Sontak Davin kaget dan langsung menangkap tubuh Pink. Ia menggendong Pink ke tempat tidur Pink dan menarik selimut untuk menutupi tubuh Pink. Seakan tahu apa yang akan terjadi, Davin langsung menyuruh Rain, Rysa, dan Talitha keluar.
"Rain, Rysa, Talitha kayaknya rencana kita gagal deh. Mungkin kalian keluar aja dulu dan lebih baik pulang. Pink sepertinya butuh istirahat" ucap Davin bijaksana.
"Iya kita ngerti ko, ayo temen-temen" ucap Talitha mengerti.
"Tapi Pink nggak akan kenapa-kenapa kan?" ucap Rysa khawatir.
"Tenang aja, gue bakal minta sopir Pink buat jagain dia" ucap Davin.
"Terus lo?" tanya Rain.
"Ya gue pasti bakal pulang. Lagian nggak enak gue di rumah cewek lama-lama" jawab Davin.
"Ya udah, gue percaya sama lu Vin" ucap Talitha seraya pergi mengajak teman-temannya.
"Lo kenapa lagi sih Pink, gue khawatir sama lo tahu nggak?", tanya Davin yang lebih kepada dirinya sendiri sambil duduk di tepi tempat tidur Pink lalu menyingkirkan rambut Pink yang berantakan dari wajah Pink.
"Lo pasti nggak tahu ya? Iya lah lo nggak tahu. Lo aja nggak pernah peduli sama gue", jawab Davin sendiri sambil tersenyum kecut.
"Pink.. andai lo tahu kalau gue sayang sama lo. Gue nggak pernah rasain perasaan aneh dalam hati gue sebelum gue ketemu lo. Gue jadi mengerti apa arti senang dan sakit setelah ketemu lo. Gue senang banget kalau bisa berduaan dan lihat wajah lo sedeket ini. Tapi di lain waktu gue ngerasa sakit saat lo nggak pernah peduli dengan kehadiran gue, seakan gue cuma orang yang mampir di kehidupan lo. Gue berhasil jatuh karena lo Pink", curhat Davin pada udara kosong.
"Pink.. gue nggak ngerti sama kondisi lo yang cepat banget berubah. Tapi kalau ngelihat lo selemah ini, hati gue sakit Pink. Gue mau banget nanya sama lo tentang keadaan lo. Tapi bukankah jawabannya akan sama saat lo pertama kali terlihat lemah di depan gue? Lo pasti akan jawab kalau ini semua bukan urusan gue kan? Kalau gue nggak berhak masuk ke kehidupan lo lebih dalam lagi? Gue ngerti Pink. Tapi tolong kasih gue kesempatan. Setidaknya untuk menunjukkan rasa sayang gue", Davin terisak.
"Cepat sembuh ya Pink. Jangan sering sakit-sakitan kayak gini. Gue nggak suka. Dan satu lagi-", Davin menggantungkan ucapannya namun tangannya tak berhenti untuk mengelus puncak kepala Pink yang terasa hangat.
"Berhenti jadi cewek batu yang memiliki sifat keras kepala. Karena belum tentu apa yang menurut lo baik itu adalah yang terbaik. Terkadang lo butuh nasehat seseorang demi kebaikan lo. Lo butuh seseorang Pink. Lo nggak bisa hidup sendiri. Jadi, berhenti lah menutup diri dan hati lo. Biarkan orang lain masuk ke kehidupan lo Pink. Siapa tahu orang itu bisa mewarnai hidup lo. Dan dengan begitu gue kan bisa ngelihat senyum tulus lo bukan senyum kaku lo. Ya.. gue sih berharap orang itu gue", Davin melanjutkan ucapannya sambil tersenyum tulus.
"Sekali lagi jaga kesehatan ya, Pink", Davin bangkit dari tepi tempat tidur Pink lalu tersenyum ke arah Pink tulus. Walaupun Pink tidak bisa melihatnya dan mendengar semua perkataannya, namun Davin tetap berharap suatu saat nanti Davin bisa benar-benar mengatakan semua ucapannya tadi kepada Pink saat Pink dalam kondisi sadar.
Davin berjalan ke arah pintu kamar Pink. Ketika Davin sudah memegang kenop pintu, dia menoleh terlebih dahulu ke arah Pink, sebelum akhirnya dia menutup kamar Pink dan berjalan keluar menuju sopir yang sedang duduk-duduk di teras.
"Pak, Pink sekarang lagi istirahat. Tapi sepertinya dia butuh dokter untuk di cek keadaannya. Bapak bisa kan panggilin dokter? Saya nggak enak pak kalau lama-lama di rumah cewek apalagi saya sendirian, cowok pula", ucap Davin sopan.
KAMU SEDANG MEMBACA
P.I.N.K
Fiksi Remaja"Saat pertama kali Gue lihat Lo, entah kenapa ada suatu perasaan asing disana yang mengisi sebuah kekosongan. Hingga Lo menjadi orang pertama yang bisa membuat Gue untuk ngasih segalanya. Terutama kebahagiaan Gue" -Davin "Lo adalah satu-satunya oran...