Hyemi dengan langkah kaku mulai mendekat ke arah jendela, tangannya sedikit bergemetar karena suara ketukan itu tak kunjung berhenti. Lalu dengan sekali tarikan nafas panjang, ia memberanikan diri membuka jendela, ketiga jarinya mendorong daun jendela tersebut ke sisi luar dan seketika itu jantungnya serasa mau copot.
"Ah...!"
*****
Sehun bertompang dagu di meja melihat Irene sedang menikmati makanan yang kekasihnya bawa. Sesekali gadis itu juga menyuapi Sehun, tapi dia menolak dengan alasan sudah kenyang karena telah berhasil mencuri seloyang kue kering disana sebelum ia mendatangi kamar Irene.
"Jadi makanan ini juga makanan curian?" Irene menelannya dalam dan memukulkan ujung sendok di kening Sehun cukup keras.
"Maksudku... aku berniat ingin memintanya dari juru masak disana, tapi kebetulan dapur tak ada orang jadi aku mengambilnya saja lalu kutinggalkan secarik kertas bertuliskan "aku mencintai masakan kalian". Apa itu bisa disebut mencuri? Toh aku sudah meninggalkan jejak disana." Sehun mengusap bekas pukulan Irene dengan bibir mengerucut.
Mencuri atau tidak, Irene tetap mencoba menghabiskan sisa makanan dalam mangkuknya. Jika pun itu disebut perbuatan dosa, biarkan Sehun yang akan menanggungnya toh Irene merasa hanya menjadi korban dan berpura-pura tidak tahu sepertinya cara yang lebih baik.
"Tidak, aku berbohong. Tentu saja aku meminta ijin dulu dan mengatakan jika makanan itu akan kuberikan untuk kekasihku," Sehun akhirnya berkata jujur. "Aku meminta Nyonya Gendut dan Si Bibir Merah memasakannya untukmu, aku memberitahu mereka bahwa kau sedang flu dan ia meminta imbalan dengan beberapa kepingan Faroe."
"Dia tahu aku?" Irene menunjuk hidungnya sendiri dengan mata melebar sempurna. "Untung saja mereka tidak meminta ciuman darimu."
"Aku tidak menyebutkan merk apapun padanya dan soal mencium mereka, kurasa itu ide yang tidak buruk."
Sekali lagi Irene mengetuk kening Sehun dengan sendok makannya, "Merk? Kau pikir aku sebuah barang? Baiklah kalau begitu cobalah kau cium mereka saja."
Sehun terkekeh, "kau tidak cemburu?"
Irene melahap sesendok nasi terakhirnya, ia meneguk air mineral cukup banyak dan berdiri memberekan bekas makannya. Ia sengaja tidak menjawab pertanyaan Sehun bukan karena ia marah, melainkan dirinya malu begitu menyadari bahwa sebenarnya ia jauh lebih pencemburu daripada Sehun.
"Serius kau tidak cemburu?" Sehun sudah berdiri di belakang Irene, menusuk pinggang gadis itu dengan jari telunjuknya dan membuat tubuh Irene menggeliat kegelian.
Irene berbalik memberi tatapan jengkel pada Sehun. Jengkel karena begitu mencintai lelaki itu hingga rasa-rasanya semenyebalkan apapun kelakuan Sehun padanya, ia tidak sepenuhnya bisa marah.
"Kau bahkan tidak bisa mereka sentuh, jadi mereka tidak akan mungkin meminta hal itu padamu, terkecuali jika mereka ingin berakhir seperti Hyemi."
Mendengar nama gadis itu, raut wajah Sehun celingusan. Lelaki itu lalu memilih duduk di tepian tempat tidur mencari kesibuk dengan memandangi deretan pakaian milik Irene yang menggantung di balik pintu.
"Irene, bagaimana kalau sekarang kita jalan-jalan ke Bugaksan, kau mau?"
"Bugaksan?" Irene mengingat tempat dimana gerbang negeri Faroe berada. "Kau sering ke negeri kami?"
"Dulu, ketika aku sedang bosan dengan kehidupan disini dan aku mencari udara segar disana. Ayo sesekali kita jalan-jalan."
Irene mengangguk setuju," ayo."
-
Bugaksan adalah dataran tertinggi di Korea Selatan yang dipenuhi dengan banyak pegunungan serta memiliki tempat-tempat indah yang wajib untuk dikunjungi. Banyak para wisatawan asing yang memenuhi jalanan menikmati sejuknya udara disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Higher Ground (Untouchable Man)/ HUNRENE
FanfictionHigher Ground School adalah sebuah sekolah asrama sihir yang terletak di Faroe~negeri sihir~ manusia biasa menyebutnya daerah terlarang yaitu daerah di sekitar pegunungan Bugaksan sebelah utara Seoul. Filsuf disebut sebut sebagai benda/ batu suci y...