Mata Pink terbuka, kepalanya masih berat, pandangannya pun masih berkunang-kunang, namun Pink sudah tidak peduli akan hal itu. Yang Pink ingin lakukan sekarang hanyalah ingin melihat dengan jelas sekelilingnya, Pink berusaha memfokuskan pandangannya agar tidak buram. Hingga akhirnya Pink berkedip dan seketika pandangan Pink kembali normal. Pink langsung melihat ke sekitarnya dan pandangannya langsung terfokus pada Deren yang sedang tertidur pulas di sofa. Pink pun merasa ada yang aneh, jika Deren sedang berbaring di sofa, lalu siapa yang menggenggam tangan Pink saat ini? Apakah itu Aldian? Apakah benar-benar Aldian itu ada?. Dengan rasa takut sekaligus gugup yang menerjang jantungnya saat ini, Pink berusaha menolehkan kepalanya menuju orang yang saat ini menggenggam tangan Pink.
"Kakak..." ucap Pink setelah melihat orang yang menggenggam tangan Pink, dengan perlahan Pink berusaha melepaskan genggaman tangan Aldian dan dengan perlahan pula air mata Pink jatuh.
Aldian terbangun setelah mendengar suara yang sangat dirindukannya, suara Pink yang sudah lama tidak Aldian dengar. "Pink... ini kakak... kakak sayang sama kamu Pink..." jawab Aldian dari panggilan Pink yang kemudian ikut terbawa suasana yang dirasakan oleh Pink saat ini, rasa sesak dan sakit, hanya rasa itu yang tersisa.
Pink sesenggukan, tak kuasa menahan tangis dan tak tau lagi harus berkata apa. Apapun yang dilihatnya, didengarnya, dan dirasakannya hari ini masih terasa tidak nyata bagi Pink. Pink bingung harus menerima mimpi buruk ini atau menghindari mimpi buruk ini.
Deren yang mendengar suara orang berbicara langsung terbangun. Deren langsung melihat suasana dingin yang sangat mencekam diantara Pink dan Aldian. Deren tau keduanya akan merasakan sakit dan sesak yang teramat dalam dari pertemuan ini. Namun Deren harus bisa menjadi penghangat dalam suasana ini. Karena hal ini hanya akan menyiksa Pink yang masih dalam kondisi sakit. Deren hanya akan memberikan waktu Aldian untuk menjelaskan ketika Pink sudah sembuh, yah walaupun Deren sadar diri bahwa dia tidak berhak dalam hal apapun, namun kali ini dia harus melakukannya.
"Pink! Lo udah sadar?! Ih ya lo tuh selalu aja bikin gue panik! Gue hukum baru tau rasa lo!" ucap Deren dengan wajah yang 'sok' dipolos-polosin sambil berjalan menuju Pink dan Aldian.
Pink memutar bola matanya sinis ke arah Deren. "Lo kira omongan lo barusan itu lucu hah?!" Pink marah sambil air matanya pecah bercucuran. Perasaan Pink sekarang bercampur aduk, Pink tidak tau harus apa dan dengan ditambah perilaku Deren yang seperti itu, rasanya Pink ingin mati saja.
"E-eh Pink... ih lo jangan nangis dong" Deren tidak tega melihat kondisi Pink sekarang yang tak berdaya.
"Aldian, bukan waktunya yang tepat untuk menjelaskan. Lain waktu aja, Pink butuh waktu istirahat dan lo butuh waktu untuk merenungi semuanya. Lo ngerti kan?" bisik Deren yang sudah berada di samping Aldian.
Aldian mengangguk mengerti lalu bangkit dari tempat duduknya dan melepas genggaman tangan Aldian dari Pink. Dengan langkah berat Aldian berjalan keluar dari ruangan itu.
"Deren...", panggil Pink.
"Ya?", Deren duduk di sebelah Pink, menggantikan posisi Aldian.
"Gue benci sama Aldian. Gue nggak mau ketemu sama dia lagi. Apapun yang terjadi gue udah nggak peduli. Udah lama gue lupain dia, bahkan udah lama gue relain dia, relain kenyataan kalau dia udah benar-benar pergi. Hal yang gue mau untuk melepaskan segalanya tentang dia supaya gue nggak terus sakit hati, supaya gue bisa ngelanjutin hidup gue tanpa terbayang-bayang lagi semua tentang dia. Tapi dengan enaknya dia muncul di hadapan gue, di hari dimana gue udah terbiasa untuk hidup sendiri tanpa dia. Perjuangan gue selama ini dia anggap apa? Main-main? Dengan enak dia pergi dan dengan enak juga dia datang. Gue nggak bisa Deren", Pink mengucapkan apa yang sekarang ada di pikirannya bukan dihatinya. Walaupun Pink tidak meneteskan air matanya lagi walau sedikitpun, tapi Deren tau bahwa hal yang ingin Pink lakukan saat ini adalah menangis. Pink terlalu kuat untuk segala hal, termasuk kuat untuk menahan tangisnya.
"Pink, gue keluar dulu ya. Gue tau lo lagi butuh waktu untuk sendiri", Deren tau Pink tidak akan mengeluarkan air matanya jika masih ada orang disekitarnya. Pink hanya akan menangis jika dia sendiri. Kecuali jika Pink benar-benar merasakan sesak yang teramat, Pink akan meneteskan air matanya di depan orang itu, orang yang menyebabkan air mata itu dapat mengalir lolos begitu saja dari pelupuk mata Pink. Seperti yang Pink lakukan beberapa menit yang lalu, itu artinya hati Pink saat ini sudah benar-benar tersayat hingga dia dapat menangis di depan orang yang menyakitinya.
Ketika baru saja Deren bangkit dari duduknya, Pink menahan Deren agar tidak pergi. "Ngapain lo keluar? Biar gue bisa nangis setelah lo keluar? Nggak ada yang perlu di tangisin lagi Deren. Gue akan anggap semuanya seperti biasa. Gue tetap akan anggap kalau Aldian itu udah nggak ada", ucap Pink kemudian.
Muna. Umpat Deren dalam hati. "Geer banget sih lo! Gue mau ke toilet, udah ah nggak usah pegang tangan gue lama-lama. Nanti kalau gue baper gimana? Lo mau tanggung jawab?", ucap Deren asal.
Dengan canggung Pink langsung melepaskan tangan Deren dan membiarkan Deren pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
P.I.N.K
Teen Fiction"Saat pertama kali Gue lihat Lo, entah kenapa ada suatu perasaan asing disana yang mengisi sebuah kekosongan. Hingga Lo menjadi orang pertama yang bisa membuat Gue untuk ngasih segalanya. Terutama kebahagiaan Gue" -Davin "Lo adalah satu-satunya oran...