Kepedihan itu bukan karena impian yang tak menjadi nyata. Melainkan salah satu emosi akibat berhadapan dengan situasi yang mengecewakan, dan muncul akibat penderitaan karena luka dan derita.
Pak Riki selaku wali kelas X IPS 2, melangkahkan kakinya perlahan masuk kedalam ruang kelas X IPS 2, bersama seorang siswi yang menunggu diluar kelas.
"Anak-anak, hari ini bapak akan memperkenalkan seorang murid pindahan yang akan pindah ke kelas kita."
Ujar pak Riki dibalas rasa penasaran oleh murid seisi kelas.
"Nak, silahkan masuk dan perkenalkan dirimu. Mungkin aja masih ada yang belum kenal."
Mungkin aja masih ada yang belum kenal?
Itu adalah pertanyaan yang membuat murid seisi kelas berpikir.
Siswi tersebut pun memasuki ruang kelas perlahan. Berdiri dengan tegak di samping pak Riki. Siswi yang cantik, manis, lengkap dengan senyum pipit di kedua ruas pipinya.
"Nama saya Kayla Letisya Caldera, saya murid pindahan dari kelas X Ipa 1."
Aiish... waw ternyata..
Para murid bergemuruh. Iya benar, mungkin tidak seperti apa yang mereka duga. Murid pindahan dari luar sekolah? Ternyata tidak, melainkan hanya pindahan dari kelas lain, yaitu kelas unggulan.
Sudah 2 minggu terakhir, Kayla selalu menciptakan kekacauan dikelas yang tenang dan tentram itu. Sudah cukup Kayla tidak perduli akan aturan dan menganggap remeh pelajaran termasuk guru-guru yang mengajarnya.
Kayla juga berkata pada bu Teti selaku guru BK, bahwa dia tidak nyaman berada di kelas unggulan, dia bahkan tidak cocok belajar dengan jurusan yang sudah ia dapatkan. Akhirnya atas keputusan guru BK serta guru kesiswaan, pak Arlan. Kayla resmi dipindahkan kedalam kelas X Ips 2.
Kayla masih teguh pada keinginan nya untuk selalu duduk sendiri. Ia duduk sendiri di bangku percis dibelakang Rey dan Bagas. Bagas sangat bahagia mengetaui hal ini terjadi, melihat Kayla memperkenalkan diri sudah membuatnya meleleh betapa hatinya nggak karuan atas perasaan senangnya. Berbeda dengan Rey yang hanya menggangap hal ini biasa saja.
Tidak lama setelah pak Riki keluar, bu Sofi memasuki ruang kelas untuk memulai pelajaran matematika. Bu Sofi sesekali menatap Kayla lalu tersenyum. Mungkin paham, ia bertemu dengan mantan anak murid unggulannya yang malas dan cuek itu, yang sekarang sudah berpindah dilain kelas tentunya.
"Pelajaran hari ini sudah masuk bab logaritma ya. Coba buka buku paketnya halaman 122, kalau di LKS halaman 18."
Semua murid dikelas mengehela nafas, entah kebosenan apa lagi yang akan dirasakan dimenit-menit selanjutnya. Sungguh, hampir semua dari mereka tidak menyukai pelajaran merumitkan ini. Berbeda dengan Kayla yang mahir dalam matematika. Kayla memang tidak menyukai pelajaran di jurusannya, seperti kimia, fisika, biologi, tapi dia.... like a master kalo dalam matematika.
"Y = b pangkat x -> X = b log y. Contohnya= 8 = 2 pangkat 3 -> 3 = 2 log 8. Untuk semuanya nanti ada 11 sifat logaritma yang akan ibu beritahu, nanti tolong dihapal ya."
Setelah 2 jam berlalu, pelajaran yang bagi mereka sangat menyebalkan pun selesai untuk hari ini. Dan tidak lupa dengan bu Sofi yang selalu memberikan tugas untuk dikerjakan dirumah.
"Kay, lo ngerti nggak sama apa yang tadi dijelasin?" Tanya Bagas sambil berbalik arah badannya kebelakang dengan seluruh mata yang menatap Kayla.
"Lo ngerti nggak Rey?" Kayla malah bertanya sambil menepuk bahu Rey di depannya.
"Enggak."
"Mau gue ajarin nggak?" Rey juga ikut membalikan arah badannya menghadap Kayla, saat didengarnya Kayla bertanya seperti itu.
"Selemah itukah gue? Nggak bakal sudi kalau yang ngajarin gue itu lo orangnya."
Bagas seperti diacuhkan. Kayla begitu cuek terhadapnya, bahkan dihadapan semua orang, tapi tidak dengan Rey.
Aneh, padahal Kayla lebih dulu kenal sama gue dari pada sama Rey. Tapi kenapa dia care nya malah sama Rey?
"Jangan gitu Rey. Kayla, lo mungkin nggak usah ngajarin kita. Tapi gimana kalau kita belajar bareng aja? Jadi kalau ada soal yang nggak bisa, kita berdua bisa nanya ke lo." Bagas tetap membuka suaranya.
"Itu sama aja dia ngajarin kita lah." Rey mengelak.
"Ayo belajar bareng!" Kayla bersemangat.
"Oke. Nanti malam dirumah Rey!"
"Yeh kocak. Gue tuan rumahnya, malahan lo yang nentuin seenaknya."
"Ayolah Rey." Bujuk Bagas dengan tatapan berbinar seperti perempuan. Bersama Kayla yang juga menatap Rey, meyakinkan penuh harap.
"Hmm, yaudalah."
*****
"Udah pulang, sekolahnya? Udah ngerasain kan, jadi anak Ips? Coba sini ceritain ke papa, gimana rasanya jadi anak buangan yang pindah ke kelas lain? Nggak malu?!" Sindir David yang tengah terududuk di kursi ruang tamu, dengan tangannya yang sedang memegang sebuah koran.
"Kenapa nggak kerja?" Tanya Kayla dengan keadaan masih berdiri dihadapan David.
"Lagi nggak enak badan, jadi papa putuskan untuk pulang dan beristirahat dirumah."
"Oh, bisa sakit juga ya? Pekerjaannya juga tumben bisa ditinggalin demi istirahat. Biasanya kan pekerjaan papa itu lebih diutamain atas segalanya."
"Kenapa kamu sangat nggak tahu diri, Kayla?! Kamu bahkan nggak tahu malu bertanya seperti itu! Papanya sedang sakit, bukannya prihatin peduli, malah berpendapat seenak jidat."
"Emangnya apa yang papa bisa lakuin ke Kayla, disaat Kayla ada diposisi kayak papa?! Papa juga nggak pernah peduli kan? Papa seharusnya malu mengharapkan sesuatu dari Kayla, yang papa sendiri nggak pernah kasih ke Kayla. Sebuah perhatian, keperdulian, yang papa gantikan cuma-cuma hanya dengan uang?!!"
"CUKUP! Udah cukup kamu bikin papa kecewa! Udah cukup papa berlaga meng-iyakan di depan guru BK kamu. Seolah-olah menyetujui atas perpindahan kamu ke kelas lain. Udah cukup kamu bilang ke mereka bahwa kamu nggak suka ada dikelas unggulan! Kamu nggak suka sama pelajarannya! Mau nggak mau papa harus rela berpura-pura bahwa iya, saya menyetujui anak saya dipindahkan. Semuanya itu palsu! Kamu sungguh mengecewakan, Kayla!"
Kayla tidak membalas sepatah kata pun lagi, meski ia masih sangat sanggup untuk berdebat. Otaknya pintar memikirkan apa yang harus dilontarkan, bibirnya pandai bersilat lidah mengeluarkan kata-kata picik yang sudah sepantasnya keluar. Tapi lagi-lagi, ia tidak ingin semuanya semakin runyam. Ia sudah lelah sehabis pulang sekolah, dan ia harus beristirahat pergi kedalam kamar, meninggalkan David yang sungguh membuat perasaannya gusar saat ini juga.
*****
Pukul 18:45 malam.
"Pak, anterin Kayla kerumah temen dong."
"Mau ngapain neng? Nanti kalau papa marah, gimana?" Pak Rudi ketakutan.
"Papa lagi di kamar pak, jadi nggak akan ngeliat. Kayla mau kerumah temen, mau belajar bareng, hal yang positif kan?"
"Yaudah hayu neng, tapi kalau papa neng marah bukan salah pak Rudi atuh."
"Tenang aja pak, selaw."
Pak Rudi memasuki mobil bersiap mengendarai, disambung dengan Kayla yang juga memasuki mobil dengan cepat sebelum akhirnya mobil tersebut berhasil dilajukan meninggalkan rumah.
"Gas, kirimin alamat rumah Rey sekarang." Kayla mengirim pesan.
1 menit kemudian.
"Perumahan Bulevar Hijau Blok H 11 nomor 5, rumahnya yang tingkat warna abu-abu hitam."***
YOU ARE READING
Seperti Musim yang Sementara [Completed]
JugendliteraturTepat ditengah malam mataku memejam Tapi tak ada yang kutemukan Debar juga binar saat irismu lenyap Entah karena kisah diantara kita yang telah lewat Atau esensiku bagimu yang tak lagi sama Aku menyelam diantara kalut pikiran Mencari jejak- je...