Yang merasa sunyi itu adalah jiwa.
Sebab rasa rindu yang mendera. Tapi kali ini, bukan cinta alasannya. Melainkan kerinduan atas kebahagiaan sebuah keluarga di masa lampau.Hujan kembali membasahi daratannya malam ini. Membuat setiap kenangan yang dulu pernah terjadi, meluap terjatuh bersama rintiknya setiap air hujan yang tertumpahkan.
Kayla dalam posisi duduk dikursi meja belajarnya, berwarna biru. Terlihat tangannya memegang sebuah pigura, dengan mata yang berbinar-binar. Sebuah pigura berisikan foto sebuah keluarga yang beranggotakan 4 orang. Mama Kirana, papa Rio, bang Alva, serta dirinya yang tersenyum manis, terlihat bahagia di foto masa kecilnya tersebut.
Kayla merindukan papa nya, Rio. Ia juga sangat-sangat merindukan kakak laki-lakinya, yaitu bang Alva. Tapi semuanya terasa percuma untuk diungkit kembali. Terasa sulit, untuk mengulang kembali kisah menarik dibalik kebahagian sebuah keluarga, yang dulu pernah Kayla dapatkan. Kasih sayang yang kini telah usai.
Aku harap jika papa dapat mendengarku, aku ingin mengatakan bahwa aku sangat merindukan kehadirannya.
Tapi disisi lain, aku ingin memberitahu. Bahwa kebencian ku padanya juga tidak pernah memudar sampai hari ini.Air mata Kayla mulai terjatuh membasahi pipi. Ia menelungkupkan pigura tersebut agar fotonya tidak terlihat lagi. Kemudian dalam diam yang ramai akan rintik hujan, Kayla kembali terus mengeluarkan air matanya, mengalir seperti penuh ekspresif, tanpa henti.
*****
Hari senin yang membosankan. Kayla paling tidak suka mengikuti upacara bendera. Baginya, upacara itu tidak terlalu penting. Terserah kalian mau bilang apa, intinya itulah yang ada dipikiran Kayla.
Seperti biasa, Kayla menidurkan kepalanya diatas meja. Sembari menutup kepalanya menggunakan jaket abu-abu yang tadi ia kenakan saat berangkat sekolah.
Ia sama sekali tidak peduli, meski semua murid dikelasnya terburu berlari ke lapangan untuk mengikuti upacara. Dan hanya menyisakan dirinya di dalam ruang kelas. Ia mengabaikan pengumuman pada mikrofon nirkabel yang berlangsung, bahkan dari tadi.
"Bagi semua siswa-siswi SMA Taruna Bangsa, baik yang berada dilantai 1 sampai lantai 3, semuanya turun ke lapangan sekarang juga. Upacara akan segera dimulai, terima kasih."
Ia masih saja menelungkupkan kepalanya dengan lipatan jaket yang menutupi. Tapi tidak lama, ada yang menepuk bahu Kayla.
"Heh! Kamu mau nantangin guru?!Atau kamu udah kebal sama sanksi?! Baru siswi kelas sepuluh aja udah berlaga! Cepat sana kelapangan!"
Kayla mendirikan kepalanya, merapihkan posisi duduknya, berlaga lemas.
"Shutt. Jangan berisik bu, kepala saya lagi pusing." Setelah dilihatnya adalah ibu Teti selaku guru BK, Kayla berpura-pura sakit tak berdaya.
"Kamu lagi berbohong ya?!"
"Aduh enggak bu, kepala saya beneran pusing."
Kayla memijit dahi, hingga kedua matanya tertutup oleh telapak tangan sebelah kirinya. Ia sengaja melakukan ini, agar bu Teti tidak bisa melihat matanya. Karena itulah yang ada dipikiran dangkal Kayla dari dulu, berasumsi bahwa setiap guru BK mampu membaca pikiran.
"Yauda sana, kamu istirahat di UKS aja. Ibu mau kembali lagi ke lapangan."
"Iya bu, 2 menit lagi saya ke UKS."
*****
Setelah memasuki ruang UKS, Kayla merasa begitu tenang dan bebas, ia sedikit melemparkan dirinya berbaring diatas brankar. Kayla menggeser gorden penyanggah, untuk melihat siapa yang tengah berbaring disebelahnya. Dan ternyata, orang itu adalah Rey.
![](https://img.wattpad.com/cover/105484580-288-k437947.jpg)
YOU ARE READING
Seperti Musim yang Sementara [Completed]
أدب المراهقينTepat ditengah malam mataku memejam Tapi tak ada yang kutemukan Debar juga binar saat irismu lenyap Entah karena kisah diantara kita yang telah lewat Atau esensiku bagimu yang tak lagi sama Aku menyelam diantara kalut pikiran Mencari jejak- je...