"Lo datang dengan sejuta teka-teki. Dan sekarang, dengan enaknya lo pergi tanpa satu jawaban?!"
•••
"Pink lo dimana?" ucap Davin sesampainya di bandara. "G-gue cuma mau ngomong satu hal penting. Gue mau ngomong hari ini juga, karena gue nggak akan tahu apa kita akan ketemu lagi di lain waktu. Pink gue mohon. Lo dimana?" Davin menghela nafas, sudah beberapa menit Davin mencari Pink di bandara namun tidak ketemu juga padahal saat itu bandara sedang sepi. Davin pun berjalan ke arah kursi dan duduk. Davin mengusap-usap wajahnya gusar sambil sesekali menghela nafasnya.
Mobil besar dan mewah berhenti di depan bandara. Tak lama kemudian beberapa orang turun dari mobil tersebut. Mata Davin membelalak ketika mengetahui siapa yang baru saja turun dari mobil di depan bandara itu. Sosok yang sudah Davin tunggu-tunggu. Davin hanya bisa diam sambil menunggu Pink masuk ke bandara, karena tidak mungkin jika Davin menghampiri Pink yang sedang bersama keluarganya dengan tiba-tiba.
Pink mengeluarkan koper dan beberapa tas berukuran sedang dari mobilnya, yang dibantu beberapa orang.
"Mom, Dad, sampai sini aja ya, aku bisa kok masuk sendiri ke bandara" ucap Pink kepada Katrin, Mommy Pink dan Vino, Daddy Pink.
"Tapi sayang, barang bawaanmu lumayan banyak" ucap Katrin.
"Daddy akan antar kamu sampai kamu benar-benar sudah masuk pesawat, sayang" ucap Vino.
"Mom, Dad, aku nggak apa-apa. Aku harus belajar mandiri mulai dari sini. Nanti di Perancis juga kan aku akan melakukan apapun sendiri" Pink tersenyum.
"Ya sudah sayang, kamu hati-hati ya disana. Kamu harus pintar-pintar jaga diri dan jangan pernah mau dengan ajakan aneh cowok-cowok disana. Kamu ngerti kan sayang?" ucap Vino.
"Aku ngerti Daddy, Daddy udah beberapa kali bicara soal itu. Jadi aku nggak akan pernah lupa" Pink kembali tersenyum.
"Tapi Daddy, aku mau mastiin Pink sampai Pink masuk ke pesawat" Katrin khawatir.
"Mommy ini sudah waktunya. Mommy ngerti kan?" Vino mengusap rambut Katrin.
"Aku pergi dulu ya, Mom, Dad" Pink memeluk kedua orang tuanya.
"Jaga diri baik-baik ya sayang" Katrin berkata sambil memeluk Pink dengan erat.
"Aku akan sering menghubungi Mom sama Dad, aku janji" Pink menangis, kemudian dengan cepat ia menghapus air matanya dan melepaskan pelukannya.
"Paman, aku pergi dulu ya" ucap Pink kepada sopirnya, Pak Umar, yang sering Pink sebut sebagai paman.
"Mom, Dad, paman, bye" Pink melambaikan satu tangannya dan satu tangan yang lainnya menyeret koper dan beberapa tas lainnya.
Katrin, Vino, dan Pak Umar melambaikan tangannya.
Saat ini Pink sudah memasuki bandara sambil menunduk, memandangi tiket pesawat.
Deg. Tanpa sadar Pink menabrak seseorang.
"Pink" panggil seseorang yang ditabrak oleh Pink.
Pink mengangkat kepalanya yang sedari tadi menunduk. "Davin?" Pink heran.
"Pink kenapa lo terima beasiswa itu?" Davin to the point.
"Ini kehidupan gue, lo nggak berhak ngatur" Pink capek, tidak mau berdebat. Pink pun langsung pergi.
Davin menahan tangan Pink. "Pink! Lo datang dengan sejuta teka-teki. Dan sekarang, dengan enaknya lo pergi tanpa satu jawaban?!" Davin tidak bisa menahan ucapannya.
"Davin! Dengerin gue! Mungkin ini yang terakhir kalinya! Gue nggak pernah memberi lo satu pun teka-teki! Gue datang di kehidupan lo cuma sekedar seorang yang berada di satu ruang dengan beberapa orang yang lainnya dalam beberapa jam! Atau lebih tepatnya lo cuma teman sekelas gue!" Pink sudah benar-benar kesal dengan Davin.
"Tapi apa maksudnya kejadian di hari itu bukan teka-teki buat gue?"
Pink berfikir keras. Kejadian di hari itu? Apa maksudnya?. "Lo semakin ngaco!" Pink tidak ingin berlarut-larut.
"Lo mungkin nggak ingat Pink, kejadian di hari itu. Hari dimana kejadian yang selama ini menjadi rahasia lo itu terjadi, kejadian setelah lo adu mulut dengan Ranz. Kejadian yang sangat membuat gue penasaran sama lo. Kejadian yang-"
"Cukup!" Pink memutus ucapan Davin, karena setelah Davin mengucapkan beberapa kalimat itu, Pink jadi ingat sesuatu. "Gue nggak mau ngebahas soal itu lagi!"
"Tapi mau nggak mau lo harus benar-benar jelasin ke gue!"
"Sebenarnya mau lo itu apa sih?!"
"Gue cuma mau lo jelasin semuanya ke gue!"
"Nggak penting!" Pink meninggalkan Davin.
Tap. Lagi-lagi Davin menghalangi Pink untuk pergi. "Lo harus jelasin sekarang!"
Pink menoleh. Saat ini tatapan Pink menajam. Pink seketika berubah. Pink melepaskan genggaman tangan Davin dengan kasar. "Davin! Lo itu bukan siapa-siapa gue! Gue nggak pernah anggap lo ada! Waktu itu, waktu dimana kejadian itu terjadi, gue ucapin terima kasih, lo cuma nolongin gue sampai lo tau semuanya itu hanya kebetulan! Jangan pernah tanya soal itu lagi! Dan jangan pernah ganggu kehidupan gue lagi! Mulai detik ini, lo harus ngelupain gue, lupain semuanya tentang gue! Karena sampai kapanpun gue nggak akan pernah ketemu sama lo lagi! Nggak akan pernah! Ini yang terakhir kali, Vin!" ucap Pink kemudian, pelan namun menusuk.
Deg. Deg. Deg. Jantung Davin berdebar hebat setelah Pink mengatakan semuanya. Davin tidak percaya. Pink, seorang yang manis jika dilihat dapat berubah menjadi orang yang sangat menyeramkan. Terutama ucapan Pink yang membuat Davin tak bisa berkutik lagi. Bahkan kali ini Davin membiarkan Pink meninggalkannya.
***
Hai ^^
Author kembali lagi!
Semoga suka 😄
KAMU SEDANG MEMBACA
P.I.N.K
Teen Fiction"Saat pertama kali Gue lihat Lo, entah kenapa ada suatu perasaan asing disana yang mengisi sebuah kekosongan. Hingga Lo menjadi orang pertama yang bisa membuat Gue untuk ngasih segalanya. Terutama kebahagiaan Gue" -Davin "Lo adalah satu-satunya oran...