagi, Ras? Selama ini kamu bebas ngelakuin apa yang kamu mau tanpa pernah mikirin konsekuensinya."
"Maksud lo apa sebenarnya?"
"Aku sudah muak dengan semua sandiwara kita selama ini, Ras." Widya menarik napas pendek. "Hidup sama kamu nggak pernah sekalipun buat aku bahagia. Karena sikap kamu yang semaunya, egois, nggak akan pernah bisa berubah pelan-pelan bakal hancurin semuanya. Dan aku sadar, aku nggak mau kita pisah saat aku sudah terlanjur hancur. Sekarang waktu yang tepat. Dan kamu bisa mulai hubungan kamu sama Kalya secara sah. Kamu ceraikan aku dan nikahin dia. Selesai."
"Nggak akan bisa semudah itu." Aras menggumam. Ia menatap ke depan. Tangannya kini mencengkeram kemudi.
"Kenapa nggak?" Widya benci mendengarnya.
Apalagi yang Aras tunggu? Ia hanya tinggal menjatuhkan talak melalui ucapan dan besok mereka bisa mulai mengurus proses perceraian. Widya memastikan tidak akan meminta apa-apa.
Demi kebebasan, detik itu juga ia akan setuju jika Aras menceraikannya.
"Gue nggak akan cerain lo, Dy."
Widya mencengkeram erat tali tas selempangnya. Ia lalu membuka seatbelt. Ia lebih memilih pulang berjalan kaki daripada semobil dengan Aras.
"Aku rasa pembicaraan kita sudah nggak ada gunanya lagi, Ras." Widya bermaksud membuka pintu, namun Aras lebih dulu menguncinya. Widya menahan diri untuk tidak menggedor-gedor pintu. Parkiran mulai ramai oleh beberapa orang yang akan pulang. Gedoran pintu dan teriakan histerisnya hanya akan memperburuk keadaan.
Ia susah payah mengatur napas.
"Turunin aku di pinggir jalan."
"Nggak." Aras menolak. Ia terus memutar kemudi hingga mobil mengarah ke pintu gerbang.
"Dy, gue nggak akan cerain lo. Karena lo adalah tanggungjawab gue. Dan kalaupun nanti lo mau kita pisah, gue akan pastikan hal itu terjadi saat nenek udah nggak ada."
Widya mengempaskan punggung dan bersedekap.
Saat ia memejamkan mata, saat itu juga airmatanya meluruh.
***
"Jaga Widya baik-baik ya, Ras? Widya udah nggak punya siapa-siapa lagi selain keluarga kita. Janji sama Nenek."
Aras mengusap wajahnya.
Rencana yang telah disusunnya selama beberapa bulan ini, harus ia batalkan demi janji kepada nenek. Saat nenek masih terbaring sakit, hanya permintaan itu yang berulang-ulang dipintanya.
Jaga Widya
Sayangi dia
Dia tanggungjawab kamu, sekarang.
Jangan bikin dia nangis.
Widya udah nggak punya siapa-siapa.
Terus dan terus menerus. Berulang-ulang hingga otaknya lelah memikirkan.
Mengapa tanggungjawab sebesar itu dibebankan padanya? Mengapa harus ia, mengapa bukan orang lain? Ia harus menerima permintaan nenek untuk menikahi Widya demi melindunginya. Tidak ada penolakan, karena ia tidak akan pernah bisa menolak permintaan nenek yang sangat disayanginya, sekalipun hal itu bertentangan dengan rencananya dulu untuk menceraikan Widya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BELIEVE IN LOVE (Love #1) -Completed-
General Fiction(CHAPTER2 EMESH DIPRIVATE) Highest rank #1 General Fiction May 12nd 2017, #3 General Fiction May 4th, 2017 :), #2 General Fiction May 5th, 2017 Lika-liku pernikahan seorang Widya Anandari dan Aras Yatalana. Cinta, gengsi, cemburu. Aku masih sangs...